Wednesday 12 August 2020

HIKMAT! APAKAH ANDA MENCINTAINYA?

Hujan gerimis merintik! Bapa mengajak Tiffany dan Juvenus mendaki bukit yang berada di belakang kampung mereka. Mereka berjalan memgikuti jalan setapak yang sempit dan berkelok-kelok. Tibalah mereka di puncak bukit. Sang bapak mengambil sepotong kayu dan menuliskan kata, “Paham.” Kedua anaknya tidak memahami dan segan bertanya.

Juve dan Fany bertaya, “Papa, bolehkah kami bermain air hujan?” Sang Bapa tersenyum. Maka mereka berdua asyik bermain air hujan gerimis sambil senyum bahagia.

Kemudian Sang bapa memanggil Juve dan Fany ke dalam pondok kayu kecil. Di meja makan bundar berbahan kayu sudah tersedia Cheese Cake yang sudah dipotong-potong. Setelah makan, Sang Bapa berkata, “Jika kalian terjerat oleh perkataan kalian, sesegera mungkin lepaskan diri darinya (Amsal 6:1-5). Sang Bapa melanjutkan, “Jangan bermalas-malasan dan tidur-tiduran terus di kasur (Amsal 6:9-10), tetapi belajarlah dari semut yang bekerja dengan rajin (Amsal 6:6-8). Hindarilah tipu muslihat dan lidah yang jahat (Amsal 6:12-15) sebab dusta termasuk salah satu hal yang dibenci TUHAN, selain kesombongan, penumpahan darah orang tidak bersalah, kejahatan, saksi dusta dan kebohongan (Amsal 6:16-19).

Bapa mengatakan, “Nak, tahukah kalian bahwa menulis jurnal rohani itu sangat penting?” Manusia belum benar-benar merenungkan sesuatu jika dia belum menuliskannya. Mengapa? Menulis memaksa kita menata pikiran kita. Menulis memaksa kita berpikir secara mendalam dan sistematis. Sang Bapa mengatakan, “Tambahkanlah semuanya itu pada JARIMU, dan tulislah itu pada loh hatimu” (Amsal 7:3).

Banyak orang Kristen mengatakan mereka tidak belajar apa-apa selama 10 tahun kehidupan iman mereka. Ketika didorong untuk membimbing orang lain, mereka mengatakan bahwa mereka tidak sanggup. Seandainya mereka mencatat setiap khotbah maupun renungan yang mereka dengar, sudah berapa banyak bahan yang mereka pelajari dan dapat dibagikan? Seandainya mereka menulis jurnal rohani dari SAAT TEDUH mereka, sudah berapa banyak bekal yang dapat mereka gunakan untuk membimbing orang lain? Terlebih lagi, jurnal mempermudah mereka melihat pekerjaan TUHAN dalam hidup mereka dengan lebih jelas. Untuk memperoleh hikmat, kita mesti merindukannya, mencintainya, mencarinya, dan berjuang demi mendapatkannya.

Kecuali kita mencintai dan mencari hikmat, kita tidak akan mendapatkannya (Amsal 8:17). Kecuali seseorang menghargai hikmat sebagai harta yang sangat berharga, dia tidak akan memeliharanya dengan erat (Amsal. 18:21). Firman TUHAN mengajarkan, “Apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah…hendaklah ia meminta dengan iman” (Yak. 1:5-6).

SETIA DALAM SITUASI SULIT

Mungkin mudah bagi kita untuk mengatakan bahwa “Allah itu baik!” dalam kondisi baik dan segala sesuatu berjalan dengan lancar. Namun untuk. tetap berpegang pada iman dan mempercayai “TUHAN itu baik” di tengah situasi sulit adalah sebuah tantangan besar. Badai kehidupan menguji fondasi iman kita. Pandemi COVID-19 menguji fondasi iman kita.

Daniel dan tiga orang sahabatnya berada dalam situasi yang sulit, baik bagi mereka sendiri, maupun bagi orangtua mereka. Mereka ditangkap dan dibawa ke Babel pada tahun 605 SM.

Nah, bayangkan dirimu sebagai seorang remaja usia 14-15 tahun ditangkap dan dibawa ke sebuah negeri yang asing bagimu. Saudara dipaksa menerima pendidikan untuk bekerja bagi raja yang telah menghancurkan kotamu dan menawanmu. Saudara harus mengadaptasi dengan budaya asing dan gaya hidup asing. Saudara dipaksa untuk bekerja bagi raja yang menangkap dirimu. Daniel dan ketiga sahabatnya menolak mengompromi iman mereka.

Namamu pun diganti oleh raja Babel yang menawanmu menjadi nama dengan nuansa budaya lokal. Raj Nebukadnezzar bisa mengganti nama mereka, tetapi tidak dapat menggantikan identitas mereka. Ketika ditawarkan hidangan makanan yang lezat dan menggiurkan, Daniel dan ketiga sahabatnya menolak. Padahal mereka dapat berpikir, “Toh, TUHAN sudah melupakan kami. Rumah TUHAN juga sudah dibakar. Kami juga sudah dibuang ke negeri asing. Nama kami juga sudah diganti, belum lagi harus beradaptasi dengan budaya dan bahasa baru. Kini hidangan makanan lezat di depan mata. Mengapa tidak kita makan saja?” Meskipun menolak hidangan raja yang lezat (yummy), Daniel dan ketiga temannya menerima sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan kemungkinan juga termasuk roti.

Alkitab mencatat bahwa mereka tidak ingin menajiskan diri mereka. Mungkin juga Daniel dan ketiga temannya tidak ingin terlalu nyaman dan lupa diri. Babel termasuk kota metropolitan pada saat itu. Sebuah kota ramai dan maju. Sebuah kota yang penuh godaan. Keputusan ini berkenan bagi TUHAN sehingga firman TUHAN mengatakan, “Maka Allah mengaruniakan kepada Daniel kasih dan sayang dari pemimpin pegawai istana itu” (Dan. 1:9).

Firman TUHAN menegaskan, “Kepada keempat orang muda itu Allah memberikan pengetahuan dan kepandaian tentang berbagai-bagai tulisan dan hikmat, sedang Daniel juga mempunyai pengertian tentang berbagai-bagi penglihatan dan mimpi” (Dan. 1:17).

Kita tidak boleh menyerahkan suasana hati kita kepada kondisi yang diperhadapkan kepada kita. Kiranya kita berakar di dalam relasi kita yang akrab dengan TUHAN. Kiranya hikmat dan kasih sayang TUHAN besertamu!

Monday 10 August 2020

WANITA YANG MEMIMPIN

Beberapa waktu lalu  media tertarik dengan para pemimpin wanita beberapa negara dikarenakan negara-negara tersebut ternyata menangani krisis pandemi COVID-19 dengan lebih baik. Dalam artikel berjudul “Why women leaders are excelling during the coronavirus pandemic” membahas keunikan para pemimpin wanita dalam menangangi krisis seperti Jerman, New Zealand dan Taiwan. Pada tanggal 1 April 2020, Perdana Menteri Sint Maarten, Silveria Jacobs yang memimpin sebuah negara kecil dengan hanya 2 tempat tidur ICU mengatakan, “Simply Stop Moving. If you don’t have bread you like in your house, eat crackers. Eat cereal. Eat Oats. Eat…sardines.”

Saudari, sebagai kaum hawa Saudara mungkin merasa lebih lemah dan merasa tidak sebaik para pria. Mari kita belajar dari Hakim-hakim 4-5 yang mengisahkan peran dua orang wanita dalam sejarah Israel. Hakim-hakim adalah kitab yang mengisahkan sebuah zaman yang gelap, yakni setelah menempati tanah perjanjian, orang-orang Israel berbuat sesuka hati mereka. Mereka meninggalkan TUHAN dan sibuk dengan membangun rumah, membuka ladang baru, kandang domba baru (Hak. 5:16), menikmati perahu dan perikanan (Hak. 5:17) dan sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Mereka melupakan perintah TUHAN (Hak. 2:1-3). 

Yabin, raja Kanaan mengirim Sisera, Panglima tentaranya untuk menyerang Israel. Mendapatkan berita tersebut, orang Israel berseru memohon kepada TUHAN. Saat itu, Israel dipimpin oleh seorang wanita bernama Debora. Dia memanggil Barak, pemimpin militer Israel untuk maju menghadapi Sisera. Ironisnya, Barak berkata, “Jika engkau turut maju, aku pun maju” (Hak. 4:8). Seorang pemimpin militer minta ditemanin seorang wanita di medan perang, seriously? Barak tidak percaya pada penyertaan TUHAN. Dia mau memastikan penyertaan TUHAN dengan kehadiran Debora. Hal tersebut menunjukkan Barak tidak mempunyai persahabatan yang dekat dengan TUHAN.

Debora berkata kepada Barak, “Engkau tidak akan mendapat kehormatan…sebab TUHAN akan menyerahkan Sisera ke dalam tangan seorang PEREMPUAN” (Hak. 4:9). Bagi seorang pemimpin militer, ini merupakan hal yang sangat memalukan. Dalam pelariannya, Sisera yang tadinya memimpin 900 kereta besi meminta air, Yael memberi dia susu. Sisera meminta Yael menjaga di pintu kemah, dia malah mengambil patok kemah dan membunuh sang panglima. Sisera mati di tangan seorang wanita sederhana. Apa yang seharusnya menjadi kehormatan Barak menjadi kehormatan Yael (Hak. 5:24). Dalam peristiwa tersebut, dua pemimpin militer dipermalukan (Sisera dan Barak) dan dua wanita (Debora dan Yael) ditinggikan. Yesus mengatakan, “Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan DIHORMATI Bapa” (Yoh. 12:26). Dalam melaksanakan rancangan-Nya, TUHAN dapat menggunakan siapa saja yang Dia kehendaki.

Saudara, terlepas dari soal gender, kita mungkin memandang rendah diri sendiri atau orang lain. Atau kita seperti Barak yang menyandarkan imannya pada orang lain. Debora dan Yael merupakan contoh wanita biasa yang dipakai TUHAN dalam melaksanakan rancangan-Nya.

Saudara, konteks masa itu tidak bisa dilihat dari kacamata sekarang yah, karena itu memang pada zaman perang. TUHAN memang berkehendak melenyapkan orang-orang Kanaan karena kejahatan mereka.

BUKAN KARENA JASA-JASAKU!

Outbreak virus corona yang sejak Maret 2020 menjadi pandemik menyebabkan banyak orang merenungkan kembali makna kesuksesan. Selama ini manusia menilai dirinya berdasarkan kemampuan memperoleh kekayaan (acquisition power) dan kemampuan mengonsumsi (consumptive ability).

Wabah COVID-19 kembali mendemonstrasikan hikmat Pengkhotbah yang menyerukan semua kesibukan manusia adalah sia-sia bagaikan menjaring angin (Pkh. 2:4-11). Gedung-gedung besar yang kita dirikan dan agungkan menjadi sepi. Tidak ada orang yang memuji-muji kehebatan dan kesuksesan yang kita capai. Raja Salomo menegur bahwa sebagian besar jerih payah dan peningkatan kemampuan manusia disebabkan oleh IRI HATI (Pkh. 4:4).

Pertemuan Ibadah sejak pertengahan Maret 2020 telah diubah menjadi Ibadah virtual. Hal tersebut seharusnya memaksa kita untuk memikirkan sikap dan tujuan kita beribadah selama ini. Pengkhotbah menyampaikan sebuah poin yang menarik untuk direnungkan. Dia mengatakan, “Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk MENDENGAR adalah lebih baik daripada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu bahwa mereka berbuat jahat.” (Pkh. 4:17).

Teguran Pengkhotbah sangat menusuk hati, bukan? Apa gunanya mempraktekkan ritus keagamaan, tetapi kita hidup dalam kejahatan? Mungkin Saudara berpikir, “Saya tidak terlibat dalam kejahatan.” Pernahkah Saudara bergosip? Pernahkah kita menyadari sebuah perbuatan baik, tetapi tidak kita lakukan? Pernahkah Saudara memandang remeh seseorang karena dia tidak sepintar dirimu? Bukankah kita juga berpartisipasi dalam merusak bumi ini? Itu juga kejahatan! Bukankah mendengarkan TUHAN dan menaati-Nya merupakan prioritas kehidupan kita? Sebab hidup ini bukan tentang kita, tetapi tentang Dia.

COVID-19 menunjukkan kepada kita bahwa tidak ada yang dapat dibanggakan dalam kehidupan ini. Sebuah virus yang tidak kasat mata dapat mengganggu perputaran roda perekonomian global. Dunia ingin mempertahankan perenomian dan memerangi COVID-19 bersamaan. Bill Gates mengatakan, “It is very irresponsible for somebody to suggest that we can have the best of both worlds.” Menurut Gates, sebaiknya dunia memprioritaskan penanganan pandemi tersebut. Gates mengatakan bahwa memulihkan perekonomian jauh lebih mudah daripada menghidupkan orang dari kematian.

Firman TUHAN mengajarkan bahwa jangan ada yang bermegah dengan kesuksesannya, tetapi jika ada yang ingin bermegah, bermegahlah karena persahabatan kita dengan TUHAN (Yer. 9:23-24). Firman TUHAN sudah mengingatkan, “Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan” (Ul. 8:18). Jangan sampai setelah kita memperoleh kekayaan, atau memperoleh kehidupan yang baik, kita kemudian berkata dalam hati kita, “Karena jasakulah!” (Ul. 9:4). Semestinya kita selalu mengingat, “Bukan karena jasa-jasamu TUHAN Allahmu, memberikan kepadamu” (Ul. 9:6).

Pandemi COVID-19 mengajarkan kita tidak “take things for granted.” Kita bahkan tidak seharusnya “take our success for granted.” Sebaliknya, syukurilah kehidupan kita dan ingatlah bahwa hidup ini bukan tentang kita, tetapi tentang Dia.

GOD STILL LOVES US

Will Smith berperan sebagai seorang ahli virus, dokter militer bernama Robert Neville dalam film I am Legend (2007). Sebuah outbreak pandemi yang melumpuhkan dunia. Gedung-gedung ditinggalkan, jalanan menjadi sepi, mobil-mobil berserakan di jalan. Orang-orang yang terinfeksi virus sudah menjadi dark seeker alias zombie yang menyerang dengan agresif dan kemudian menginfeksi yang bersangkutan dengan virus yang menjadikan yang terinfeksi berubah menjadi dark seeker.

Saudara, situasi sulit berpotensi membuat kita tertekan, putus asa dan bahkan menyerah. Dalam keadaan sulit, Robert tetap berjuang. Dia juga menyediakan tempat tinggal untuk Anna dan Ethan yang baru dia kenal. Perkataan Robert kepada Anna di dalam laboratorium, "God didn't do this. We did” menunjukkan imannya yang tidak menyalahkan TUHAN atas kondisi sulit yang dia alami.

Perkataan Anna, “If we listen, we can hear God’s plan” mengingatkan kita tentang firman TUHAN yang berbunyi, “Dengarkanlah suara-Ku, maka Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku, dan ikutilah seluruh jalan yang Kuperintahkan kepadamu, supaya kamu berbahagia!” (Yeremia 7:23).

Dalam kekesalannya, anjing kesayangannya, Robert mengatakan, “All right, let me tell you about your "God's plan". Six billion people on Earth when the infection hit. KV had a 90 percent kill rate, that's five point four billion people dead. Crashed and bled out. Dead. Less than one-percent immunity. That left 12 million healthy people, like you, me, and Ethan. The other 588 million turned into your dark seekers, and then they got hungry and they killed and fed on everybody. Everybody! Every single person that you or I has ever known is dead! DEAD! THERE IS NO GOD! (Baiklah, biar saya beritahu kamu rancangan TUHAN…virus tersebut memiliki tingkat mematikan sebesar 90%..dunia ini kini hanya tertinggal lebih sedikit dari 12 juta penduduk, seperti engkau, aku dan Ethan…sisanya sudah menjadi zombie…Setiap orang yang kita kenal sudah meninggal dunia. Mati! Tidak ada TUHAN!)

Mengapa Robert tiba-tiba berubah? Sebenarnya, Robert tidak berubah, tetapi dia sedang mengungkapkan sakit hatinya yang mendalam karena kehilangan Sam, anjing kesayangannya. Namun Robert tidak tenggelam di dalam kesedihannya, melainkan dia tetap memberikan perlindungan buat Anna dan Ethan serta berjuang menyembuhkan para dark seekers.

Jika Saudara menonton dengan teliti, Saudara juga akan menemukan poster bertulisan, “God still loves us.” Seperti tertulis dalam firman TUHAN, “Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga MENYAYANGI menurut kebesaran kasih setia-Nya” (Rat. 3:32). TUHAN tetap menyayangi kita, meskipun dalam situasi sulit.

Firman TUHAN mengatakan, “Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita SEKETIKA lamanya. Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin” (1 Pet. 5:10). Kiranya kita tetap kuat dan melayani kemanusiaan dalam situasi yang berat ini! God still loves us!

MENGGULUNG PAKAIAN

Bella dan Wisanti, dua anak berusia 9 tahun sedang melipat pakaian ketika mereka mengikuti himbaun “dirumahaja” (stay at home). Wisan bertanya, “Bel, tahukah kamu mengapa di saat ini orang-orang tidak berbelanja pakaian?” Bella berespon, “Ya, San, berpakain cantik untuk dilihat siapa, toh semua orang tinggal di rumah saja?”

Setelah selesai membantu mama melipat pakaian, Bella dan Wisan. memutuskan untuk mencari TUHAN Yesus.

TUHAN mengajak mereka ke sebuah tempat yang rimbun penuh dengan pepohonan dan terdengar suara aliran air sungai. Mereka disambut seekor kelinci berwarna abu-abu. yang terkesan malu-malu melihat kedatangan TUHAN, lalu melompat pergi.

TUHAN membawa mereka ke dalam sebuah pondok kecil. Lalu TUHAN mempersiapkan makanan buat Bella dan Wisan. Bella bertanya, “TUHAN, mengapa Engkau selalu menyajikan makanan buat kami?” TUHAN menjawab, “Dengarkanlah Aku maka kamu akan memakan yang baik dan kamu akan menikmati sajian yang paling lezat” (Yes. 55:2b).

Setelah makan, TUHAN mengajak Bella dan Wisan keluar dari rumah kayu tersebut. Mereka melintasi sebuah jembatan kayu. Terdengar suara sungai dan burung berkicau. Bella menyeletuk, “TUHAN, mengapa Engkau tidak segera menghentikan COVID-19?”

TUHAN berkata, “Perhatikan sungai, polusi dan sampah telah menyebabkan binatang ciptaan-Ku hidup sengsara. Perhatikan es di kutub yang meleleh dengan cepat sehingga tempat tinggal beruang kutub kian hari kian mengecil. Perhatikan kejahatan manusia yang terus merusak ciptaan-Ku dari hari ke hari.”

Kemudian TUHAN memanggil Wisanti, “Wisan, apakah kamu melihat tanaman anggur ini?” “Ya, TUHAN” jawab Wisanti. TUHAN melanjutkan, “Apakah kamu melihat ranting-ranting anggur ini terlepas dari pokoknya?” Wisanti memohon, “TUHAN, bolehkah Engkau mengampuni manusia yang tidak mencari Engkau karena kekerasan hati mereka?”

Kemudian TUHAN Yesus menyambungkan ranting-ranting itu ke pokoknya. TUHAN berkata, “Jika mereka mengaku salah, dan bersedia sungguh-sungguh mencari Aku, mereka pasti akan tersambung ke pokoknya. TUHAN berkata, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku” (Yoh. 15:4). TUHAN melanjutkan, “Ada banyak yang berdoa, tetapi tidak berdoa karena mereka hanya berkata-kata kepada angin. Mereka tidak mau berdiam diri, mereka hanya mengucapkan kata-kata doa setelah itu mereka melanjutkan kesibukan mereka. Mereka tidak mencari Aku.”

Bella bertanya, “TUHAN, apa yang Engkau ingin sampaikan kepada manusia?” TUHAN menjawab, “Bella, sudahkah kamu merenungkan Yeremia 2-4 yang Kuberikan kemarin? Bacalah secara perlahan dan renungkanlah.”

Wisan memohon, “TUHAN, bolehkah Engkau memberikan kami firman-Mu? Please!” “Anak-Ku, bacalah Ibrani 1:12.” Wisan langsung membuka Alkitabnya dan membaca, “seperti jubah akan Engkau gulungkan mereka, dan seperti persalinan mereka akan diubah, tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahun-Mu tidak berkesudahan.”

Pandemi COVID-19 mengubah kehidupan manusia. Kiranya rasa sakit bersalin ini menyadarkan manusia akan betapa manusia telah merusak dunia ini. Kiranya manusia sungguh-sungguh memperbaiki diri, mencari TUHAN dalam keseharian-Nya dan memelihara ciptaan-Nya dengan setia.

Azazel

Min Min sedang bermain dengan boneka dombanya ketika Ming Li, mamanya mengajak dia membaca Alkitab bersama. Sambil menggendong dombanya, Min Min menyimak bacaan Alkitab yang dipimpin mamanya. Setelah selesai berdoa, Min Min bertanya, “Mama, mama (sambil menggendong dombanya erat-erat), apa arti Azazel?” Maka Ming Li menjelaskan…

Harun maupun keturunannya yang menjabat sebagai imam besar harus mempersiapkan dua ekor kambing jantan yang tidak bercacat. Harun harus mengundi menggunakan dua kotak. Kotak yang satu berisi tulisan. “Persembahan untuk TUHAN” dan kotak yang satu lagi berisi tulisan “Untuk Azazel” (Imamat 16:8). Kambing untuk Azazel umumnya dikenal dengan istilah “the scape goat”.

Kambing untuk Azazel yang sudah ditandai dengan tali merah ini akan dibawa dan dilepaskan ke padang gurun - “Harun harus meletakkan kedua tangannya ke atas kepala kambing jantan yang hidup itu dan mengakui di atas kepala kambing itu segala kesalahan orang Israel dan segala pelanggaran mereka, apapun juga dosa mereka; ia harus menanggungkan semuanya itu ke atas kepala kambing jantan itu dan kemudian melepaskannya ke padang gurun dengan perantaraan seseorang yang sudah siap sedia untuk itu” (16:21). Kambing tersebut sebagai simbol menanggung segala kesalahan dan pelanggaran orang Israel. Tali yang berwarna merah akan menjadi putih karena terekpos sinar matahari seperti yang dikatakan oleh nabi Yesaya (1:18).

“Kambing hitam” atau Azazel tersebut harus diasingkan, ditolak, disingkirkan. Kamu sudah mengerti mengapa Tuhan Yesus berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Karena Yesus sedang menanggung dosa sehingga Dia harus mengalami dibuang, dikucilkan, diasingkan, ditolak Bapa yang di sorga. Yesus bagaikan “Azazel” yang dibuang demi kita.” Min Min mengangguk-angguk sambil memegang erat dombanya.

Kitab Ibrani memberitahukan bahwa “tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa” (10:4). “Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal” (Ibr. 9:12).

Dalam peristiwa penyaliban Kristus, kita bagaikan diperlihatkan dua ekor kambing. Kristus yang dikorbankan dan Barabas yang dilepaskan (Mat. 27:15-23). Menarik, bukan?

Setelah selesai mendengarkan penjelasan mamanya, Min Min bertanya, “Mama, mama hari ini kita masak apa?” Ming Li menjawab, “Hari ini kita membuat roti untuk dihadiahkan kepada orang-orang yang membutuhkan makanan. Sore ini, Raymond, kokomu akan mengajak kamu membagikan roti-roti ini.”

TERSERAH

Beberapa waktu yang lalu media diramaikan dengan berita “Indonesia? Terserah!” Tenaga medis telah berjuang keras demi Indonesia, tetapi banyak yang tidak peduli dengan protokol kesehatan. Hal tersebut pasti sangat menimbulkan sakit hati tenaga medis serta orang-orang yang mengharapkan agar Indonesia dapat segera bangkit dari pandemi ini bersama dengan beberapa negara lain yang sudah bangkit dengan The New Normal. COVID-19 dapat dikalahkan, tetapi kedegilan hati? Terserah!!!

Bagaimana jika TUHAN berkata, “Terserah!”? Saudara, dalam Bilangan 14 terdapat kisah di mana TUHAN seolah-olah berkata, “Terserah!” Dari 12 pengintai yang diutus Musa, hanya 2 di antaranya yang percaya bahwa TUHAN akan menyerahkan negeri yang dijanjikan-Nya kepada bangsa Israel. Mayoritas memutuskan untuk memilih seorang pemimpin baru dan kembali ke Mesir. Ketika Yosua dan Kaleb berusaha meyakinkan bangsa Israel bahwa TUHAN pasti akan menepati janji-Nya, orang banyak malah hendak melontari dua orang itu dengan batu (Bil. 14:10).

Maka TUHAN berkata kepada Musa, "Berapa lama lagi bangsa ini menista Aku, dan berapa lama lagi mereka tidak mau percaya kepada-Ku, sekalipun sudah ada segala tanda mujizat yang Kulakukan di tengah-tengah mereka! Aku akan memukul mereka dengan penyakit sampar dan melenyapkan mereka, tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang lebih besar dan lebih kuat dari pada mereka” (Bil. 14:11-12). TUHAN bagaikan berkata, “Terserah!” dan hendak menekan tombol reset.

Namun Musa memahami hati TUHAN sehingga dia memohon pengampunan kepada TUHAN - “Ampunilah kiranya kesalahan bangsa ini sesuai dengan kebesaran kasih setia-Mu, seperti Engkau telah mengampuni bangsa ini mulai dari Mesir sampai ke mari” (Bil. 14:19). Dan TUHAN menjawab Musa, ”Aku mengampuninya sesuai dengan permintaanmu“ (Bil. 14:20).

Namun TUHAN menegaskan bahwa mereka yang berusia 20 tahun ke atas tidak ada yang dapat memasuki Tanah Perjanjian karena ketidakpercayaan mereka. Perjalanan yang hanya membutuhkan waktu 2-4 minggu pun berubah menjadi 40 tahun. TUHAN sampai mengatakan kepada bangsa Israel yang keras hati itu, “Supaya kamu tahu rasanya” (Bil. 14:34).

Dengan teguran dari TUHAN, apakah mereka sudah menyadari kesalahan mereka? Mereka berkata, "Sekarang kita hendak maju ke negeri yang difirmankan TUHAN itu; memang kita telah berbuat dosa” (Bil. 14:40). Ya mereka menyadari, tetapi mereka kembali menyakiti hati TUHAN dengan pelangggaran berikutnya. Meskipun Musa berkata, “Janganlah maju, sebab TUHAN tidak ada di tengah-tengahmu, supaya jangan kamu dikalahkan oleh musuhmu, …sebab kamu berbalik membelakangi TUHAN, maka TUHAN tidak akan menyertai kamu” (Bil. 14:42-43). Mereka melakukan “double mistakes”. Nah, di sini TUHAN bagaikan kembali berkata, “Terserah!” karena mereka tidak mau mendengarkan perintah TUHAN, mereka diserang orang Amalek habis-habisan (Bil. 14:45). Menolak mendengarkan TUHAN adalah kebodohan. Hikmat TUHAN berkata, “Oleh sebab itu, hai anak-anak, dengarkanlah aku, karena BERBAHAGIALAH mereka yang MEMELIHARA jalan-jalanku” (Amsal 8:32).

BAGAIKAN SEORANG ANAK KECIL

Viona Shi berjalan di atas salju, itu merupakan pengalaman pertama dalam hidupnya. Salju yang berwarna putih sangat menarik perhatiannya. Tiba-tiba dia melihat seekor kelinci putih berukuran besar (sekitar 1 meter. tingginya). Viona merasa heran karena dia belum pernah melihat kelinci sebesar itu. Dia juga melihat banyaknya telur paskah berukuran besar. Dia baru menyadari bahwa Hari Paskah sudah dekat. Dengan penuh sukacita dia berlari bermain dengan kelinci putih besar tersebut, sambil berlari mengitari telur-telur paskah. Viona melihat Kristus tersenyum kepadanya sambil duduk di atas sebuah batu besar. Viona kecil tersenyum kembali dan dia melompat-lompat gembira bersama kelinci tersebut. Dia merasa aman di bawah pengawasan Kristus. Setelah bermain, Kristus memanggil Viona untuk membaca 1 Yohanes 3. Kemudian Kristus menyentuh kepala Viona dengan lembut sambil memberkati dirinya.

Viona membaca, “kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya” (1 Yoh. 3:2). Viona bersukacita karena firman TUHAN menegaskan bahwa dia “sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup” (1 Yoh. 3:14). Membaca ayat 17 yang berbunyi “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?”, Viona langsung menyiapkan 5 biji telur, 1 kg beras, dan satu bungkus biskuit, lalu memesan Gofood. Ketika Ojol tiba dengan pesanan, Viona langsung menghadiahkan apa yang baru dia persiapkan kepada supir Ojol tersebut. Hati Viona dipenuhi dengan sukacita. Viona jadi mengerti mengapa dia “mempunyai keberanian percaya untuk MENDEKATI ALLAH” (1 Yoh. 3:21). Viona berdoa kiranya TUHAN memelihara setiap orang terutama pada masa yang sulit ini. Viona percaya bahwa Allah ada di dalam dia melalui Roh yang telah Ia karuniakan kepadanya (1 Yoh. 3:24).

Saya percaya setiap kita sangat sedih menyaksikan penderitaan akibat pandemik COVID-19 ini. Mungkin banyak yang merasa heran mengapa umumnya anak-anak tidak terinfeksi COVID-19. Memang ada anak-yang terinfeksi, tetapi persentasenya sangat kecil. Saya percaya para ahli akan melakukan lebih banyak penelitian untuk mencari tahu penyebab mengapa COVID-19 sepertinya tidak mengincar anak-anak.

Saya jadi teringat akan firman-Nya, “Sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak. akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat. 18:3). Menjadi seperti anak-anak bukan berarti menjadi kekanak-kanakan, tetapi mempunyai karakter yang tulus dan polos di hadapan-Nya.

BELAJAR DARI NEHEMIA

Berita korban pandemi COVID-19 yang bertambah dari hari ke hari membuat hati kita sedih. Belum lagi berita tentang semakin banyaknya orang yang mengalami pemutusan hubungan kerja, kehilangan penghasilan dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Berita buruk sungguh memberatkan hati. Nehemia juga menerima berita buruk dari Yerusalem saat dia bekerja sebagai seorang juru minuman raja. Nehemia memilih untuk berdoa puasa (1:4).

Dalam doanya Nehemia percaya akan kuasa TUHAN serta berpegang pada kesetiaan-Nya dalam memegang janji-Nya (1:5). Nehemia berdoa siang dan malam bagi bangsanya. (1:6). Dia mengaku dosa dan memohon pengampunan dosa dari TUHAN. Di dalam doanya, dia mengingat akan janji TUHAN kepada nenek moyang bangsanya (1:8-9).

Teladan Nehemia mengajarkan kita akan pentingnya doa, pengakuan dosa serta mempelajari firman-Nya. Firman TUHAN merupakan fondasi penting dalam berelasi dengan-Nya. Kita belajar bagaimana berelasi dengan TUHAN dari firman-Nya. Kita belajar mengenal dan terhubung dengan hati-Nya juga melalui firman-Nya.

SUPAYA KAMU BERBAHAGIA

Pernahkah Anda menyampaikan sesuatu yang sangat penting, tetapi tidak ada yang mau mendengarkan dan memperhatikan? Apa perasaanmu jika Anda meminta orang-orang mengenakan masker, sering menyuci tangan dan menjaga jarak, tetapi Anda tidak didengar?

TUHAN pernah memperingatkan bangsa Yehuda, “Terimalah penghajaran, hai Yerusalem, supaya Aku jangan menarik diri dari padamu, supaya Aku jangan membuat engkau sunyi sepi” (Yer. 6:8). Namun “mereka tidak dapat mendengar!…Mereka tidak menyukaimya!” (Yer. 6:10). Bangsa Yehuda menghiraukan TUHAN, mereka mengejar keuntungan pribadi dan mencari damai sejahtera palsu (Yer. 6:14).

TUHAN menawarkan jalan keluar agar mereka mendapatkan ketenangan (Yer. 6:16), tetapi mereka berkata, “Kami tidak mau menempuhnya!” (Yer. 6:16b). TUHAN memberikan petunjuk, tetapi mereka berkata, “Kami tidak mau memperhatikannya!” (Yer. 6:17). TUHAN sampai mengatakan, “mereka tidak memperhatikan perkataan-perkataan-Ku dan menolak pengajaran-Ku” (Yer. 6:19). “Sebab itu, katakanlah kepada mereka: Inilah bangsa yang tidak mau mendengarkan suara TUHAN, Allah mereka, dan yang tidak mau menerima penghajaran! Ketulusan mereka sudah lenyap, sudah hapus dari mulut mereka” (Yer. 7:28).

TUHAN memberikan solusi kepada mereka, “Perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu, MAKA AKU MAU DIAM BERSAMA-SAMA KAMU DI TEMPAT INI” (Yer. 7:3). “Jika kamu sungguh-sungguh melaksanakan KEADILAN…tidak menindas orang asing, yatim dan janda, tidak menumpahkan darah orang yang tak bersalah…MAKA AKU MAU DIAM BERSAMA-SAMA KAMU DI TEMPAT INI” (Yer. 7:7).

Keadilan sosial mendapatkan porsi penting dalam Alkitab. Yakni keadilan yang berlandaskan pada gambar Allah pada diri manusia. Sebagai penyandang gambar Allah, setiap kita dipanggil untuk mengasihi sesama dan menyediakan kebutuhan sesama, terutama dalam situasi sulit seperti sekarang ini. Setiap kita dipanggil untuk berperan serta dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada sesama.

TUHAN berkata, “Dengarkanlah suara-Ku, maka Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku, dan ikutilah seluruh jalan yang Kuperintahkan kepadamu, supaya kamu berbahagia!” (Yeremia 7:23).

BELAJAR DARI BURUNG

Dalam bacaan yang singkat (Matius 6:25-34), empat kali Yesus mengatakan “Jangan kamu kuatir!” Orang banyak pada zaman Yesus bergumul dengan kebutuhan hidup seperti makanan dan pakaian. Sedangkan umumnya orang zaman sekarang lebih menguatirkan tidak bisa makan enak dan berpakaian keren.

Yesus tidak hanya mengatakan “Jangan Khawatir!”, tetapi Dia memberikan alasan mengapa kita tidak perlu khawatir. Pertama, TUHAN adalah TUAN atas hidupmu (Mat. 6:24). TUHAN adalah Bapamu yang di sorga (Mat. 6:26). Percaya bahwa TUHAN adalah TUAN atas hidupmu berarti percaya Dia memegang kendali atas hidupmu. Percaya bahwa TUHAN adalah Bapamu berarti berserah pada pemeliharaan dan kasih sayang-Nya.

TUHAN mengatakan, “Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? (Mat. 6:26). Pernahkah Saudara melihat burung yang sangat mengkhawatirkan hidupnya ketika dia sedang bertengger di pohon? Burung-burung tidak khawatir, juga tidak bermalas-malasan. Burung-burng tidak mengkhawatirkan wabah virus Corona. Burung-burung tidak mengkhawatirkan masa depan mereka karena BAPAMU (bukan bapa mereka) memelihara mereka. Bukankah kita LEBIH BERHARGA daripada burung-burung itu karena kita adalah anak-anak Bapa yang di sorga?

Kedua, kekhawatiran kita tidak mendatangkan manfaat. “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” (Mat. 6:27). Kekhawatiran kita tidak memperpanjang hidup kita.

Kita mengkhawatirkan banyak hal dalam hidup ini. Kita mengkhawatirkan perekonomian, tinggi badan dan berat badan kita, menu makan kita. Kita tidak bisa berhenti khawatir. Kita sepertinya menderita wabah penyakit yang memperpanjang daftar kekhawatiran kita. Kita selalu merasa bahwa kita harus memegang kendali, kita dapat baru berhenti khawatir. Namun yang TUHAN inginkan adalah kita memercayakan hidup kita kepada-Nya. Biarlah TUAN dan Bapa kita memegang kendali hidup kita.

Ketiga, arahkan perhatianmu kepada TUHAN! Kekhawatiran muncul karena kita berfokus dan berpusat pada diri kita. TUHAN memberikan solusi terhadap kekhawatiran, yaktu arahkan hati kepadanya dan memprioritaskan Kerajaan-Nya. God demands a full and complete surrender.

Keempat, berdoalah! Firman TUHAN mengatakan, “Janganlah khawatir akan hidupmu!” (Mat. 6:25). Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur (Filipi 4:6). Singkat kata, Janganlah kamu khawatir, tetapi berdoalah!

MEMINJAM PALU THOR

Penculikan, perdagangan manusia, perampokan dan kejahatan lainnya membuat kita geram. Kalau dimungkinkan, kita pinjam palu Thor untuk menghajar para pelaku kejahatan.

Penonton senang ketika menyaksikan keadilan ditegakkan, menyaksikan seorang mantan CIA, Bryan Mills (Liam Neeson) mengobrak-abrik sarang mafia Albania yang menculik dan memperdagangkan perempuan (Taken). Atau ketika Robert McCall (Denzel Washington), seorang mantan Defense Intelligence Agency menghajar para mafia Rusia yang mempekerjakan gadis remaja sebagai wanita penghibur.

Nahum (artinya: penghiburan) adalah sebuah kitab yang bernubuat tentang kejatuhan Asyur. Nah, jika kita adalah orang Yehuda atau orang-orang yang mengalami penindasan oleh kerajaan Asyur, kita akan sangat berharap nubuat kitab Nahum dapat segera terjadi.

Sekitar tahun 760 SM, TUHAN mengutus Yunus ke Niniwe, ibukota Asyur. Setelah mendengarkan, Yunus mereka bertobat. Namun sekitar seratus tahun kemudian, Asyur kembali ke kejahatan mereka. Jika Yunus adalah film serial, maka Nahum merupakan sekuel dari Yunus. Kitab Yunus berisi tentang pengampunan TUHAN (sekitar 800 SM), sedangkan kitab Nahum tentang penghakiman TUHAN (sekitar 650 SM).

Asyur tertarik dengan Yehuda karena letak geografis mereka yang strategis. Raja Hizkia memberontak terhadap Asyur serta memperkuat benteng Yerusalem (2 Taw. 32:5) mengantisipasi serangan Asyur.

Asyur dikenal sebagai teroris masa lalu. Dengan keyakinan mengandalkan kuasa para dewa, kerajaan Asyur menyerang dan mengalahkan banyak bangsa. Asyur terkenal dengan kesadisan mereka. Ketika menaklukkan sebuah kota, mereka membakar kota tersebut hingga ke fondasinya menyebabkan kota tersebut sulit dibangun kembali. Mereka juga mendeportasi mayoritas orang yang mereka taklukkan ke wilayah yang berbeda untuk mengantisipasi pemberontakan terhadap kerajaan Asyur di kemudian hari. Mereka memotong hidung, telinga, tangan, kaki atau mencungkil mata anggota militer yang mereka kalahkan. Mereka memenggal kepala dan menggantungkannya di pohon sebagai bentuk “warning” buat yang lain. Mereka sering mengirim pesan yang menakutkan ke negeri yang akan mereka serang. Dengan kata lain, mereka mengirim teror sebelum mendatangkan serangan militer.

Nahum adalah orang Elkosh (1:1). Kita tidak tahu Elkosh itu mana, tetapi sebagian orang percaya bahwa Elkosh itu adalah nama kuno dari Kapernaum. Nahum menyebut kejatuhan kota Amon atau Tebe (3:8) yang terjadi pada tahun 663 SM. Nahum bernubuat tentang kejatuhan Niniwe. Kota yang didirikan oleh Nimrod ini (Kej. 10:8-12) kemudian dihancurkan pada tahun 612 SM. Hal ini berarti Nahum berkhotbah di antara tahun 663-612 SM.

TUHAN berfirman, “Kehangatan amarah-Nya tercurah” (1:6). “Celakalah kota penumpah darah itu!” (3:1). TUHAN akan melenyapkan mereka dengan banyak kematian - “Tidak habis-habisnya mayat-mayat, orang tersandung jatuh pada mayat-mayat!” (3:3). “Ninewe sudah rusak! Siapakah yang akan meratapi dia?” (3:7). “Tiada pengobatan untuk cederamu, lukamu tidak tersembuhkan” (3:19). Sesuai dengan nubuat Nahum (1:14), raja Sennacherib dibunuh oleh dua putranya ketika dia sedang beribadah.

Kita ketahui dari Nahum bahwa “TUHAN itu panjang sabar” (1:3). “TUHAN itu baik” (1:7). Namun Dia bukan TUHAN yang lemah yang membiarkan kejahatan terus merajalela. TUHAN adalah Raja atas semesta. Raja yang kuat dan Mahakuasa. Percayakah Saudara kepada-Nya?

KETENANGAN HATI DI TENGAH PANDEMI

Krisis psikologis telah menjadi sebuah wabah dalam pandemi COVID-19 ini. Karena isolasi mandiri yang berkepanjangan, ketakutan menjadi sakit, kepedihan melihat anggota keluarga atau saudara yang sedang dirawat di ruang ICU, kekhawatiran bahkan kecemasan terhadap keterpurukan perekonomian global.

Berita-berita di media dan yang disebarkan melalui media seperti Whatsapp dan Facebook cenderung bersifat negatif. Media sosial yang cenderung berfokus pada berita-berita negatif meningkatkan kecemasan bagi penerima. Semoga media dapat memilih Constructive journalism atau solutional constructive reporting yang berfokus pada berita yang memberitakan solusi. Berita-berita yang berfokus pada perjuangan kemanusiaan dan nilai-nilai positif.

Solitusi dan keheningan merupakan solusi penting untuk mendapatkan ketenangan jiwa. Kiranya kita juga berkata “Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku” (Mazmur 62:2). Kini kesempatan kita untuk belajar bersolitusi untuk memperoleh istirahat di dalam TUHAN (restedness).

KEMBALILAH!

Tuhan berkata, “Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin” (Yer. 2:2).

Ketika kita baru percaya kepada TUHAN, kita sangat bersemangat mencari Dia seperti orang yang baru berpacaran. Namun kasih kita pada masa muda kitapun kian hari kian pudar. Kita tidak mencari TUHAN (Yer. 2:6), dan para pendetapun tidak (Yer. 2:8).

TUHAN mengatakan, “umat-Ku menukarkan kemuliaannya dengan apa yang tidak berguna” (Yer. 2:11). TUHAN menegaskan bahwa kita menghabiskan banyak waktu mengerjakan yang tidak berguna. Kita sibuk mengisi air, padahal kolam kita bocor (Yer. 2:13). Kita sibuk mengejar kesia-siaan.

Ketika TUHAN menasihati, kita malah menjawab, “Percuma saja! Percuma!” (Yer. 2:25). Ketika TUHAN menegur, kita menjawab, “Aku tidak bersalah! …Aku tidak berdosa!” (Yer. 2:35). Dalam kesedihan-Nya, TUHAN bertanya, “Bukankah baru saja engkau memanggil Aku: Bapaku!?” (Yer. 3:4). Sehingga TUHAN berkata, “Kejahatanmu akan menghajar engkau” (Yer. 2:19). Engkau yang adalah “pokok anggur pilihan”, kini menjadi “pohon berbau busuk” (Yer. 2:21).

Cuci tangan dengan sabun selama 20 detik dapat menghancurkan virus corona, tetapi “sekalipun engkau. mencuci dirimu dengan. air abu, dan dengan banyak sabun, namun noda kesalahanmu tetap ada di depan mata-Ku” (Yer. 2:22).

TUHAN berkata, “Pikir-Ku: Sesudah melakukan semuanya ini, ia akan kembali kepada-Ku, tetapi ia tidak kembali” (Yer. 3:7). Sekalipun kita kembali, kita tidak kembali dengan tulus, melainkan dengan berpura-pura (Yer. 3:10).

TUHAN menegaskan bahwa Dia tidak akan murka selamanya, jika kita mengakui kesalahan kita (Yer. 3:12-13). Namun kita tidak mau mendengarkan suara-Nya (Yer. 3:13) dan malah memilih kebodohan (Yer. 4:22) serta membanggakan diri dengan kekayaan dan perhiasan untuk menarik perhatian orang. Sia-sia, kita mempercantik diri kita (Yer. 4:30). Kita akan dipermalukan karena “kita tidak mendengarkan suara TUHAN, Allah kita” (Yer. 3:23). “Seluruh negeri ini akan menjadi sunyi sepi” (Yer. 4:27).

Berulangkali TUHAN berseru, “Kembalilah!” (Yer. 3:14), anak-anak-Ku! Ikutlah Aku! (Yer. 3:19b). Aku akan “mengangkat gembala-gembala yang sesuai dengan hati-Ku” (Yer. 3:15) “Aku akan menyembuhkan engkau” (Yer. 3:22). “Lilitlah kain kabung, menangis dan merataplah sebab murka TUHAN yang menyala-nyala tidak surut dari pada kita” (Yer. 4:8). Kembalilah kepada-Ku! (Yer. 4:1). Bersihkanlah hatimu! (Yer. 4:14). Kembalilah!

MERATAPLAH!

Apa yang membuat Anda menangis? Apakah Anda pernah menangisi kejahtan dan kekerasan hati manusia di muka bumi? Pernahkah Anda menangis penderitaan manusia dan makhluk ciptaan Allah?

Yesus menangis! (Yoh. 11:35). Yesus bagaikan raja Daud yang meratap untuk Saul dan Yonatan - “Daud menanyikan nyanyian RATAPAN ini karena Saul dan Yonatan anaknya” (2 Sam. 2:17). Daud mengarang sebuah nyanyian untuk meratapi Saul dan Yonatan. Padahal Saul mempunyai misi pribadi, yaitu melenyapkan Daud. Saul berungkali berusaha untuk menancapkan Daud ke dinding dengan tombaknya. Sepertinya Saul hanya mempunyai satu agenda utama dalam hidupnya, yaitu membunuh dirinya. Meskipun demikian, Daud meratapi Saul dan Yonatan, sahabat karibnya.

Yesus menangis (Yoh. 11:35) bukan karena kematian Lazarus, tetapi karena kesedihan Martha dan Maria. Yesus menangis juga karena kekerasan hati atau kebutaan rohani umat-Nya. Sebab setelah peristiwa kebangkitan Lazarus, para pemuka agama bermufakat untuk membunuh Dia (Yoh. 11:53). Dia menangis (Luk. 19:41) karena mereka tidak percaya kepada-Nya (Yoh. 11:37). Apakah Anda menangis bersama Kristus?

TANDA T

Apakah Saudara masih ingat ibadah Rabu Abu yang kita selenggarakan pada tanggal 26 Februari 2020? Pada saat itu, SARS COV-2 sudah mulai menyebar ke beberapa negara, termasuk tetangga kita, Singapura. Namun pada saat itu, SARS COV-2 belum menjadi sebuah pandemik.

Dalam Ibadah Rabu Abu, dahi kita dibubuhi tanda salib atau tanda T yang digambarkan di Yehezkiel 9:4 yang berbunyi, “tulislah hurut T pada dahi orang-orang yang berkeluh kesah.” Yehezkiel adalah seorang imam yang menyaksikan serangan militer Babel terhadap Yerusalem. Dia termasuk salah satu orang yang ditangkap dan dibuang ke Babel. Di Babel, TUHAN memberikan visi dan firman-Nya untuk menegur orang-orang Yehuda. Melalui Yehezkiel TUHAN berseru agar Yehuda bertobat, tetapi Yehuda menolak bertobat sehingga serangan kedua dari Babel sungguh menghancurkan Yerusalem, sebab Roh TUHAN telah meninggalkan Yerusalem. Karena Yehuda menolak bersandar pada TUHAN. Mereka memilih bersandar pada kerajaan Mesir dan Tirus pada masa itu.

Perhatikan perkataan TUHAN melalui Yehezkiel, “Aku akan membalaskan kepadamu segala perbuatanmu yang keji” (7:3). “Aku akan mencurahkan amarah-Ku” (7:8). Bisnis atau perdagangan akan berhenti (7:13) karena peperangan, wabah penyakit dan kelaparan (7:15). Orang-orang hidup dalam ketakutan (7:17). TUHAN berfirman, “Emas dan peraknya tidak akan dapat menyelamatkan mereka pada hari kemurkaan TUHAN” (7:19).

Firman TUHAN kepada Yehezkiel, “tulislah hurut T pada dahi orang-orang yang berkeluh kesah” (Yeh. 9:4) “Semua orang yang ditandai dengan huruf T itu, jangan singgung!” (Yeh. 9:6) alias jangan disentuh.

Jika direnungkan, sangat indah bukan sebab TUHAN memperkenankan kita beribadah pada Rabu Abu sebelum kita memasuki masa Ibadah Online? Tanda “T” di dahi kita mengingatkan kita betapa pentingnya kita hidup benar di hadapan TUHAN. Tanda “T” juga mengingatkan bahwa kita milik TUHAN. Hal ini menunjukkan betapa kita sangat berharga bagi TUHAN. Kita dimateraikan oleh Roh Kudus di mana Roh Kudus sebagai jaminan yang menjadikan kita milik Allah (Efesus 1:14). Maukah Saudara mengucap syukur karena Saudara adalah milik Allah?

TIDAK ADA YANG PEDULI

Peningkatan kejahatan membuat orang tidak peduli pada orang-orang benar, sebab mereka dianggap sebagai orang-orang yang menyebalkan, atau setidaknya tidak dibutuhkan.

Yesaya 57:1-7 berkata, “Orang benar binasa, dan tidak ada seorangpun yang memperhatikannya; orang-orang saleh tercabut nyawanya, dan tidak ada seorangpun yang mengindahkannya; sungguh, karena merajalelanya kejahatan, tercabutlah nyawa orang benar dan ia masuk ke TEMPAT DAMAI; orang-orang yang hidup dengan lurus hati mendapat PERHENTIAN di atas tempat tidurnya.”

Sebagai contoh, pada masa pemerintahan Adolf Hitler, orang-orang yang memberanikan diri melawan sang penguaasa tersebut dilenyapkan. Tidak seorangpun yang memperhatikan mereka karena kejahatan rezim Hitler merajalela.

TUHAN menegur orang-orang Yehuda bahwa Meskipun dalam kejahatannya mereka menjadi lelah, mereka tetap meyakini bahwa mereka memperoleh kekuatan baru (Yes. 57:10). Mereka lebih suka dengan jalan yang mereka pilih dengan hati mereka (Yes. 57:17b). TUHAN menegaskan, “Aku akan menghajar dia, menyembunyikan wajah-Ku dan murka” (Yes. 57:17). Setelah menghajar mereka, TUHAN berjanji, “Aku akan menyembuhkan dia!” (Yes. 57:9)

DIRENDAHKAN PENYAKIT

Daniel Pasal 4 mengisahkan Raja Nebukadnezar adalah seorang yang sangat berhasil. Sebagai negara adidaya saat itu, bangsa-bangsa takut sama dia. Kekuatan militernya ditakuti. Proyek pembangunannya sangat dikagumi. TUHAN memperingatkan Nebukadnezar akan kesombonganya melalui mimpi. Daniel juga mengartikan mimpinya kepada Nebukadnezar dengan nasihat untuk tidak menjadi sombong. Namun baru lewat setahun, Nebudkadnezar sudah lupa akan peringatan tersebut dan dia menjadi sombong. TUHAN menghukum Nebukadnezar sehingga dia menjadi sakit jiwa selama 7 tahun.

Daniel Pasal 3 mengisahkan 3 pemuda yang bekerja di bawah penguasa Babel, raja Nebukadnezar. Setiap orang di bawah pemerintahan Babel harus sujud menyembah kepada patung emas yang tinggi yang merupakan simbol kesuksesan Nebukadnezar. Barangsiapa yang menolak menyembahnya akan dihukum mati dengan dilemparkan ke dalam perapian. Tiga pemuda tersebut menolak sujud menyembah patung tersebut meskipun mereka setia pada Nebukadnezar. Mereka hari-hari bekerja dengan berintegritas di bawah pemerintahan raja Babel, tetapi mereka tidak memuja kesuksesannya. Orang-orang yang iri hati dengan tiga pemuda tersebut, memanfaatkan kesempataan ini untuk menyingkirkan mereka. Mereka melaporkan ketidaktaatan tiga pemuda ini sehingga mereka dibawa ke hadapan raja. Nebukadnezzar ingin memberikan mereka kesempatan kedua karena dia sangat sayang pada mereka. Namun tiga pemuda ini menyampaikan dengan yakin bahwa mereka percaya TUHAN sanggup melepaskan mereka dari bahaya tersebut. Namun sekalipun tidak, mereka memilih mati. Iman mereka kepada TUHAN, tidak demi keuntungan diri. Mereka tetap percaya kepada TUHAN sekalipun Dia tidak menyelamatkan mereka dari kematian. Kesombongan Nebekadnezar melahirkan kesombongan orang-orang yang bekerja baginya. Orang- orang itu berusaha meningkatkan kesombongan Nebukadnezzar dengan mengangkat dan meninggikannya sehingga dia merasa sangat tersanjung.

Dunia bangga dengan kemajuan militernya, kecanggihan teknologi dan pertumbuhan perekonomian. Dunia yang menjunjung tinggi kesombongan. Namun virus yang kecil yang tidak kasat mata dapat melumpuhkan perekonomian dunia. Wabah COVID-19 menunjukkan betapa rapuhnya kehidupan manusia. Pandemik Covid-19 menundukkan manusia. Kiranya manusia menyadari bahwa dirinya hanyalah debu tanah. Tidak ada yang perlu dibanggakan. Sebaliknya, manusia memiliki tanggungjawab terhadap sesama dan seluruh ciptaan.

MOLOKH MODERN

Yehuda berpaling melawan TUHAN. Mereka sudah mengadopsi dan menikmati kebiasaan hidup orang-orang Kanaan. Mereka mempersembahkan anak-anak mereka kepada Molokh dengan membakar atau menyembelih anak bayi (Yes. 57:9). Mereka mengunjungi kuil-kuil untuk bersetubuh dengan perempuan-perempuan yang bertugas di sana untuk menyenangkan dewa-dewa mereka. Mereka juga menikmati ramalan dari orang-orang yang memanfaatkan arwah-arwah dan roh-roh peramal.

Molokh pada zaman sekarang bukan lagi dewa bertanduk yang dipajang di tempat umum. Molokh zaman sekarang sangat beragam bentuknya; dari predator seks terhadap anak, orang-orang yang menjadikan anak-anak sebagai alat pencari uang, para peadofil, pornografi anak, pelecehan seksual maupun orangtua yang menelantar anak-anaknya.

Anak-anak tidak mampu melindungi diri. Mereka. sering menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Mereka juga menjadi korban pelampiasan emosi orangtua mereka. Ketika orangtua mereka sedang dalam bad mood, menerima menerimaan pelakukan kasar berupa kata-kata tajam yang sangat menusuk dan merendahkan.

Padahal TUHAN sudah melarang keras kebiasaan ini (Imamat 20). Dengan tegas TUHAN telah mengatakan, “Janganlah kamu hidup menuruti kebiasaan bangsa yang akan Kuhalau dari depanmu, karena semuanya itu telah dilakukan mereka, sehingga Aku muak melihat mereka” (Im. 20:23). Mereka malah meniru gaya hidup orang-orang Kanaan.

Saudara, selama anak-anak mendapatkan kesempatan untuk belajar di rumah karena pandemi COVID-19, sayangilah mereka lebih banyak. Mentorilah mereka! Saudara tidak selau mendapatkan kesempatan seperti ini.

KEJAHATAN MENINGKAT!

Sambil menikmati soto masakan mama, Brenda bertanya pada akongnya, “Kong, tadi saya melihat Franky nakal, dia menendang anjing kecil Sudiono. Fikian mengejar Franky dengan rotan di tangannya. Willy, Akong Brenda berkata, “Nda, dunia ini mengalami eskalasi kejahatan.

Setelah Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, kejahatan mengalami peningkatan dan mendunia. Kain membunuh Habel karena irihati. Lamekh, keturunan Kain membanggakan diri kepada kedua istrinya setelah membunuh seorang pemuda. Kejahatan manusia terus meningkat, “..Kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata” (Kej. 6:5).

Sebenarnya, dunia juga sedang dilanda epidemi pornografi. Pada tanggal 11 April 2020 Channel News Asia menyiarkan peningkatan kejahatan pornografi non-consensual di Singapura. Ketersediaan kamera kecil meningkatkan kejahatan pengambilan video di tempat-tempat umum seperti toilet umum, kamar pas (fitting room), maupun kamar hotel. Setiap wanita perlu lebih hati-hati ketika menggunakan tempat-tempat umum untuk menghindari video yang tidak dikehendaki kemudian menjadi viral di medsos.

Bernard Marr dalam artikelnya di situs Forbes menyampaikan bahwa teknologi internet telah menghubungkan hampir segala sesuatu - mobil, televisi, jam tangan, peralatan dapur secara online. Kecanggihan teknologi internet juga menghadirkan jenis peperangan baru. Dari pencurian data pribadi, data perbankan hingga pencurian informasi rahasia negara. Sejumlah hackers duduk di depan layar datar dapat merusak atua mengacaukan sistem komunikasi, keuangan pemerintah. maupun pengambilan keputusan negara. Mungkin film Live Free or Die Hard (2007) merupakan versi ekstrimnya.

Penggunaan robot yang digerakkan Artificial Intelligence (AI) untuk kehidupan sehari-hari maupun pertahanan keamanan akan menjadi suatu normalitas. Mungkin film i-Robot ingin menggambarkan potensi bahaya AI di masa depan.

Smartphone-hijacking juga mengalami peningkatan. Hijacker tidak hanya bisa mengakses foto, video, email dan text messages, ia juga bisa. mengakses mobile-banking korbannya. Kiranya Saudara lebih berhati-hati dalam menggunakan smartphonemu.

Firman TUHAN mengingatkan, ”Celakalah mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan menjadi terang dan terang menjadi kegelapan, yang mengubah pahit menjadi manis, dan manis menjadi pahit. Celakalah mereka yang memandang dirinya bijaksana, yang menganggap dirinya pintar!” (Yesaya 5:20-21).

Akong melanjutkan, “Singkat kata, celakalah orang yang memutarbalikkan kebenaran dan menganggap dirinya pintar.”

KITAB IMAMAT & COVID-19?

Kitab Imamat mengajarkan kekudusan TUHAN dan pentingnya peran imam dalam memelihara kekudusan (Im. 10:10) serta mengajar segala ketetapan-Nya (Im. 10:11).  Kitab Imamat juga menunjukkan bahwa TUHAN adalah Sang Pemilik. Dia adalah Pemilik atas tanah (Im. 25:23) dan segala hasil tanaman (Im. 27:30), bahkan seluruh bumi adalah milik-Nya (Mzm. 24). TUHAN mengingini setiap kita menjadi “hamba-hamba-Nya” (Im. 25:55). Dengan kata lain, kita harus memberi pertanggungjawaban kepada Sang Pemilik atas bagaimana kita mengurus tanah (Im.25:2).

TUHAN melarang umat-Nya menindas orang miskin dan orang asing, sebaliknya memelihara mereka dengan menyediakan makanan untuk mereka (Im. 19:10; 23:22) serta mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Im. 19:18).

Ketika orang-orang bertanya, “Bagaimana kami dapat bertahan hidup jika tanah harus diistirahatkan pada tahun ketujuh?” TUHAN menyampaikan bahwa Dia akan menyediakan makanan untuk memenuhi kebutuhan tiga tahun pada tahun ke-6 (Im. 25:20-21). Menarik, bukan?

Dengan keras, TUHAN melarang umat-Nya untuk mengikuti gaya hidup orang-orang Kanaan (Im. 18 & 20). Dengan tegas, Dia memperingatkan, “Janganlah kamu hidup menurut kebiasaan mereka” (Im. 18:3), moralitas mereka yang bobrok (Im. 18:6-20), mengorbankan anak bayi kepada dewa Molokh (Im. 18:21), dan berhubungan intim dengan binatang (Im.18:23). TUHAN juga melarang keras praktek ramalan dengan arwah dan roh-roh (Im. 20:6). “Sebab dengan semuanya itu bangsa-bangsa yang akan Kuhalaukan dari depanmu telah menjadi najis” (Im. 18:24).

TUHAN menegaskan, “Jika kamu tidak mendengarkan Daku (Im. 26:1), Aku akan mendatangkan kekejutan atasmu, BATUK KERING, serta DEMAM… (Im. 26:16). Jalan-jalanmu menjadi SUNYI (Im. 26:22), “Aku akan melepas PENYAKIT SAMPAR (Im. 26:25), Aku memusnahkan PERSEDIAAN MAKANANMU (Im. 26:26), “Aku akan mendatangkan KECEMASAN ke dalam hati mereka” (Im. 26:36). Wabah penyakit, krisis makanan dan kecemasan (anxiety).

Bagaimana jika kita telah gagal dalam menjalani tugas kita? Kuncinya adalah ”mengakui kesalahan” (Im. 26:40). Kiranya kita memperbaiki diri dalam hal mengurus ciptaan-Nya. Kitab imamat bagaikan sebuah cermin untuk setiap kita. Apakah kita sudah mengurus MILIK TUHAN dengan baik atau kita justru telah menjadikannya sebagai milik kita pribadi? Sudahkah kita menghargai sesama manusia sebagai penyandang gambar Allah, atau kita telah merendahkan sesama terutama orang miskin dan orang asing?

Kitab Imamat mengundang kita untuk memeriksa diri di tengah pandemi SARS CoV-2 ini. Kitab ini juga mengundang. kita. untuk. berpartisipasi dengan Allah dalam pelayanan kemanusiaan, yakni menyediakan makanan bagi sesama dan perlengkapan APD maupun vitamin untuk tenaga medis yang sedang merawat pasien COVID-19.

LEDAKAN EMOSI ALLAH?

Sambil mengunyah roti buatan Siska, Malemmita bertanya, “Cece, mengapa mama selalu marah-marah yah? Apakah TUHAN juga sering marah-marah seperti mama?” Siska mengambil posisi duduk santai, sambil meneguk secangkir expresso, lalu menjelaskan…

Apakah Allah mengalami ledakan emosi? Murka Allah bukan gejolak emosi Allah. Dua pandangan yang biasanya diterima umum adalah, pertama Allah selalu murka. Yang kedua, Allah tidak murka sama sekali karena Allah adalah kasih. Atau ada yang mengatakan bahwa murka Allah hanya milik Perjanjian Lama, dan Allah sudah berubah di Perjanjian Baru. Seriously? Bukankah Kristus murka ketika melihat orang-orang menjadikan Bait Allah sarang penyamun?

Murka Allah terjadi karena kekudusan-Nya tidak dapat menerima dosa. Murka Allah merupakan penolakan Allah terhadap kerusakan dosa (Efesus 5:6). Namun kasih Allah tidak pernah berkurang dalam murka-Nya. Firman TUHAN mengatakan, “Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia?” (Mikha 7:18).

Murka Allah menegakkan keadilan ilahi (Roma 12:19), mencakup didikan (Roma 2:8), menyatakan kesalahan (Ayub 42:7) dan memulihkan (Roma 1:18). TUHAN juga dapat menggunakan pemerintah untuk menyatakan murka-Nya (Roma 13:4). Murka Allah akan ditumpahkan menjelang kedatangan Kristus, "Pergilah dan tumpahkanlah ketujuh cawan murka Allah itu ke atas bumi” (Wahyu 16:1).

Apakah setiap orang yang terinfeksi COVID-19 adalah orang yang sangat berdosa sehingga mereka sedang dihukum Allah? Tidak! Bukan seperti ini cara memahami murka Allah. Murka Allah selalu mencakup didikan dan kasih sayang. TUHAN pernah murka terhadap Musa (Ul. 1:37), Bileam (Bil. 22:22), Uza (1 Taw. 13:10), Israel (2 Raj. 13:3), Yehuda (Ezra 5:12), Asyur (Yes. 10:5-10), Babel (Yer. 50). Nah, contoh kehidupan orang-orang yang hidup di tengah murka Allah, seperti Yeremia, Yehezkiel, Daniel, Ezra, Nehemia dan Ester. Saudara dapat membaca bagaimana TUHAN mencintai dan memelihara anak-anak-Nya sekalipun di tengah murka-Nya.

Nah, bagaimana kita dapat memahami hati Allah dalam pandemi COVID-19 ini? Pertama, spiritualitas atau keagamaan yang munafik menyakiti hatinya. Kedua, konflik keluarga dan kesibukan yang merenggangkan relasi antar anggota keluarga menyakiti hati-Nya. Ketiga, prioritas tinggi pada kesuksesan karier dan bisnis sehingga melalaikan pelayanan kemanusiaan dan merendahkan sesama menyakiti hati-Nya. Keempat, kerusakan bumi akibat keegoisan dan keserakahan perekonomian menyakiti hati-Nya. Kelima, merasa diri sendiri pandai, bijaksana dan merasa tidak membutuhkan TUHAN (self-sufficient) menyakiti hati-Nya. Akhir kata, murka Allah menunjukkan kita apa yang membuat Dia sakit hati (Yer. 25:6). God’s wrath helps us see what breaks His heart.

COVID-19 MURKA ALLAH?

Mengapa TUHAN mengizinkan wabah COVID-19 melanda dunia? Di tengah penderitaan, manusia selalu ingin mengetahui mengapa. Ayub juga ingin mengetahui mengapa dia menderita. Ayub bertanya, “Berapa besar kesalahan dan dosaku? Beritahukanlah kepadaku pelanggaran dan dosaku itu. Mengapa Engkau menyembunyikan wajah-Mu, dan menganggap aku sebagai musuh-Mu?” (Ayub 13:23-24). Namun yang menarik adalah Ayub percaya bahwa sekalipun dia tidak sembuh dari sakitnya dan meninggal dunia, dia dapat berjumpa dengan TUHAN, Penebusnya (Ayub 19:25-27).

Penderitaan di dunia mengingatkan kita akan daya rusak dosa terhadap kehidupan. Penderitaan juga mengingatkan kita akan betapa rapuh dan terbatasnya kehidupan kita. Penderitaan juga mengajarkan tentang cinta. Saya sering mengatakan bahwa kata mengasihi (ç–¼ teng) adalah kata yang juga digunakan untuk “sakit” (ç–¼ teng). Cinta tidak terpisah dengan rasa sakit! TUHAN menjawab pertanyaan TUHAN tentang penderitaan dengan menderita!

Apakah pandemi COVID-19 ini merupakan murka Allah, seperti yang dikatakan nabi Yesaya? “Mari bangsaku, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintumu sesudah engkau masuk, bersembunyilah barang sesaat lamanya, sampai amarah itu berlalu. Sebab sesungguhnya, TUHAN mau keluar dari tempat-Nya untuk menghukum penduduk bumi karena kesalahannya…” (Yes. 26:20-21).

Ketika kita mengatakan bahwa COVID-19 ini merupakan murka Allah, kita mesti menegaskan bahwa bukan berarti setiap orang yang menderita sakit atau meninggal dunia adalah orang-orang yang sangat berdosa sehingga mereka dihukum. Ketika Yesus ditanya apakah orang-orang yang mati dibunuh Pilatus atau mati ditimpa menara adalah orang-orang yang sangat berdosa, Dia menjawab, “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya….Sangkamu kedelapan belas orang yang mati ditimpa menara…lebih besar dosanya….Tidak! Tetapi jikalau kamu tidak bertobat…” (Luk. 13:1-5). Dengan kata lain, Yesus menegaskan bahwa orang yang menderita dan mati bukan karena mereka lebih besar dosanya, tetapi “semua orang berdosa!” Yang seharusnya menjadi perhatian setiap kita adalah pertobatan diri.

Satu hal yang pasti, TUHAN ingin kita memeriksa diri kita. “Periksalah hatimu!” (Rat. 3:39-40). “Perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup” (Ef. 5:15). “Perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu dan dengarkanlah suara TUHAN” (Yer. 26:13). Kita perlu bertanya, “Sudahkah kita mengurus bumi ciptaan TUHAN ini dengan benar?” Apakah kehidupan ibadah kita sudah benar? Sudahkah kita berdoa dengan benar? Apakah prioritas kehidupan kita sudah benar?

TUHAN menjawab penderitaan dunia dengan menderita. Firman TUHAN mengatakan, Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh (Yesaya 53:4-5).

Dosa bagaikan virus yang menyebar cepat. Dosa juga bagaikan virus yang tertanam di dalam DNA kita. Dosa adalah virus yang sangat mematikan! Kristus merupakan vaksin terhadap virus dosa (Roma 6:23). Yesus berkata, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. PERCAYAKAH ENGKAU AKAN HAL INI?” (Yoh. 11:25).

MENJADI PELAJARAN

Pada tahun 2015, Bill Gates pernah mengingatkan dunia bahwa bencana yang menakutkan bukan peperangan tetapi wabah penyakit (TED. Talk). Dia menegaskan bahwa sistem kesehatan dunia tidak siap untuk menghadapi wabah virus. Pada tahun 2018, Bill. Gates menegaskan, “The world needs to prepare for pandemics in the same serious way it prepares for war.” (Busiiness Insider) Namun pemerintah pada umumnya tidak mengganggap ini merupakan sebuah masalah yang perlu dikhawatirkan.

Pada tanggal 28 Februari 2020, Dr. Mike Ryan mengatakan, “Wake up! Get ready! This virus may be on its way, and you need to be ready. You have a duty to your citizens, you have a duty to the world to be ready.” Namun dunia menganggap apa yang dia katakan terlalu membesar-besarkan permasalahan kecil.

Belajar dari SARS, Singapura dan Korea Selatan termasuk negara yang bergerak cepat dalam penanganan wabah COVID-19. Alkitab juga mengajarkan akan pentingnya belajar dari sejarah. Raja Yosafat termasuk orang yang belajar dari sejarah (2 Taw. 20:7). Memahami prinsip belajar dari sejarah, Paulus mengatakan, “Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba” (1 Kor. 10:11).

Pandemi virus Corona mengharuskan orang-orang melakukan isolasi mandiri, karantina mandiri dan menjaga jarak (physical-distancing). Sekitar 3.500 tahun yang lalu, Kitab Taurat menyarankan (7+7) 14 hari karantina diri untuk orang yang diduga menderita penyakit kusta (Imamat 13:4-5) dan melakukan physical-distancing dengan berteriak ”Najis! Najis!” (Im. 13:45) dan melakukan “karantina mandiri” (Im. 13:46).

Pandemi COVID-19 juga mengajar manusia akan pentingnya mencuci tangan dan menjaga kebersihan. Kitab Taurat juga mengajar akan pentingnya cuci tangan dan menjaga kebersihan tubuh dengan “AIR MENGALIR” (Im. 15:13).

Kitab Taurat juga mengedukasi jemaat akan pentingnya menjaga kebersihan seperti mencuci pakaian dan mandi setelah bersentuhan dengan bangkai binatang (Im. 17:15) untuk menghindari penyebaran virus.

Firman TUHAN mengajarkan akan pentingnya belajar dari sejarah. Paulus berkata, “Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk MENJADI PELAJARAN bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci” (Roma 15:4). Ingatlah, segala sesuatu yang terjadi MENJADI PELAJARAN bagi kita!

COVID-19 DAN RASA SAKIT BERSALIN

COVID-19 bukan satu-satunya pandemi yang merenggut banyak nyawa. Dunia pernah mengalami berbagai pandemik yang sangat mengerikan, misalnya, Antonine Plague (165-180) yang merenggut 5 juta jiwa, Plague of Justinian (541-542), 30-50 juta jiwa, Black Death (1347-1351) 200 juta jiwa, cacar (1520), 56 jiwa, Spanish Flu (1918-1919), 40-50 juta jiwa, HIV (1981- sekarang), 25-35 juta jiwa.

Yesus Kristus pernah bernubuat bahwa wabah penyakit memang akan terjadi (Luk. 21:11). Yohanes juga pernah menerima pengwahyuan dari Kristus mengenai hal-hal yang akan terjadi di akhir zaman (Wahyu 6:1-8), di antaranya, kesuksesan perekonomian (penunggang kuda putih yang membawah busur), peperangan (penunggang kuda merah yang membawa pedang), krisis ekonomi (penunggang kuda hitam yang membawa timbangan), wabah penyakit dan kelaparan (penunggang kuda hijau kuning). Sekitar 3000 tahun yang lalu pemazmur telah mengatakan bahwa manusia menerima wabah penyakit karena kekerasaan hatinya (Mazmur 106:15). Para nabi, seperti Habakuk (3:5) dan Yeremia (18:21; 21:6) dan melalui kitab Ratapan (2:20) juga pernah bernubuat tentang wabah penyakit.

Seperti yang dikatakan nabi Yeremia (Rat. 1:4), jalanan, mal, terminal, bandara, tempat-tempat keramaian menjadi sepi. Bahkan umat tidak dapat beribadah di dalam rumah ibadat karena “TUHAN membuang mezbah-Nya, meninggalkan tempat kudus-Nya” (Rat. 2:7).

Apakah Saudara bersedih hati melihat penderitaan dunia akibat COVID-19? Banyak korban berjatuhan, ada banyak yang masih berjuang di ruang ICU mengandalkan ventilator. Ada banyak yang tidak mendapatkan tempat untuk menerima perawatan di rumah sakit. Belum lagi orang-orang yang kehilangan pekerjaan karena telah dirumahkan. Ada yang tabungannya sudah habis untuk membeli makanan sehari-hari. Ada banyak yang hanya duduk diam di rumah sambil menangis sendirian.

Negara-negara dengan sistem kesehatan yang lemah sangat kesulitan menahan penyebaran COVID-19. Misalnya, di kota Guayaquil-Ecuador, ambulan dan mobil jenazah tidak sanggup melayani tingginya angka kematian sehinggaa mayat-mayat ditinggalkan begitu saja. Bahkan ada mayat yang ditaruh depan rumah, di tepi jalan, ditinggalkan di rumah tetangga dan tempat sampah.

Saya percaya Saudara menangis meratapi kondisi dunia saat ini seperti Yeremia yang berkata, “aku menangis, mataku mencucurkan air” (Rat. 1:16), “remuk redam hatiku, hancur habis hatiku” (Rat. 2:11).

Yesus menggunakan istilah “sakit bersalin” (odin) yang diterjemahkan dengan kata “penderitaan” dalam Alkitab Terjemahan Baru untuk menggambarkan berbagai penderitaan (termasuk virus Corona) di dunia menjelang kedatangan-Nya (Mat. 24:8). Paulus kemudian juga menggunakan istilah yang sama (Roma 8:22). Penderitaan. dunia seperti peperangan, wabah penyakit, penganiyaan, bagaikan “sakit bersalin” menjelang kedatangan Kristus. Dalam hal ini, COVID-19 berfungsi sebagai wake up call agar kita memperbaiki kehidupan kita!

DARI WUHAN MENUJU DUNIA

Corona (mahkota) tiba-tiba menjadi kata yang paling banyak dibicarakan. Meskipun tidak memiliki paspor maupun visa, COVID-19 dapat dengan mudah menembus imigrasi manapun di dunia ini. Sekalipun teknologi dunia sudah sangat canggih, itupun tidak dapat menghentikan virus Corona menjadi sebuah pandemik. Dalam waktu singkat, virus Corona menjelajahi kota-kota besar dan menyebabkan berbagai landmark dunia menjadi sepi.

Di awal Desember 2019, penyakit Pneumonia mulai menyebar di Wuhan, China menemukan bahwa setiap pasien ini merupakan orang-orang yang pernah mengunjungi Huanan Haixian Pifa Shichang atau Pasar Huanan. Pemerintah China langsung menutup pasar tersebut. Pada tanggal 7 Januari, pemerintah China menyadari bahwa virus yang menyebar ini merupakan SARS C0V-2.

Pada tanggal 13 Januari 2020, Thailand melaporkan kasus pertama, diikuti oleh Jepang pada 15 Januari dan Korea Selatan pada tanggal 20 Januari. Orang yang terinfeksi mencapai 282 orang pada tanggal 20 Januari 2020, melonjak menjadi 314 orang pada tanggal 21 Januari 2020 dan 581 orang pada tanggal 23 Januari 2020. Karena penyebaran yang sangat cepat, pemerintah China mengambil langkah tegas mengunci total kota tersebut (locked-down) pada 23 Januari 2020. Pada tanggal 11 Februari, orang yang terpapar virus Corona melonjak menjadi 43.000 orang.

Pada tanggal 30 Januari, World Health Organization mengumumkan bahwa wabah virus tersebut sudah menjadi global emergency. Berbagai negara mulai melarang penerbangan dari China dan menerapkan pengetatan semua pintu masuk, terutama bandara-bandara internasional seperti memasang alat pemindai suhu dan kebijakan karantina 14 hari.

Presiden Joko Widodo mengumumkan 2 pasien pertama, kasus pertama positif Corona di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Dalam waktu sebulan lebih, yakni pada tanggal 12 April, orang yang terinfeksi di Indonesia menembus 3.800 dan 327 orang sudah meninggal dunia.

World Health Organization mendeklarasikan COVID-19 sebagai pandemik pada 11 Maret 2020. Pandemik tersebut memaksa dunia menghentikan banyak aktivitas, atau membatasi berbagai kegiatan yang melibatkan pertemuan fisik orang banyak.

Ketika korban berjatuhan di Wuhan, dunia mendapatkan waktu sekitar 2 bulan untuk mempersiapkan diri mencegah penyebaran virus tersebut. Pada mulanya, ketika dianjurkan untuk tidak berjabat tangan, umumnya orang-orang masih menganggap remeh metode pencegahan tersebut. Ketika dihimbau untuk mengenakan masker, pada mulanya orang-orang juga menegaskan bahwa hanya yang sakit saja yang butuh mengenakan masker. Ternyata, ada banyak orang yang menjadi pembawa virus tanpa gejala. Hal tersebut membuat penyebaran COVID-19 menjadi semakin tidak terkendali. Pada tanggal 12 April 2020, orang yang terinfeksi sudah melampaui 1,7 juta dan lebih dari 108.000 orang sudah meninggal dunia.

Seperti dalam kasus Ayub, Iblis mengira dia dapat mengalahkan dunia dengan wabah penyakit. COVID-19 melumpuhkan perekonomian dunia, tetapi kemanusiaan semakin kuat! COVID-19 merenggut banyak nyawa, tetapi cinta kasih tetap unggul! COVID-19 meningkatkan keegoisan manusia, tetapi kemurahan hati semakin meluas!

Sunday 2 August 2020

It is about Friendship


Doa bukan sebuah kegiatan agama, melainkan sebuah relasi. Tuhan tidak ingin kita menjadi seperti orang Farisi atau ahli-ahli Taurat yang giat mempelajari kitab Suci tetapi menolak berelasi dengan-Nya. Yesus berkata, “Kamu tidak pernah mendengar suara-Nya…firman-Nya tidak menetap di dalam dirimu, sebab kamu tidak percaya kepada Dia yang diutus-Nya. Kamu menyelidiki kitab-kitab Suci…namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu” (Yoh. 5:37-40).

Tuhan rindu bersahabat dengan kita (1 Yoh. 1:3). Orang-orang seperti Abraham (2 Taw. 20:7; Yak. 2:23), dan Musa (Kel. 33:11) disebut sebagai sahabat Allah. Persahabatan dengan Tuhan menguatkan Abraham dalam menghadapi bencana kelaparan dan masa depan yang tidak jelas; Musa dalam menghadapi penolakan baik dari orang Mesir maupun dari orang Israel; Daud dalam menghadapi banyak peristiwa yang membahayakan hidupnya; Daniel dalam menghadapi kehidupan yang berat di tanah asing bersama tiga sahabatnya hingga akhirnya tinggal dia seorang diri.

Tuhan tidak ingin menjadi Allah yang jauh. Dia ingin selalu dekat dengan kita. Dia ingin kita tinggal di dalam Dia (Yoh. 15:1-8) dan menikmati persekutuan yang dekat-akrab dengan-Nya. Persahabatan dengan Allah bukanlah hasil perjuangan kita, melainkan sebuah hadiah istimewa dari-Nya. Maukah Anda menerimanya?

Jika Anda bersahabat dekat dengan kawanmu, Anda dengan mudah dapat mengenal suaranya dan memahami maksudnya. Begitu juga relasi Anda dengan Tuhan. Makin dekat dengan-Nya, makin Anda mengenal dan peka terhadap suara dan maksud-Nya. Dalam persahabatan dengan-Nya, Tuhan mengundang Anda keluar dari kebisingan, kesibukan dan kekhawatiran agar jiwamu menikmati peristirahatan di dalam Dia. Maukah Anda menjadi sahabat Kristus?

Anda dapat memulainya dengan berdiam diri selama 10 menit secara pribadi di hadapan Tuhan untuk menikmati hadirat-Nya. Saya menyebutnya dengan wordless prayer, alias doa tanpa kata-kata atau less words prayer, doa dengan sedikit kata-kata, dan lebih banyak berdiam diri di hadirat-Nya.

Karantina Mandiri 14 Hari



Menurut Kitab Imamat, jika seseorang termasuk Orang Dalam Pemantauan (ODP) atau ketika ia memiliki gejala sakit kusta, ia harus mengarantina diri selama 14 hari (Imamat 13:4-5). Imam harus memeriksa kondisi yang bersangkutan pada hari ketujuh dan memeriksa kembali pada hari ke-14. Jika ternyata yang bersangkutan positif sakit kusta, ia akan dinyatakan najis. Jika pasien tersebut bepergian, ia harus berseru, “Najis, najis” (Im. 13:45) sebagai bentuk menjaga jarak alias physical distancing. Hal ini dilakukan demi melindungi orang lain.

Tahukah Anda mengapa Doa Harian disebut Saat Teduh atau Quiet Time? Tuhan merindukan Anda berjumpa dengan-Nya dalam keheningan. Dia bersabda, “DIAMLAH dan ketahuilah bahwa Akulah Allah” (Mazmur 46:10). Kiranya Anda tidak mengabaikan Tuhan Yesus yang berdiri di depan pintu hatimu dan mengetuk (Wahyu 3:20).

Mengapa kita menolak berdiam diri meskipun sedang dalam isolasi mandiri? Sebab diam membuat kita gelisah. Diam membuat kita sengsara. Kita tidak dapat menjauh dari ponsel dan televisi kita karena kesendirian memaksa kita untuk berjumpa dengan diri kita. Kita takut menemui diri kita sendiri di dalam kesendirian. Oleh sebab itu, kita terus menyibukkan diri dengan banyak hal.

Yesus memberikan teladan untuk berdiam diri: “Akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang SUNYI dan berdoa” (Luk. 5:16). Tahukah Anda bahwa setelah Yesus menerima berita kematian Yohanes Pembaptis, Dia mengundurkan Diri untuk berdoa? “Setelah Yesus mendengar berita itu menyingkirlah Ia dari situ, dan hendak MENGASINGKAN DIRI dengan perahu ke tempat yang SUNYI” (Mat. 14:13a).




Bukankah selama ini Anda mengeluh “sibuk”? Bukankah selama ini Anda merasa terlalu sibuk untuk membaca Alkitab dan berdoa? Kini Tuhan memberimu waktu untuk berdiam dalam hadirat-Nya. Berdiam diri penting untuk menata dan membenahi diri serta memeriksa kembali prioritas hidup kita. Berdiam diri juga sangat penting untuk memulihkan berbagai luka batin di dalam diri kita. Dalam diam, kita dapat mencurahkan kepedihan hati kita kepada-Nya.




Mari kita menggunakan kesempatan ini untuk mendengarkan-Nya. “Tuhan adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia” (Ratapan 3:25).

Lelah? Tidurlah!



Apakah ketika berdoa, Anda tidak dapat fokus karena ngantuk? Hal tersebut bisa disebabkan oleh tubuhmu dan jiwamu yang selama ini terus dipacu sehingga Anda berada dalam kondisi kelelahan, tetapi Anda tidak menyadarinya. Anda telah terlalu memeras dirimu. Tanpa disadari, Anda telah memperbudak dirimu untuk kegiatan maupun pikiran yang sangat menguras tenagamu. Andapun menjadi kelelahan. Tidurlah!

Ketika Elia sangat kelelahan, TUHAN tidak memaksa dia untuk berdoa (1 Raj. 19:1-8). TUHAN membiarkan dia tidur. Lalu TUHAN mengutus seorang malaikat untuk menyediakan roti bakar dan satu kendi air untuk Elia. Setelah makan, TUHAN membiarkan dia tidur lagi. Sebenarnya TUHAN juga sedang mempersiapkan dirinya untuk perjalanan jauh (1. Raj. 19:8).

Anda merasa kelelahan? Tidurlah! Sama halnya, hari yang baru dimulai pada petang, spiritualitas dimulai dengan TUHAN. Firman TUHAN tidak mengatakan, “Jadilah pagi, jadilah petang!”, tetapi, “Jadilah petang, jadilah pagi” (Kej. 1:5). Lebih menarik lagi, sehari setelah manusia diciptakan adalah hari Sabat atau Hari Istirahat. Dengan kata lain, hal pertama yang dilakukan manusia setelah diciptakan adalah beristirahat. Istirahat merupakan pemberian Allah. Spiritualitas dimulai dengan istirahat. Tidurlah!

Tuhan Mengundang



TUHAN mengundang! Apakah jawabanmu? Pernahkah Anda bersedih karena tidak diundang? Sedih karena merasa dilupakan? Atau Anda pernah diundang ke sebuah acara tertentu, tetapi Anda tidak ingin menghadirinya? Pada saat ini, TUHAN mengundang Anda untuk berjumpa dengan Dia, apa jawabanmu?

TUHAN mengundang kita, “Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu; apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati” (Yer. 29:12-13). “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu” (Yak. 4:8).“Rumah-Ku akan disebut rumah doa” (Mat. 21:13; Mark. 11:17). Akankah Anda meresponi undangan-Nya dengan bersolitusi dan berdoa kepada-Nya?

Ada yang mendatangi ruang doa di waktu makan siang untuk mencurahkan hatinya kepada TUHAN. Ada yang karena tidak mempunyai tempat untuk berdoa, dia terpaksa berdoa di dalam mobilnya. Ada yang mengambil cuti untuk berdoa di tepi pantai. Ada juga yang sengaja masuk kantor lebih awal untuk berdoa sebelum koleganya tiba. Ada yang membaca buku tentang doa untuk belajar bagaimana berdoa. Ada yang menuangkan doanya dalam bentuk tulisan agar dirinya lebih peka terhadap pekerjaan TUHAN dalam hidupnya. Bagaimana dengan Anda?

Belajar dari Nehemia



Berita korban pandemi COVID-19 yang bertambah dari hari ke hari membuat hati kita sedih. Belum lagi berita tentang semakin banyaknya orang yang mengalami pemutusan hubungan kerja, kehilangan penghasilan dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Berita buruk sungguh memberatkan hati. Nehemia juga menerima berita buruk dari Yerusalem saat dia bekerja sebagai seorang juru minuman raja. Nehemia memilih untuk berdoa puasa (1:4).

Dalam doanya Nehemia percaya akan kuasa TUHAN serta berpegang pada kesetiaan-Nya dalam memegang janji-Nya (1:5). Nehemia berdoa siang dan malam bagi bangsanya. (1:6). Dia mengaku dosa dan memohon pengampunan dari TUHAN. Di dalam doanya, dia mengingat akan janji TUHAN kepada nenek moyang bangsanya (1:8-9).

Doa Nehemia mengajarkan kita beberapa prinsip dasar dalam doa. Doa adalah sebuah DISIPLIN ROHANI - Nehemia Berdoa siang dan malam, yakni tidak jemu-jemu dia berdoa. Doa selalu MEMERIKSA diri, Nehemia mengaku dosa dirinya dan bangsanya. Doa MENGENAL siapa TUHAN - Nehemia mengenal dan mengingat apa yang pernah TUHAN lakukan dalam sejarah.

Spiritual Distancing



Umumnya, kita ingin Tuhan cukup menjadi Tuhan di rumah ibadah, dan menolak Dia menjadi Tuhan atas hidup kita. Karena kita menolak untuk berubah! Kita ingin memegang kendali atas hidup kita, sebab jika Tuhan berada di rumah ibadah, kita mengunjungi Dia di kala kita memerlukan Dia. Kita tidak ingin menyerahkan tempat duduk pilot kepada Kristus karena kita ingin Dia cukup mengambil posisi co-pilot. Kita tidak ingin Tuhan membereskan kekacauan dalam diri kita karena kita merasa baik-baik saja. Kita bagaikan berkata kepada Tuhan, “Don’t come near me! I will call you when I need you!”

Kita menganggap TUHAN sebagai Pribadi yang pekerjaan-Nya cukup menyelesaikan masalah kita alias help-desk. Kita tidak ingin TUHAN terlalu dekat dengan kita. Kita juga tidak ingin bersahabat dengan Dia, kita mencari Dia hanya ketika kita merasa perlu. Ketika kita merasa tidak memerlukan Dia, kita melupakan Dia dan menyibukkan diri dengan banyak hal. Inilah yang dimaksud dengan spiritual-distancing.

Paulus mengatakan, “Supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-masing” (Kis. 17:27). 1 Tawarikh 16:11 bertulisan, “Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!” Maukah Anda mendekatkan dirimu kepada-Nya?

Mari mengambil waktu 10 menit, berdiam diri, menutup mata dan berfokus pada kehadiran-Nya. Anda mungkin akan merasa sulit untuk berkonsentrasi, tetapi tidak apa-apa. Ketika berdiam diri, fokus pada kehadiran-Nya. Anda dapat berdoa memohon TUHAN menolongmu.

Sekalipun Anda merasa tidak mendapatkan apa-apa, jangan putus asa, lakukan lagi di hari berikutnya dan seterusnya! Mulailah dengan mengambil posisi duduk yang nyaman. Fokus pada tarikan dan hembusan nafasmu. Setelah sudah tenang, undanglah Kristus untuk hadir bersamamu. Sampaikan kerinduanmu terhadap kehadiran-Nya. Nikmatilah kehadiran-Nya bagaikan berjalan di taman, atau di tepi sungai atau duduk di bawah pohon bersama Dia! Kiranya TUHAN menolong kita!

APA YANG DILAKUKAN YOSAFAT?



Bangsa Moab, Amon dan Meunim berkoalisi berperang melawan Yehuda. Ketika menerima berita bahwa pasukan penyerang sudah berkumpul di En-Gedi, sekitar 70-an km dari Yerusalem, Yosafat menjadi takut. Bangsa Yehuda bersama raja Yosafat berkumpul bersama MENCARI TUHAN untuk meminta pertolongan-Nya (2 Taw. 20:3). Menarik, bukan? Hal pertama yang Yosafat lakukan bukan mempersiapkan perlawanan militer atau mencari penasihat militer seperti. Zhuge Liang, melainkan berpuasa dan berdoa bersama rakyatnya. Di dalam doanya, Yosafat mengajukan 3 pertanyaan yang dapat menjadi pelajaran berharga untuk kita.

“Bukankah Engkau Allah di dalam sorga?” (2 Taw. 20:4). Yosafat meyakini bahwa Allah berkuasa dan bertakhta di sorga yang memerintah atas semua kerajaan. Ketika dikuasai rasa takut, Yosafat percaya bahwa TUHAN tetap memegang kendali atas dunia ini.

“Bukankah Engkau Allah kami yang menghalau penduduk tanah ini…dan memberikannya kepada keturunan Abraham?” (2 Taw. 20:7). Ketika dilanda rasa takut, Yosafat mengingat akan sejarah bangsanya. Yosafat menginspirasi Anda untuk memperhatikan sejarah pimpinan dan pemeliharaan TUHAN atas hidup kita.

Tidakkah Engkau AKAN menghukum mereka?” (2 Taw. 20:12)? Mengenal TUHAN dengan baik, Yosafat yakin apa yang akan TUHAN lakukan. Yosafat menyadari keterbatasannya. Dia mengatakan, “Kami tidak mempunyai kekuatan!” Kerajaan Yehuda tidak mempunyai kekuatan militer, seriously? Tentu tidak, melainkan Yosafat menyadari bahwa kesulitan yang mereka hadapi sungguh besar. Yosafat tidak mengandalkan kekuatan militer untuk menyelesaikan krisis tersebut. Dia memutuskan untuk bersandar pada kekuatan TUHAN. Yosafat mengakui kekurangan hikmat atau pengetahuan untuk menghadapi krisis - “Kami TIDAK TAHU apa yang harus kami lakukan!” (2 Taw. 20:12). Bukankah manusia cenderung merasa serba bisa dan serba tahu? Merasa tidak berdaya mendorong kita untuk berserah penuh.

TUHAN memberitahu Yosafat strategi lawannya (2 Taw. 20:17). Dengan demikian, pasukan Yosafat dapat menyergap mereka dengan serangan mendadak (ambushed). TUHAN berjanji kepada Yosafat bahwa Dia akan memberi kemenangan kepadanya (2 Taw. 20:17). Mendengar ini semua, Yosafat bersujud dan orang-orang bernyanyi memuji TUHAN.

Ketika dilanda krisis kehidupan, Yosafat memutuskan untuk berdoa. Dalam doanya dia meyakini kuasa TUHAN, mengingat apa yang TUHAN kerjakan di dalam sejarah kehidupannya dan berserah penuh pada apa yang akan TUHAN lakukan. Sebuah pola doa yang baik, bukan? Percaya TUHAN memegang kendali, mengenang pekerjaaan-Nya dalam sejarah, dan berserah pada apa yang akan Dia lakukan.

BAGAIMANA ANDA BISA BERDOA JIKA TIDAK PERCAYA?



Ketika kita berbicara tentang doa, kita sedang membicarakan sebuah relasi dan komunikasi dengan Yang Mahatinggi. Kita tidak mungkin mau berdoa jika kita tidak percaya kepada-Nya. Apa yang dimaksud dengan percaya? Percaya adalah kata yang mudah diucapkan, tetapi tidak dapat dipalsukan. Percaya kepada TUHAN berarti percaya bahwa Dia lebih peduli diri kita daripada kita sendiri. Percaya bahwa Dia lebih mencintai anggota keluarga kita melebihi cinta kita kepada mereka.

Banyak orang yang, karena takut ditolak atau takut merasa malu, mengaku percaya. Banyak yang berkata, “Aku percaya”, tetapi sesungguhnya tidak percaya kepada Tuhan. “Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan” (Yes. 29:13). Yesus berkata, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku” (Mat. 15:8).

Kita tidak dapat mengatakan, “Aku sedikit percaya” atau “Aku percaya sebagian.” Percaya pasti berserah sepenuhnya. Yesus sering mengajukan pertanyaan, “Percayakah engkau?” (Yoh. 9:39; 11:26), “Mengapakah kamu tidak percaya kepada-Ku?” (Yoh. 8:46). Menyadari kelemahan kita sangatlah penting, sehingga kita dapat memohon, "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini” (Markus 9:24).

Percaya bersifat relasional. Kita belum benar-benar percaya, bila kita tidak berelasi dengan Tuhan. Berelasi dengan-Nya memperdalam pengenalan kita kepada-Nya. Makin berelasi dengan-Nya, makin kita percaya kepada-Nya. Dalam relasi kita dengan Tuhan, kita tidak saja mengenal kuasa-Nya, tetapi juga kebaikan-Nya. Percaya kepada Tuhan mempersiapkan kita, sekalipun harus menerima kematian kita sendiri. Percaya kepada-Nya juga berarti percaya bahwa Dia pasti akan memelihara orang-orang yang kita tinggalkan. Percayakah Anda meskipun TUHAN mendatangkan kesengsaraan, Dia juga sangat menyayangi umat-Nya (Rat. 3:32)? Percayakah Anda kepada-Nya?

MASUKLAH KE DALAM KAMARMU!



William adalah seorang manajer korporasi internasional yang sangat dikagumi. Ia sering terbang di kelas bisnis ke Amerika, China dan Eropa. Ia juga seorang penatua yang sangat aktif dalam persekutuan doa, pendalaman Alkitab, paduan suara, pelawatan dan pembinaan pemuda.

Pandemi Covid-19 yang diumumkan WHO pada tanggal 11 Maret 2020 mengubah kehidupannya. William tidak dapat bepergian lagi. Seluruh kegiatan gereja juga ditiadakan dan sebagian diubah menjadi online. Sebagian staf beberapa departemen yang dipimpinnya harus dirumahkan. Ayahnya meninggal dunia karena Covid-19, dan ibunya dirawat di ruang isolasi dengan kondisi yang makin buruk.

William duduk diam di kantor pribadi rumahnya sambil merenungkan kesuksesan yang telah dicapainya. Apakah makna dan tujuan hidup manusia? Sesungguhnya manusia itu rapuh dan lemah. Dunia semestinya mengkaji kembali sistem ekonomi yang didorong oleh keegoisan dan keserakahan, yang melalaikan kemanusiaan. Selama ini, unjuk kekuatan dan pertahanan militer diprioritaskan dan pertahanan kesehatan diabaikan. Saatnya kini dunia berbenah dan serius memikirkan makna flourishing (pengembangan) yang sesungguhnya. Para ahli seperti Nicholas Wolterstorff dan Miroslav Volf sudah lama menyerukan pentingnya untuk kembali pada makna pengembangan manusia yang sesungguhnya (true human flourishing).

Sambil meneguk kopi, William teringat keluhan selama ini, yaitu sangat sibuk dengan pekerjaan dan pelayanannya sehingga tidak punya waktu lagi untuk berdoa dan membenahi diri. Isolasi mandiri telah memaksa gereja untuk berdiam diri di dalam doa. Gereja didesak untuk melakukan perintah Yesus Kristus, “Tetapi jika engkau berdoa, MASUKLAH KE DALAM KAMARMU, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Matius 6:6). Sekitar 700 tahun sebelum Kristus, Yesaya juga mengatakan, “Mari bangsaku, MASUKLAH KE DALAM KAMARMU, tutuplah pintumu sesudah engkau masuk, bersembunyilah barang sesaat lamanya, sampai amarah itu berlalu” (Yesaya 26:20).

Gereja juga dipaksa untuk memikirkan kembali prioritas pelayanannya. Gereja —yang selama ini sibuk dengan berbagai aktivitas dan ritus agama— kini harus berdiam diri dan merenungkan kembali apakah ia sudah sungguh-sungguh berada di dalam Tuhan. Relasi gereja dengan sesama berakar pada relasinya dengan Allah. Apakah gereja benar-benar mempunyai relasi yang dekat dengan Tuhan dalam mengusahakan shalom bagi dunia, atau hanya sibuk dengan program pelayanannya? Doa merupakan basis relasi dengan Tuhan. Tanpa doa, relasi dengan-Nya tidak mungkin terawat. Tanpa doa, gereja tidak mungkin dapat bermitra dengan-Nya.


Di satu sisi, kita mungkin telah menjadi budak perekonomian dunia. Hidup menjadi sangat lelah di dalam kesibukan yang tidak pernah berhenti. Tuntutan pelayanan juga sangat tinggi sehingga kita tidak punya waktu dan energi lagi untuk berdiam diri di hadapan Tuhan. Hidup menjadi terlalu mekanis dan teknis. Saatnya berdiam diri!

MENOLAK BERDOA



Terkadang kita mengeraskan hati untuk berdoa. Yesaya berkata, “Mereka tidak mencari Tuhan semesta alam” (9:12). Ketika Tuhan memanggil raja Ahaz untuk berdoa, ia menolak (Yes. 7:10-12). Ia memilih untuk mengandalkan kemampuannya sendiri dan bersandar pada kekuatan militer kerajaan Asyur (2 Raj. 16:7). Tuhan pernah menegur Saul yang tidak berdoa, tetapi Saul bersikeras bahwa ia sudah berdoa (1 Sam. 15:19-20, 22-23).

Tuhan berkata “sakit hati-Ku” (Yer. 8:19b) karena “mereka tidak mendengarkan suara-Ku dan tidak mengikutinya, melainkan mengikuti kedegilan hatinya” (Yer. 9:13-14). Yesus berkata, “Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, TETAPI KAMU TIDAK MAU (Mat. 23:37).

Sering kali kita merasa bahwa kita sudah berdoa padahal kita belum berdoa. Karena ketika kita berdoa, kita hanya mengucapkan kata-kata yang bersifat rutinitas saja, sedangkan hati kita belum tertuju kepada-Nya. Kita mencari TUHAN dengan bibir kita saja, tetapi hati kita tidak.

Ketika hatinya sangat sedih, Hana menghadap Tuhan dan mencurahkan hatinya (1 Samuel 1). Pemazmur berkata, “Aku mengasihi Tuhan, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya” (Mazmur 116:1-2).

Sudahkah Anda benar-benar berdoa?

APAKAH DOA PENTING BAGIMU?



WHO mendeklarasikan sebuah emergency untuk melawan pandemi Covid-19. Apakah jiwa Anda juga mendeklarasikan emergency untuk berdoa? Pernahkah Anda, ketika sedang menikmati makanan, tiba-tiba teringat sesuatu yang sangat penting yang harus Anda kerjakan sehingga Anda meninggalkan makananmu?

Apakah doa sangat penting bagimu sehingga Anda sungguh-sungguh menyediakan waktu untuk bercakap-cakap dengan Tuhan? Apakah berelasi dengan-Nya penting bagimu?

Samuel berkata, “Mengenai aku, jauhlah dari padaku untuk berdosa kepada Tuhan dengan berhenti mendoakan kamu” (1 Sam. 12:23a). Samuel merasa dirinya berdosa jika tidak berdoa. Doa orang-orang percaya digambarkan disimpan di dalam CAWAN EMAS (Why. 5:8), bukan cawan perak atau perunggu. Firman Tuhan menegaskan bahwa kita dikuduskan oleh FIRMAN Allah dan oleh DOA (1 Tim. 4:5). Doa sangat penting, sehingga Tuhan mengundang kita untuk mencari-Nya di dalam doa (Yer. 29:13).

Doa bukan sekadar kata-kata! Doa adalah hati yang terhubung dengan TUHAN. Doa adalah hati yang terarah pada-Nya, rindu mencari Dia, rindu dekat dengan-Nya dan rindu diubahkan oleh-Nya. Doa merupakan media untuk bersahabat dengan TUHAN. Menarik-Nya, semakin kita mencari Dia dan berinterasi dengan Dia, semakin mudah kita mengenali suara-Nya. Semakin kita merindukan Dia, semakin mudah kita berinteraksi dengan Dia. Semakin mencintai Dia, semakin kita peka terhadap pekerjaan-Nya dalam diri kita dan melalui diri kita.

Tidak sulit untuk mengenali prioritas hidup kita, yaitu hal yang paling banyak kita pikirkan dan kerjakan setiap hari, itulah prioritas kita. Doa dapat mengubah prioritas kehidupan kita. Dalam hidup yang sangat singkat ini, apa prioritas dirimu? We spend most time doing what is important to us! Have we spent enough time alone with God?

Kitab Hagai - Introduction

Pemimpin yang Menggembalakan Domba

Sunday 26 July 2020

KETIKA HASIL MENGECEWAKAN - KITAB HAGAI 2:1-10



Hagai 2:1-10 - Salah Fokus

Setiap kita pasti pernah mengalami masa-masa yang mengecewakan. Kita merasa sedih karena kerja keras kita tidak memberikan hasil yang kita harapkan. Atau kita merasa kita sudah bekerja keras, tetapi daripada mendapatkan pujian, kita malah menerima cercaan. Kita mungkin patah semangat dan tidak lagi sanggup melanjutkan apa yang sedang kita kerjakan. 

Setelah hampir 1 bulan membangun Rumah TUHAN, kesedihan meliputi hati orang banyak. Hal ini terjadi karena orang-orang yang lanjut usia yang pernah menyaksikan Rumah TUHAN yang didirikan Salomo mulai bernostalgia. Mereka menebar virus kekecewaan di tengah komunitas. Melihat Rumah TUHAN yang sedang dibangun, mereka menangis dengan suara nyaring (Ezra 3:12). Hal tersebut bagaikan tsunami yang menerjang orang-orang yang sudah bersemangat mendirikan Rumah TUHAN (Hagai 1:14). Mereka merasa Rumah tersebut SEPERTI TIDAK ADA ARTINYA dibandingkan dengan yang didirikan raja Salomo (Hag. 2:4).

Rumah TUHAN yang didirikan Salomo dihancurkan Babel pada tahun 587 SM. Banyak yang angkut ke Babel. Banyak imam yang kemudian dibunuh (2 Raj. 25:18-21). Hanya orang-orang miskin yang ditinggalkan di Yerusalem (2 Raj. 25:12). Setelah mengalahkan Babel, Cyrus (raja Persia) menitahkan pada tahun 539 SM bahwa orang-orang Yahudi boleh pulang ke Yerusalem untuk membangun kembali Rumah TUHAN. Maka sebagian kecil memilih meninggalkan zona aman mereka dan pulang ke Yerusalem. Namun setelah berusaha keras, mereka merasakan segala perjuangan mereka SEPERTI TIDAK ADA ARTINYA.

Apakah Saudara merasa jerih payahmu, kerja kerasmu, bahkan disiplin rohanimu SEPERTI TIDAK ADA ARTINYA? Saudara merasa lelah karena setelah perjuangan panjang, hasilnya begitu tidak signifikan. Saudara tekun bersaat teduh setiap hari tetapi SEPERTI TIDAK ADA ARTINYA. Saudara merasa hidupmu tidak berbuah.

Semangat yang patah jauh lebih sulit disembuhkan daripada COVID-19. Pada tanggal 17 Oktober 520 SM, yaitu pada masa perayaan Pondok Daun (Im. 23:33-36), TUHAN berfirman, “Katakanlah kepada Zerubabel” (Hag. 2:3). Zerubabel adalah orang yang. menerima kepercayaan raja Persia untuk menjabat sebagai gubernur. Zerubabel merupakan keturunan Daud. Nama orang ini muncul baik di silsilah Yusuf (Matius) maupun di silsilah Maria (Lukas).

Berulangkali TUHAN menegaskan, “Kuatkanlah hatimu!” (Hag. 2:5).
Ketika mereka berhenti bekerja karena patah semangat, TUHAN berkata, “BEKERJALAH sebab Aku ini MENYERTAI kamu, demikianlah firman TUHAN semesta alam, sesuai dengan JANJI yang telah Kuikat dengan kamu pada waktu kamu keluar dari Mesir. Dan Roh-Ku tetap tinggal di tengah-tengah kamu. Janganlah takut!” (Hag. 2:5-6). Untuk itu, kuatkanlah hatimu, bekerjalah, dan janganlah takut. Karena TUHAN semesta alam menyertaimu, Dia berpegang pada janji-Nya, dan Roh-Nya ada bersama-mu.

TUHAN bersabda, “Sedikit waktu lagi, maka Aku akan MENGGONCANGKAN langit dan bumi, laut dan darat. Aku akan MENGGONCANGKAN segala bangsa, sehingga BARANG-BARANG YANG INDAH kepunyaan segala bangsa datang MENGALIR, maka aku akan MEMENUHI Rumah ini dengan KEMEGAHAN, firman TUHAN semesta alam” (Hag. 2:8). TUHAN bagaikan mengguncangkan dompet bangsa-bangsa sehingga mereka mengeluarkan harta benda, barang yang indah-indah untuk keperluan Rumah-Nya.

TUHAN mengatakan, “Kepunyaan-Kulah perak, kepunyaan-Kulah emas” (Hag. 2:9). Karena seluruh kekayaan milik-Nya, TUHAN dapat dengan mudah memindahkan kekayaan dari tangan satu orang ke tangan orang berikutnya. Melaluii raja Darius, TUHAN semesta alam menyediakan bahan baku yang diperlukan untuk pembangunan Rumah TUHAN (Neh. 2:9). Well, pandemi COVID-19 akan menyebabkan perpindahan kekayaan dari seseorang kepada seorang yang lain, dari perusahaan yang satu kepada perusahaan yang lain, dari negara yang satu ke negara yang lain.

Ketika hasil yang Saudara dapatkan kecil, tetaplah BEKERJA karena TUHAN MENYERTAImu. Jangan meremehkan hal-hal kecil (Zak. 4:10). TUHAN berpegang pada janji-Nya, oleh sebab itu berpegang jugalah pada janji-Nya. Roh TUHAN bersama-mu, untuk itu KUATKANLAH HATIMU.

MENGAPA SAYA MENGALAMI BANYAK MASALAH? - KITAB HAGAI 1

MEMPERBAIKI PRIORITAS

Mengapa investasiku gagal? Mengapa jerih payahku tidak memberikan hasil yang memuaskan? Mengapa keuangan saya bagaikan sebuah tas yang berlubang? Inilah yang dialami orang-orang Yahudi setelah pulang dari Babel (539-520 SM). Kota Yerusalem pada saat itu sungguh sebuah kota yang tidak dapat ditinggali (Yer. 32:42-44). Tingginya biaya hidup membuat mereka patah semangat. Pembangunan kembali Rumah TUHANpun ditinggalkan sekurang-kurangnya 14 tahun. Memandang SITUASI yang sulit, mereka meninggalkan RELASI dengan TUHAN. Oleh karena resesi perekonomian yang parah, mereka memutuskan untuk berfokus pada membangun karier, bisnis dan rumah mereka masing-masing. Mereka datang pada sebuah kesimpulan bahwa BELUM WAKTUNYA untuk membangun kembali Rumah TUHAN. Kitab Hagai mengajarkan bahwa kita harus belajar BERPIKIR dengan benar. Mungkin kita teralu malas berpikir atau salah berpikir. Mereka berkata, “Sekarang BELUM tiba WAKTUNYA untuk membangun kembali Rumah. TUHAN!” (Hagai 1:2). Dalam hal apa kita berkata kepada TUHAN, “BELUM WAKTUNYA!”

Pada 29 Agustus 520 SM, TUHAN mengajukan pertanyaan, “APAKAH SUDAH TIBA WAKTUNYA bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?” (Hagai 1:4). TUHAN bagaikan bertanya, “Apakah sudah waktunya kamu membangun rumah, karier, pendidikan tetapi belum waktunya untuk mencari Aku? Apakah kamu tidak mempunyai waktu untuk-Ku?’ TUHAN memanggil mereka untuk BERPIKIR dengan benar, “Oleh sebab itu, beginilah firman TUHAN semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu! Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang BERLOBANG! Beginilah firman TUHAN semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu! (Hagai 1:5-7). Menurut mereka, karena mereka mengalami banyak kesulitan, maka mereka harus menunda mencari TUHAN. Namun TUHAN menegaskan bahwa justru karena mereka tidak memprioritaskan TUHAN, mereka mengalami banyak kesulitan. “Itulah sebabnya langit menahan embunnya dan bumi menahan hasilnya dan Aku memanggil kekeringan datang ke atas negeri, … atas manusia dan hewan dan ke atas SEGALA HASIL USAHA.” (Hagai 1:10-11).

TUHAN bersabda, “Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN” (Hagai 1:8). Aku ini menyertai kamu (Hagai 1:13). TUHAN mengundang kita datang kepada Dia. TUHAN menjanjikan penyertaan-Nya. Di banding dengan nabi-nabi lain, Hagai termasuk nabi yang sangat berhasil. Misalnya, ketika nabi seperti Yesaya dan Yeremia berkhotbah, umat tidak mau mendengarkan mereka. Namun setelah mendengarkan khotbah Hagai, pada tanggal 21 September 520 SM, pekerjaan pembangunan Rumah TUHAN dilanjutkan. Rumah TUHAN tidak sekadar sebuah “tempat”. Bahkan langit dan bumipun tidak dapat memuat TUHAN (2 Taw. 6:18). Jadi, Rumah TUHAN merupakan sebuah “tempat” di mana kita mencari TUHAN dan mempelajari kebenaran-Nya setiap hari. Nah, dalam hal apa kita berkata, “TUHAN, BELUM WAKTUNYA?” Belum waktunya aku melayanimu, anakku masih kecil. TUHAN belum waktunya aku mencari Engkau setiap hari, masih banyak pekerjaan yang masih berantakan. TUHAN, belum waktunya….” Saudara, bukankah Yesus mengatakan, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan DITAMBAHKANNYA kepadamu” (Mat. 6:33). Mengapa kita mengkhawatirkan masa depan kita? Bukankah kita mesti memprioritaskan TUHAN? Bukankah Dia akan memelihara kita? Sebagai contoh, ketika Daud memikirkan TUHAN (1 Taw. 17:1), maka TUHAN memikirkan Daud dan keturunannya (1 Taw. 17:7-14). Menarik, bukan?

Jika kita tidak mencari TUHAN dengan bermeditasi dengan firman-Nya siang dan malam, Dia belum menjadi PRIORITAS hidup kita. Sesekali kita mencari TUHAN karena merasa terpaksa. Sesekali kita memikirkan Dia sebab tidak tersedia tempat bagi-Nya di dalam hati kita. TUHAN memanggil kita untuk MENCARI KERAJAAN dan KEBENARANNYA. Kita tidak hanya memperoleh pemeliharaan-Nya, tetapi Dia akan MENAMBAHKANNYA kepada kita. Ketika kita berfokus SITUASI, kita berjuang sendiri, tetapi jika kita memprioritaskan RELASI dengan TUHAN, Dia bertindak bagi kita. When situation depletes us, relationship with God flourishes us.

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12