Monday 28 March 2016

Membangkitkan Cinta Kasih

Jumat Agung - Paskah menggambarkan transformasi dari perbudakan Mesir ke Paskah pertama. Perbudakan di Mesir adalah gambaran perlakuan yang me-nonmanusiakan manusia di mana manusia diperbudak sebagai mesin pereknomian dan dieksploitasi untuk mencapai target yang didinginkan Firaun. Tidak ada harga diri selain kuk perbudakan. Tidak ada cinta-kasih, selain cambuk perbudakan. Makanan diberikan hanya agar si budak memiliki tenaga untuk berproduksi. Ia tidak dihargai sebab ia tidak dipandang memiliki martabat sebagai manusia sebab manusia hanya dinilai dari segi “kegunaannya”. Hidup hanya untuk memenuhi kuota dan mengejar target. Manusia diperlakukan sebagai mesin ekonomi untuk membangun kerajaan sang Firaun. Hidup hanya sebatas sebagai mesin produksi. Manusia menjadi budak rasa takut, budak rasa bersalah, budak kebencian, budak kemarahan, budak tidak berpengharapan.

Di Jumat Agung, Kristus menempatkan diri sebagai budak, sebagai yang tidak berharga di hadapan Imam Besar, sang pemimpin rohani, di hadapan Herodes, sang politikus dan di hadapan Pilatus, sang hakim. Imam besar, Herodes dan Pilatus mengira bahwa Yesus ada di genggaman tangan mereka. Orang yang menindas, mengeksploitasi, memperbudak mengira mereka berada di atas orang-orang, mereka merasa dirinya sudah menang dengan menundukkan orang, namun yang sebenarnya tidaklah demikian. Mereka dikelabui oleh “pride” mereka sendiri sehingga tidak lagi melihat persoalan dengan jernih. Jumat Agung tidak mengakhiri hidup Kristus. Tali kekang, cambuk, paku dan kayu salib tidak berhasil memperbudak Yesus. Di Minggu pagi yang gelap itu, Kristus bangkit. Paskah adalah pembaruan ciptaan. Paskah adalah pembebasan dari perbudakan. Paskah memanusiakan manusia. Momen Paskah menyatakan bahwa manusia disayang TUHAN dan tidak lagi diperlakukan sebagai budak. Manusia tidak lagi diperlakukan sebagai alat yang tidak memiliki kebebasan tetapi manusia disebut sebagai anak, sahabat, dan ahli waris. Tuhan bersabda, “Maka engkau harus berkata kepada Firaun: Beginilah firman TUHAN: Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung; sebab itu Aku berfirman kepadamu: Biarkanlah anak-Ku itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku; tetapi jika engkau menolak membiarkannya pergi, maka Aku akan membunuh anakmu, anakmu yang sulung” (Kel. 4:22-23). TUHAN tidak mengatakan, “Izinkan budakmu pergi” tetapi Ia mengatakan, “biarkan anak-Ku pergi”. TUHAN sedang menegaskan kepada Firaun bahwa manusia yang ia perlakukan sebagai budak adalah anak-Nya. Firaun telah melakukan kesalahan besar. Manusia adalah manusia, bukan budak untuk dieksploitasi.

Pada perjamuan terakhir, Kristus memberikan perintah baru untuk mengasihi yang berbunyi, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yoh. 13:34). Cinta tidak memperbudak. Cinta tidak mengeksploitasi. Sebaliknya, cinta memulihkan, memperbarui, membebaskan dan memanusiakan manusia. Perintah Terutama yang berbunyi, “kasihilah sesamamu seperti mengasihi dirimu sendiri” menegaskan bahwa pada dasarnya manusia mengasihi dirinya sendiri. Kita perlu membedakan mengasihi diri sendiri dengan Narsisme atau egois. Mengasihi diri sendiri bukan egois atau Narsis. Tuhan ingin kita mengasihi sesama dengan kasih yang dipulihkan. Kasih yang dipulihkan adalah kasih yang memulihkan. Kasih adalah kekuatan Paskah. Melalui Kasih, Paskah memulihkan manusia yang berstatus sebagai budak menjadi anak. 

Paskah membangkitkan cinta kasih! Paskah mengubah sikap kita dalam memperlakukan sesama manusia. Mahkota duri yang menghina berubah menjadi mahkota kerajaan yang memuliakan. Cambuk yang menghajar berubah menjadi dialog yang merangkul. Kuk yang memperbudak berubah menjadi kuk yang ringan. Makanan lezat yang memberikan energi bagi si budak berubah menjadi roti yang memberikan hidup. Minuman sebatas penghilang rasa haus berubah menjadi minuman penyegaran jiwa. Paskah membangkitkan Cinta Kasih!

Batam, 28 Maret 2016

Yongxing


Saturday 5 March 2016

THE TRUE COST - FASHION

Film dokumenter yang disutradari oleh Andrew Morgan membawa kita untuk menyaksikan proses pakaian-pakaian branded di Amerika Serikat di mana perusahan-perusahaan Fashion bermerek, demi penghasilan yang besar, mengeksploitasi pekerja-pekerja murah, merusak lingkungan alam dan tidak peduli dengan polusi yang merusak kesehatan para petani kapas di India maupun kesehatan dan kesejahteraan para penjahit di Bangladesh. Film ini mengisahkan bagaimana bos-bos besar seperti pemilik Zara dan H&M meraup kekayaan. Kita bisa dengan mudah membeli celana jean seharga Rp. 70,000  atau T-Shirt berharga Rp. 50,000. “Siapa yang membayar harga mahal sehingga kita bisa memperoleh fashion murah?”, tanya Morgan. Film dokumenter tersebut mengungkapkan bagaimana pakaian-pakaian murah tersebut mengubah paradigma kita sehingga kita tidak lagi menghargai pakaian melainkan menganggap pakaian sebagai barang yang bisa kita buang kapan saja.

Pakaian merupakan bagian penting dalam kehidupan kita. Pakaian tidak sebatas untuk menutupi aurat, maupun untuk melindungi tubuh kita.Pakaian juga mengkomunikasikan siapa kita, kepribadian kita. Pakaian dipilih berdasarkan style dan harga. Beberapa tahun terakhir, harga pakaian turun secara drastis karena ketatnya persaingan pabrik garmen. Begitu cepatnya proses pembuatan pakaian sehingga setiap minggu akan ada pakaian-pakaian baru yang muncul di pasar.

Beberapa hal yang diusut dalam film tersebut, di antaranya:
Promosi pakaian mengandalkan model-model yang sangat kurus. Bagaimana dengan dampak sosialnya terutama terhadap remaja?

Setiap pabrik harus menghemat dana agar dapat tetap bertahan dalam persaingan yang ketat. Demi bertahan hidup dalam persaingan para pengelola pabrik menindas karyawan-karyawatinya. Hal ini menjadi rantai yang membelenggu.

Salah satu pabrik di Bangladesh - Para karyawati mengajukan sebuah daftar permohonan kepada pihak manajemen. Kemudian pihak Manajemen mengunci pintu pabrik dan mengutus 30-40 pria untuk memukuli para pekerja wanita dengan kayu dan kursi.

Bangladesh - Para pekerja sudah memberitahu pihak manajemen bahwa gedung tersebut tidak aman karena retaknya yang parah tetapi pihak manajemen tetap memaksa mereka untuk bekerja. Akibatnya, 1000 orang meninggal dalam bencana akibat ulah (ketamakan) manusia tersebut. Mengapa perusahaan tidak bisa menjamin keselamatan pekerjanya?

Perusahaan mengambil keuntungan dengan alasan kita menyediakan kesempatan bagi para pekerja. Tetapi bukankah mereka butuh tempat pekerjaan dan penghargaan yang layak.

Monopoli tanah pertanian juga salah satu aspek yang sangat memprihatikan. Para petani dibuat agar mereka dililit untuk untuk memperoleh bahan peptisida sehingga akhirnya mereka harus menjual tanah mereka demi kelangsungan hidup.



Bagaimana dengan dampak terhadap lingkungan dan kesehatan? 
Penggunaan peptisida yang berlebihan pada tanaman. 
Penanganan zat pewarna pakaian yang merusak pakaian.
Dr. Pritpal Singh - Orang-orang yang tinggal di lingkungan produksi peptisida dan zat pewarna pada menderita penyakit seperti kecacatan fisik, kanker bahkan keterbatasan mental.
Dalam satu desa ada 60 anak yang cacat dan penurunan kemampuan mental. Orangtua hanya menanti kemantian anak-anak mereka.
Ternyata, perusahaan yang membuat peptisida juga adalah perusahaan yang membuat yang membuat obat. Jadi makin banyak yang sakit, omzet mereka semakin tinggi.

Proses pembuatan pakaian melibatkan “air, tanah, bahan kimia dan banyak orang“. Dan semoga tidak mengejutkan bahwa Fashion berada di dalam posisi kedua setelah minyak bumi sebagai sumber polusi terbesar di dunia.

Hargailah pakaian Saudara sebab ia telah melalui proses yang panjang. Dengan susah payah, para petani dan penjahit menghasilkan pakaian yang Saudara kenakan. Sehingga kita tidak semestinya bersikap tidak peduli karena merasa bahwa pakaian dapat kita peroleh dengan mudah.

Bagaimana dengan dampak psikologis?
Tim Kasser Ph.D berpendapat bahwa semakin seseorang berfokus pada material dan mengejarnya sebagai kepuasan mereka semakin depresi dan semakin tidak bahagia. Iklan bagaikan sebuah “propoganda” yang mengubah hidup seseorang. Kesuksesan periklanan dibangun atas dasar bahwa produk yang Anda beli dikaitkan dengan kepercayaan diri pembeli. Periklanan secara berulang-ulang menyuntikkan pesan kepada konsumen “Aku berkompetensi karena mengendarai mobil ini. Aku hebat dan tampak smart karena mengenakan pakaian tertentu”. “Anda sedang dalam masalah? Anda sedang sedih dan tidak bahagia? Berbelanjalah!

Rumah, pendidikan, kesehatan semakin mahal, semakin tidak terjangkau.Tetapi pakaian semakin murah sehingga pakaian (fashion) menjadi penghibur bagi kita terutama ketika kita tidak mampu membiayai rumah, pendidikan, kesehatan yang kian hari kian mahal.

Dua jenis produk:
Barang yang dipakai dan digunakan dalam waktu yang panjang
Barang yang kita pakai dan kemudian habis seperti makanan dan tisu.

Persoalannya, pakaian digunakan seolah-olah sebagai barang sekali pakai-buang. Dan akibatnya, Sampah pakaian yang semakin menumpuk (landfill). Misalnya, di kota Heiti menumpuk pakaian yang dijual kiloan dari organisasi-organisasi sosial dari berbagai negara. Pakaian semestinya bukan menjadi produk yang disposable


INGATLAH! Careless production and endless consumption!


Jadilah konsumen yang bijak! Barang tidak menambah nilai diri (inherent-worth), barang hanyalah alat (instrumental-goods) untuk Saudara gunakan demi kebaikan bersama (common good). Pergunakanlah setiap barang (perlengkapan) yang Tuhan karuniakan bagi Saudara sebagai agent of human flourishing! (Agen Shalom).

Batam, 5 Maret 2016
Lan Yong Xing

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12