Sunday 2 August 2020

MASUKLAH KE DALAM KAMARMU!



William adalah seorang manajer korporasi internasional yang sangat dikagumi. Ia sering terbang di kelas bisnis ke Amerika, China dan Eropa. Ia juga seorang penatua yang sangat aktif dalam persekutuan doa, pendalaman Alkitab, paduan suara, pelawatan dan pembinaan pemuda.

Pandemi Covid-19 yang diumumkan WHO pada tanggal 11 Maret 2020 mengubah kehidupannya. William tidak dapat bepergian lagi. Seluruh kegiatan gereja juga ditiadakan dan sebagian diubah menjadi online. Sebagian staf beberapa departemen yang dipimpinnya harus dirumahkan. Ayahnya meninggal dunia karena Covid-19, dan ibunya dirawat di ruang isolasi dengan kondisi yang makin buruk.

William duduk diam di kantor pribadi rumahnya sambil merenungkan kesuksesan yang telah dicapainya. Apakah makna dan tujuan hidup manusia? Sesungguhnya manusia itu rapuh dan lemah. Dunia semestinya mengkaji kembali sistem ekonomi yang didorong oleh keegoisan dan keserakahan, yang melalaikan kemanusiaan. Selama ini, unjuk kekuatan dan pertahanan militer diprioritaskan dan pertahanan kesehatan diabaikan. Saatnya kini dunia berbenah dan serius memikirkan makna flourishing (pengembangan) yang sesungguhnya. Para ahli seperti Nicholas Wolterstorff dan Miroslav Volf sudah lama menyerukan pentingnya untuk kembali pada makna pengembangan manusia yang sesungguhnya (true human flourishing).

Sambil meneguk kopi, William teringat keluhan selama ini, yaitu sangat sibuk dengan pekerjaan dan pelayanannya sehingga tidak punya waktu lagi untuk berdoa dan membenahi diri. Isolasi mandiri telah memaksa gereja untuk berdiam diri di dalam doa. Gereja didesak untuk melakukan perintah Yesus Kristus, “Tetapi jika engkau berdoa, MASUKLAH KE DALAM KAMARMU, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Matius 6:6). Sekitar 700 tahun sebelum Kristus, Yesaya juga mengatakan, “Mari bangsaku, MASUKLAH KE DALAM KAMARMU, tutuplah pintumu sesudah engkau masuk, bersembunyilah barang sesaat lamanya, sampai amarah itu berlalu” (Yesaya 26:20).

Gereja juga dipaksa untuk memikirkan kembali prioritas pelayanannya. Gereja —yang selama ini sibuk dengan berbagai aktivitas dan ritus agama— kini harus berdiam diri dan merenungkan kembali apakah ia sudah sungguh-sungguh berada di dalam Tuhan. Relasi gereja dengan sesama berakar pada relasinya dengan Allah. Apakah gereja benar-benar mempunyai relasi yang dekat dengan Tuhan dalam mengusahakan shalom bagi dunia, atau hanya sibuk dengan program pelayanannya? Doa merupakan basis relasi dengan Tuhan. Tanpa doa, relasi dengan-Nya tidak mungkin terawat. Tanpa doa, gereja tidak mungkin dapat bermitra dengan-Nya.


Di satu sisi, kita mungkin telah menjadi budak perekonomian dunia. Hidup menjadi sangat lelah di dalam kesibukan yang tidak pernah berhenti. Tuntutan pelayanan juga sangat tinggi sehingga kita tidak punya waktu dan energi lagi untuk berdiam diri di hadapan Tuhan. Hidup menjadi terlalu mekanis dan teknis. Saatnya berdiam diri!

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12