Amsal 24.1-12
Rumah tempat tinggal yang nyaman merupakan impian
kebanyakan orang sehingga orang-orang akan berusaha bekerja keras, menabung
untuk membangun atau mendapatkan sebuah rumah. Tetapi umumnya orang berhenti membangun
rumah setelah fisik rumah selesai dibangun. Salomo mengajarkan kita untuk
membangun rumah dengan hikmat. Hikmat merupakan fondasi rumah dan pengertian
merupakan perabot utama di dalam rumah (ayat 3). Rumah yang didirikan dengan
hikmat pasti adalah rumah yang nyaman dan tenang untuk didiami. Untuk
mengimplementasikan, suami dan istri harus menjadi satu tubuh. Sebab yang
menjadi fondasi pernikahan adalah suami istri yang dipersatukan oleh TUHAN
menjadi satu tubuh. Mereka tidak lagi adalah dua orang, tetapi mereka menjadi
satu (sehati). Satu berarti tidak saling bertentangan, tidak saling menjatuhkan
melainkan saling melengkapi, saling menghibur, saling menasehati, saling
mengingatkan. Satu berarti adanya harmonisasi di dalam jiwa dan pikiran. Anak-anak
yang adalah berkat akan menikmati berkat dari kehidupan yang tenang dan nyaman.
Rumah harus menjadi tempat yang lebih nyaman dari Mall. Setelah itu, dengan
pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga
dan menarik (ayat 4). Sehingga rumah menjadi sebuah tempat yang mencerminkan
kepribadian keluarga. Rumah bukanlah tempat untuk menunjukkan status dan
prestasi. Seseorang tidak perlu merasa sombong karena memiliki rumah yang lebih
besar dan menjadi sedih dan malu karena memiliki rumah yang lebih kecil.
Jikalau mau membicarakan ukuran rumah, mungkin sebagian besar kita mendiami
rumah yang jauh lebih besar dari sebagian besar orang Jepang.
Sebenarnya yang dicari-cari manusia adalah kebahagiaan, damai sejahtera
dan ketenangan. Namun yang menjadi permasalahan adalah definisi dari
kebahagiaan itu sendiri. Dunia memiliki definisi kebahagiaan yang sangat menipu.
Kesedihan masa lalu dan kekuatiran masa depan telah merampas kebahagiaan dan
ketenangan jiwa manusia. Berdasarkan riset psikologi, bagian otak yang bekerja
untuk mengingat masa lalu adalah juga bagian yang memikirkan masa depan
sehingga setiap kali seseorang memikirkan masa depan, mereka akan memikirkannya
dengan menggunakan pengalaman masa lalu, begitu juga sebaliknya. Hal ini
menyebabkan, jiwa manusia menderita akibat masa lalu dan masa depan. Manusia
menghabiskan banyak energi dalam dirinya untuk bersedih atas apa yang sudah
terjadi dan mengkhawatirkan apa yang belum terjadi sehingga tidak ada lagi sisa
tenaga untuk masa kini. Ini merupakan pemborosan waktu dan hidup. Ini merupakan
kebodohan, ingat bahwa hikmat tidak memikirkan kebodohan sebab kebodohan adalah
dosa dan hikmat tidak mencemooh sebab pencemooh adalah kekejian (ayat 9).
Setelah rumah didirikan dengan hikmat, rumah harus dilindungi dengan
hikmat. Salomo mengajarkan bahwa hikmat tidak iri hati. Tidak iri hati karena
orang jahat lebih berhasil atau lebih baik daripada kita (ayat 1 & 19).
Yang dipikirkan orang jahat adalah penindasan yaitu bagaimana mengalahkan,
menghabisi, mengeksploitasi, membuat sengsara seseorang. Yang mereka bicarakan
adalah bencana. Perkataan mereka berisi kutuk, emosi dan amarah. Orang jahat
bisa lebih berhasil, lebih terkenal, lebih hebat dan lebih berprestasi. Jika
sebuah keluarga selalu iri hati kepada orang lain, maka kerukunan serta
kedamaian di dalam keluarga akan pasti terganggu. Pikiran mereka akan menjadi
sangat kompetitif, mereka bekerja keras dengan tujuan untuk mengalahkan.
Hikmat merupakan wibawa dan kekuatan seseorang (ayat 5). Ayah, ibu dan
anak saling menghormati sebab mereka berwibawa. Mereka bersama dan juga memiliki
waktu dan ruang untuk menyendiri. Ada waktu untuk berkumpul dan ada waktu untuk
bersolitusi. Mereka menangis bersama dan tertawa bersama. Hubungan mereka tidak
bersifat artificial melainkan genuine sebab mereka tidak berpura-pura.
Kebenaran ada bersama mereka sehingga mereka berwibawa.
Hikmat tidak tawar hati (ayat 10). Ketika menghadapi kesulitan mereka
tidak menyerah. Walaupun jatuh 7 kali (jatuh sampai berkali-kali) mereka akan
bangkit kembali (ayat 16). Dengan kata lain mereka tidak sempurna, mereka tetap
akan jatuh dan gagal namun mereka selalu bangkit kembali. Tidak ada kata
‘menyerah’. Mereka tidak bersukacita karena kejatuhan atau kegagalan orang
lain. Mereka tidak bersukacita karena kejatuhan musuh mereka (ayat 17). Sebab
mereka sadar bahwa ini merupakan kejahatan dalam pandangan TUHAN.
Keluarga tidak bersifat ekslusif, setelah rumah didirikan dengan hikmat,
keluarga memiliki misi kemanusiaan. Salomo mengajarkan hikmat menolong dan
membebaskan (ayat 11). Ada banyak jiwa-jiwa yang menderita secara diam-diam.
Mereka sudah putus asa dan bahkan berpikir dan mencoba untuk mengakhiri hidup
mereka dengan cara bunuh diri. Mereka berpikir bahwa sudah tidak ada solusi
yang terbaik lagi selain membunuh diri. Jiwa mereka sudah kelelahan sehingga
mereka tidak sanggup bertahan hidup lagi. Mereka sudah menyerah dan tidak
sanggup bangkit lagi. Dengan hikmat kita dapat menolong mereka. Keluarga yang
didirikan oleh hikmat akan mengulurkan tangan untuk memberikan pertolongan.