Friday, 16 December 2011

THE BOY IN THE STRIPED PYJAMAS

The Boy in the Striped Pyjamas merupakan film tentang anak-anak yang sangat mengesankan. Film tersebut diangkat dari novel tahun 2006 karya John Boyne. Menurut penulis, buku tersebut selesai ditulis hanya dalam 2,5 hari. Film tersebut mengisahkan Bruno Hoess yang berumur 9 tahun, anak dari seorang komandan Nazi. Yang paling menarik dan menyentuh hati dalam film tersebut adalah persahabatan rahasia Bruno dengan Shmuel (orang Yahudi). Karena dilarang oleh orangtuanya untuk bermain di kebun, (Bruno mengira camp konsentrasi orang-orang Yahudi sebagai sebuah kebun) Seperti yang kita ketahui, Nazi yang dipimpin oleh Adolf Hitler telah melakukan pembunuhan massal sekitar 6 juta orang Yahudi dengan kejam. Dengan kata lain, holocaust merupakan peristiwa yang sangat suram dalam sejarah umat manusia. Pada saat Bruno bertanya kepada ayahnya mengenai orang-orang di ladang, ayahnya mengatakan “they aren’t really people”. Orang-orang Yahudi tidak dianggap sebagai manusia oleh Nazi melainkan mereka dianggap sebagai binatang atau bahkan lebih rendah dari binatang untuk dipermainkan,  disiksa dan dibunuh. Melalui tutor mereka Herr Liszt, Bruno dan kakaknya, Gretel Hoess diindoktrinasi untuk membenci orang-orang Yahudi. Namun kepolosan Bruno melindungi dirinya dari indoktrinasi yang dilakukan oleh Herr Liszt.
Bruno yang masih kecil tidak memahami mengapa para tentara Nazi bersikap kasar kepada orang-orang Yahudi tersebut. Bagi Bruno setiap manusia itu sederajat sebab Bruno yang polos tidak memandang manusia dengan prasangka dan praduga. Kebosanan Bruno teratasi karena persahabatan rahasianya dengan Shmuel yang ia dikenal di camp konsentrasi. Walaupun dipisahkan oleh pagar listrik, persahabatan dua anak ini yang polos sama sekali tidak dipengaruhi oleh kebencian. Sekali lagi kepolosan Bruno dipaparkan ketika ia mengira pakaian tidur yang dikenakan oleh Shmuel yang disertai nomor merupakan bagian dari sebuah permainan. Setelah mengetahui bahwa Shmuel kekurangan makanan, Bruno pun berusaha untuk membawakan makanan setiap kali ia berkunjung. Ironisnya selagi sebagian besar orang Jerman membenci dan membunuh orang-orang Yahudi, Bruno malah bersahabat dengan seorang Yahudi. Sebagai kontras dengan karakter Bruno, Gretel kakak Bruno telah dipengaruhi pengajaran Herr Liszt. 

Karakter Bruno mengingatkan dan mengajarkan kita tentang nilai kemanusiaan (humanity) bahwa setiap manusia itu sama berharganya. Atas pengaruh sekularisasi dan modernisasi, teknologi telah menggantikan nilai-nilai kemanusiaan. Albert Einstein mengatakan, “It has become appallingly obvious that our technology has exceeded our humanity”. Baik melalui teknologi militer maupun kuasa perekonomian manusia diperbudak dan dieksploitasi. Hal ini juga didemonstrasikan atas terjadinya krisis perekonomian yang disebabkan oleh sekelompok kecil orang yang rakus. Kemudian sekelompok kecil orang tersebut diberikan dana bantuan dalam jumlah besar untuk memperbaiki kondisi ekonomi. Kemudian mereka menjadi pahlawan yang menyelamatkan perekonomian. Lalu mereka menghamburkan dan menikmati kekayaan mereka. Perekonomian telah menjadi cengkeraman yang kuat terhadap kehidupan manusia. Manusia menciptakan sistem ekonomi lalu manusia menjadi budak ekonomi. Di sisi lain, para ekstremis menggunakan simbol agama untuk menentang para kapitalis. Jika manusia tidak memprioritaskan nilai-nilai kemanusiaan maka persoalan tersebut akan terus menggerogoti hati manusia. TUHAN berfirman, “Laksanakanlah hukum yang benar dan tunjukkanlah kesetiaan dan kasih sayang kepada masing-masing! Janganlah menindas janda dan anak yatim, orang asing dan orang miskin, dan janganlah merancang kejahatan dalam hatimu terhadap masing-masing “(Zakaria 7.9-10).

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12