Saya pernah menikmati kentang yang menghiasi steak, kentang tersebut tidak hanya tampil menawan tetapi juga lezat sewaktu dimakan. Bagaimana pun kentang tersebut bukan makanan utama melainkan berfungsi sebagai penghias. Penting bagi kita untuk menyadari peranan kita. Seringkali, tanpa disadari kita ingin menjadi lebih utama dari Allah sendiri. Bukankah ini mirip godaan yang diterima oleh manusia pertama? Mengingat popularitas dan keuntungan yang bisa Yohanes raih apabila ia mengakui dirinya sebagai Sang Mesias pasti sangat menggiurkan. Bukankah di zaman kini terdapat banyak hamba TUHAN yang jauh lebih populer ketimbang Yesus Sendiri? Atau setidaknya menyaingi popularitas Kristus? Tetapi Yohanes berkata, “Aku bukan Mesias, bukan Elia, juga bukan nabi yang akan datang.” Yohanes menyadari peranannya sebagai seorang yang dipanggil untuk meluruskan jalan TUHAN (Yoh 1.23). Orang-orang Farisi yang hadir mengajukan pertanyaan verifikasi, “mengapa engkau membaptis jikalau engkau bukan Mesias?” Pertanyaan tersebut mempunyai dua implikasi. Implikasi pertama adalah mendiskualifikasi baptisan Yohanes sebab dia bukan siapa-siapa atau implikasi kedua mendiskualifikasi dirinya karena ia membaptis maka ia pasti adalah seorang yang penting. Dengan kata lain, apabila bukan pekerjaannya (doing) yang salah berarti orangnya (being) yang tidak beres. Jika kita tidak jelas akan siapa diri kita maka pertanyaan seperti ini akan mengacaukan diri kita sehingga kita akan dibuat berpikir, “kalau begitu siapakah saya?” Namun pertanyaan orang-orang Farisi tidak membingungkan posisi Yohanes. Ia menjawab mereka, “Aku hanya membaptis dengan air. Untuk Dia yang belum kalian kenal, membuka tali kasutnya pun aku tidak layak” (Yoh 1.26-27). Yohanes sangat jelas akan identitas dirinya.
Kristus Sendiri yang adalah “gambar Allah yang tidak kelihatan (Kol 1.15), kepenuhan Allah (1.19; 2.9) merendahkan Diri, menjadi manusia demi “menghapus surat hutang” (Kol 2.14). Kristus yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan Diri-Nya Sendiri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia (Filipi 2.6-7). Dia adalah Anak Domba Allah.
Kedatangan Anak Domba Allah atau Domba Paskah bertujuan untuk menyampaikan “kabar baik” kepada orang-orang sengsara, “merawat” yang remuk hati, memberitakan “kebebasan” kepada orang yang terkurung dan memberitakan “tahun rahmat” dan “hari pembalasan” (Yes 61.1-2). Kedatangan Anak Domba Allah juga untuk “menghibur” sehingga orang-orang berubah dari hati yang “berkabung” menjadi hati yang “berpesta” dari yang tampak “lesu” menjadi “riang gembira”. Mereka akan menjadi ceria dan bersukacita. Keindahan mereka memperlihatkan keagungan-Nya sehingga mereka disebut sebagai “tanaman TUHAN” (Yes 61.3). Seperti yang dideskripsikan oleh pemazmur, orang-orang yang dipulihkan TUHAN akan “bersorak-sorai”.
Menjadi seperti kentang di samping steak dan menjadi tanaman adalah sebuah paradoks. Di satu sisi, kita harus sadar akan keterbatasan dan keberadaan sebagai manusia berdosa. Menyadari ketidaklayakkan diri kita seperti Yohanes Pembaptis – untuk membungkuk dan membuka tali kasutnya pun tidak layak. Dan di sisi lain menyadari akan kondisi kita yang telah diperbaharui menjadi berharga seperti tanaman TUHAN. Paradoks tersebut mengingatkan kita bahwa sebenarnya yang menakutkan bukanlah kegagalan tetapi perasaan gagal, bukan juga kesusahan tetapi perasaan susah. Yang berat bagi seorang pelajar yang gagal untuk sebuah mata pelajaran bukanlah angka merah tetapi perasaan gagal. Perasaan gagal lebih menggagalkan daripada kegagalan itu sendiri. Perasaan dipandang rendah, perasaan tidak berharga, perasaan tidak berguna menyebabkan banyak kesengsaraan.
Menjadi tanaman TUHAN adalah menyadari keberhargaan diri di hadapan TUHAN. Apabila seseorang mempunyai keyakinan diri maka ia tidak perlu mencari muka, membesar-besarkan diri dan ingin menjadi penting atau “merasa diperlukan”. Hasrat yang kuat untuk merasa diperlukan berkaitan erat dengan perasaan gagal dan perasaan tidak berguna. Hanya ketika kita menjadi tanaman TUHAN maka apa yang menjadi nubuat untuk Diri Yesus juga relevan dan aplikatif bagi kita sehingga kita dapat menyatakan, “Roh TUHAN Allah ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku…”