Manusia
merupakan makhluk yang memiliki memori. Saudara pasti memiliki
kenangan-kenangan indah berupa sebuah tempat pertama Anda berpacaran, tempat
Anda propose pada pasangan Anda, momen Anda wisuda dan momen-momen
lainnya. Di dalam memori terkandung berbagai kenangan. Setiap kenangan bisa
mengandung penyesalan, dukacita, sukacita, pembelajaran sehingga seseorang
mungkin mengategorikan kenangan menjadi kenangan manis, kenangan pahit,
kenangan sedih, kenangan penyesalan dan lain sebagainya. Kenangan-kenangan
pahit, sedih dan penuh penyesalan tidak dapat dihilangan tetapi dapat diedit
dengan memberikan perspektif baru ke dalam memori tersebut.
Apa yang kita kenang dari seseorang yang terlebih
dahulu meninggalkan kita? Senyumannya, perkataannya, kebiasaannya? Mengenang “kawan
lama” maupun “anggota keluarga” merupakan hal yang sangat indah. Memori-memori
indah tersimpan dan diputar setiap kali kita mengenang mereka. Selain mengenang
masa lalu, manusia juga mampu memvisualisasi masa depan. Sebelum ada telepon
genggam manusia sudah terlebih dahulu memvisualisasi penggunakan handphone di
dalam film-film animasi. Manusia juga memvisualisasi mobil tanpa supir, bedah
robot, cloning manusia, komputer sadar diri dan lain sebagainya di dalam
film-film yang bertema futuristik. Kemampuan manusia untuk mengenang masa lalu
dan mempikturisasi masa depan mendemonstrasikan bahwa manusia merupakan makhluk
yang mampu menerobos waktu. Keabadian sudah tertanam di dalam diri manusia.
Singkat kata, manusia bisa mengenang masa lalu juga bisa mengharapkan masa
depan.
Alkitab Perjanjian Lama menyebut dua orang yang
dirempah-rempahi setelah kematian mereka yakni Yakub (Kej 50:2) dan Yusuf (Kej
50:26). Menurut Gordon Wenham, mumifikasi merupakan sebuah proses rumit, yang
pada umumnya termasuk mengeluarkan otak dan organ tubuh dan digantikan dengan
rempah-rempah. Biasanya proses ini memakan memerlukan waktu selama 70 hari
(1994, 488).
Yusuf meninggal pada umur 110 tahun. Sebelum
meninggal, Yusuf meminta agar tubuhnya tidak dimakamkan di Mesir. Yusuf
berpesan kepada anak-anaknya,
“Tidak lama lagi aku akan mati, tentu Allah akan memperhatikan kamu dan
membawa kamu keluar dari negeri ini, ke negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan
sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub. Lalu
Yusuf menyuruh anak-anak Israel bersumpah, katanya: "Tentu Allah akan
memperhatikan kamu; pada waktu itu kamu harus membawa tulang-tulangku dari
sini." (Kej 50:24).
Kitab Ibrani
memberitahukan bahwa permintaan Yusuf merupakan ekspresi dari imannya kepada
Yahweh. Ibrani 11:22 mencatat, “Karena
iman maka Yusuf menjelang matinya memberitakan tentang keluarnya orang-orang
Israel dan memberi pesan tentang tulang-belulangnya”. Yusuf menolak untuk dimakamkan di dalam
piramida Mesir. Yusuf berpegang pada janji Yahweh yang akan membawa
umat-Nya keluar dari Mesir, sehingga ia memerintahkan kepada anak cucunya untuk
membawa tulangnya bersama dengan mereka. Oleh sebab itu, pada saat bangsa
Israel keluar dari Mesir, Musa membawa tulang Yusuf (Kel 13:19). Kemudian
setelah mereka memasuki Tanah Perjanjian, tulang Yusuf dikuburkan di tanah yang
dibeli ayahnya, Yakub di Sikhem.
Yusuf adalah satu-satunya orang yang tulangnya
dibawa ke mana-mana. Tulang Yusuf di sini merupakan simbol pengharapan. Yusuf
mengharapkan kunjungan TUHAN, pembebasan, Tanah Perjanjian dan kebangkitan
orang mati. Apabila kita memasuki gereja-gereja tua di Eropa, kita akan melalui
halaman depan yang dipenuhi dengan kuburan. Ketika saya mengunjungi sebuah
gereja Presbyterian tua di Malaka (Christ Church), saya menemukan banyak anggota
jemaatnya yang dikubur di lantai dan di kuburkan dalam dinding gereja. Karena
Kristus telah mengalahkan maut sehingga kematian tidak lagi menakutkan.
Kematian telah berubah menjadi “tidur”, sesuatu yang bersifat terminasi abadi
telah berubah menjadi peristirahatan sementara. Dengan kata lain, mati bukan berarti
“game over”. Sebab kebangkitan dengan tubuh yang mulai telah memberikan
pembaharuan pada tubuh yang fana. Kebangkitan menegaskan kembali bahwa TUHAN
adalah Pencipta Yang Maha Kuasa yang bahkan menciptakan kembali yang fana
melalui kebangkitan.
Benar bahwa kematian memisahkan manusia dengan
orang-orang yang mereka cintai yang telah terlebih dahulu meninggalkan dunia
ini. Tetapi perpisahan ini bersifat sementara sebab Kristus telah membuka jalan
bagi manusia ke dalam dimensi keabadian. Kita dapat bertemu dengan orang yang
kita cintai. Ketika bertemu kembali, kita akan bertemu di dalam kemuliaan,
sebuah fenomena yang sangat menakjubkan. Untuk itu, di dalam pandangan orang
Kristen tidak mencakup perkataan “人死不能复生” yang
artinya manusia yang mati tidak dapat hidup kembali. Karena di dalam wawasan
teologis orang-orang Kristen memiliki pandangan mengenai kebangkitan orang
mati.
Bagaimana kita akan dikenang? Kita mungkin dikenang
sebagai seorang pekerja keras, pencapai, teratur, tegas, sabar, penuh cinta dan
lain sebagainya. Apakah kita mau dikenang sebagai seorang yang hebat dan
sukses? Atau mau dikenang sebagai seorang yang banyak berbuat baik? Seorang
yang sabar? Kitab Ibrani tidak menyimpulkan kehidupan Yusuf sebagai seorang
hebat di Mesir, sebagai orang nomor dua di Mesir, atau sebagai ahli mimpi yang
hebat. Tetapi Yusuf dikenang sebagai seorang yang percaya bahwa TUHAN akan
mengunjungi, seorang yang percaya pada kasih setia TUHAN. Bagamana kita mau
dikenang?
Referensi
Wenham, Gordon. 1994. Genesis 16-50: Word
Biblical Commentary. USA: Word, Incorporated.
Batam, 30 June 2014