Monday, 30 June 2014

TULANG YUSUF

Manusia merupakan makhluk yang memiliki memori. Saudara pasti memiliki kenangan-kenangan indah berupa sebuah tempat pertama Anda berpacaran, tempat Anda propose pada pasangan Anda, momen Anda wisuda dan momen-momen lainnya. Di dalam memori terkandung berbagai kenangan. Setiap kenangan bisa mengandung penyesalan, dukacita, sukacita, pembelajaran sehingga seseorang mungkin mengategorikan kenangan menjadi kenangan manis, kenangan pahit, kenangan sedih, kenangan penyesalan dan lain sebagainya. Kenangan-kenangan pahit, sedih dan penuh penyesalan tidak dapat dihilangan tetapi dapat diedit dengan memberikan perspektif baru ke dalam memori tersebut.

Apa yang kita kenang dari seseorang yang terlebih dahulu meninggalkan kita? Senyumannya, perkataannya, kebiasaannya? Mengenang “kawan lama” maupun “anggota keluarga” merupakan hal yang sangat indah. Memori-memori indah tersimpan dan diputar setiap kali kita mengenang mereka. Selain mengenang masa lalu, manusia juga mampu memvisualisasi masa depan. Sebelum ada telepon genggam manusia sudah terlebih dahulu memvisualisasi penggunakan handphone di dalam film-film animasi. Manusia juga memvisualisasi mobil tanpa supir, bedah robot, cloning manusia, komputer sadar diri dan lain sebagainya di dalam film-film yang bertema futuristik. Kemampuan manusia untuk mengenang masa lalu dan mempikturisasi masa depan mendemonstrasikan bahwa manusia merupakan makhluk yang mampu menerobos waktu. Keabadian sudah tertanam di dalam diri manusia. Singkat kata, manusia bisa mengenang masa lalu juga bisa mengharapkan masa depan.

Alkitab Perjanjian Lama menyebut dua orang yang dirempah-rempahi setelah kematian mereka yakni Yakub (Kej 50:2) dan Yusuf (Kej 50:26). Menurut Gordon Wenham, mumifikasi merupakan sebuah proses rumit, yang pada umumnya termasuk mengeluarkan otak dan organ tubuh dan digantikan dengan rempah-rempah. Biasanya proses ini memakan memerlukan waktu selama 70 hari (1994, 488).

Yusuf meninggal pada umur 110 tahun. Sebelum meninggal, Yusuf meminta agar tubuhnya tidak dimakamkan di Mesir. Yusuf berpesan kepada anak-anaknya,
“Tidak lama lagi aku akan mati, tentu Allah akan memperhatikan kamu dan membawa kamu keluar dari negeri ini, ke negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub. Lalu Yusuf menyuruh anak-anak Israel bersumpah, katanya: "Tentu Allah akan memperhatikan kamu; pada waktu itu kamu harus membawa tulang-tulangku dari sini." (Kej 50:24).

Kitab Ibrani memberitahukan bahwa permintaan Yusuf merupakan ekspresi dari imannya kepada Yahweh. Ibrani 11:22 mencatat, “Karena iman maka Yusuf menjelang matinya memberitakan tentang keluarnya orang-orang Israel dan memberi pesan tentang tulang-belulangnya. Yusuf menolak untuk dimakamkan di dalam piramida Mesir. Yusuf berpegang pada janji Yahweh yang akan membawa umat-Nya keluar dari Mesir, sehingga ia memerintahkan kepada anak cucunya untuk membawa tulangnya bersama dengan mereka. Oleh sebab itu, pada saat bangsa Israel keluar dari Mesir, Musa membawa tulang Yusuf (Kel 13:19). Kemudian setelah mereka memasuki Tanah Perjanjian, tulang Yusuf dikuburkan di tanah yang dibeli ayahnya, Yakub di Sikhem.

Yusuf adalah satu-satunya orang yang tulangnya dibawa ke mana-mana. Tulang Yusuf di sini merupakan simbol pengharapan. Yusuf mengharapkan kunjungan TUHAN, pembebasan, Tanah Perjanjian dan kebangkitan orang mati. Apabila kita memasuki gereja-gereja tua di Eropa, kita akan melalui halaman depan yang dipenuhi dengan kuburan. Ketika saya mengunjungi sebuah gereja Presbyterian tua di Malaka (Christ Church), saya menemukan banyak anggota jemaatnya yang dikubur di lantai dan di kuburkan dalam dinding gereja. Karena Kristus telah mengalahkan maut sehingga kematian tidak lagi menakutkan. Kematian telah berubah menjadi “tidur”, sesuatu yang bersifat terminasi abadi telah berubah menjadi peristirahatan sementara. Dengan kata lain, mati bukan berarti “game over”. Sebab kebangkitan dengan tubuh yang mulai telah memberikan pembaharuan pada tubuh yang fana. Kebangkitan menegaskan kembali bahwa TUHAN adalah Pencipta Yang Maha Kuasa yang bahkan menciptakan kembali yang fana melalui kebangkitan.

Benar bahwa kematian memisahkan manusia dengan orang-orang yang mereka cintai yang telah terlebih dahulu meninggalkan dunia ini. Tetapi perpisahan ini bersifat sementara sebab Kristus telah membuka jalan bagi manusia ke dalam dimensi keabadian. Kita dapat bertemu dengan orang yang kita cintai. Ketika bertemu kembali, kita akan bertemu di dalam kemuliaan, sebuah fenomena yang sangat menakjubkan. Untuk itu, di dalam pandangan orang Kristen tidak mencakup perkataan “人死不能复生” yang artinya manusia yang mati tidak dapat hidup kembali. Karena di dalam wawasan teologis orang-orang Kristen memiliki pandangan mengenai kebangkitan orang mati.

Bagaimana kita akan dikenang? Kita mungkin dikenang sebagai seorang pekerja keras, pencapai, teratur, tegas, sabar, penuh cinta dan lain sebagainya. Apakah kita mau dikenang sebagai seorang yang hebat dan sukses? Atau mau dikenang sebagai seorang yang banyak berbuat baik? Seorang yang sabar? Kitab Ibrani tidak menyimpulkan kehidupan Yusuf sebagai seorang hebat di Mesir, sebagai orang nomor dua di Mesir, atau sebagai ahli mimpi yang hebat. Tetapi Yusuf dikenang sebagai seorang yang percaya bahwa TUHAN akan mengunjungi, seorang yang percaya pada kasih setia TUHAN. Bagamana kita mau dikenang?

Referensi

Wenham, Gordon. 1994. Genesis 16-50: Word Biblical Commentary. USA: Word, Incorporated.


Batam, 30 June 2014

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12