Apakah Allah mengalami ledakan emosi? Murka Allah bukan gejolak emosi Allah. Dua pandangan yang biasanya diterima umum adalah, pertama Allah selalu murka. Yang kedua, Allah tidak murka sama sekali karena Allah adalah kasih. Atau ada yang mengatakan bahwa murka Allah hanya milik Perjanjian Lama, dan Allah sudah berubah di Perjanjian Baru. Seriously? Bukankah Kristus murka ketika melihat orang-orang menjadikan Bait Allah sarang penyamun?
Murka Allah terjadi karena kekudusan-Nya tidak dapat menerima dosa. Murka Allah merupakan penolakan Allah terhadap kerusakan dosa (Efesus 5:6). Namun kasih Allah tidak pernah berkurang dalam murka-Nya. Firman TUHAN mengatakan, “Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia?” (Mikha 7:18).
Murka Allah menegakkan keadilan ilahi (Roma 12:19), mencakup didikan (Roma 2:8), menyatakan kesalahan (Ayub 42:7) dan memulihkan (Roma 1:18). TUHAN juga dapat menggunakan pemerintah untuk menyatakan murka-Nya (Roma 13:4). Murka Allah akan ditumpahkan menjelang kedatangan Kristus, "Pergilah dan tumpahkanlah ketujuh cawan murka Allah itu ke atas bumi” (Wahyu 16:1).
Apakah setiap orang yang terinfeksi COVID-19 adalah orang yang sangat berdosa sehingga mereka sedang dihukum Allah? Tidak! Bukan seperti ini cara memahami murka Allah. Murka Allah selalu mencakup didikan dan kasih sayang. TUHAN pernah murka terhadap Musa (Ul. 1:37), Bileam (Bil. 22:22), Uza (1 Taw. 13:10), Israel (2 Raj. 13:3), Yehuda (Ezra 5:12), Asyur (Yes. 10:5-10), Babel (Yer. 50). Nah, contoh kehidupan orang-orang yang hidup di tengah murka Allah, seperti Yeremia, Yehezkiel, Daniel, Ezra, Nehemia dan Ester. Saudara dapat membaca bagaimana TUHAN mencintai dan memelihara anak-anak-Nya sekalipun di tengah murka-Nya.
Nah, bagaimana kita dapat memahami hati Allah dalam pandemi COVID-19 ini? Pertama, spiritualitas atau keagamaan yang munafik menyakiti hatinya. Kedua, konflik keluarga dan kesibukan yang merenggangkan relasi antar anggota keluarga menyakiti hati-Nya. Ketiga, prioritas tinggi pada kesuksesan karier dan bisnis sehingga melalaikan pelayanan kemanusiaan dan merendahkan sesama menyakiti hati-Nya. Keempat, kerusakan bumi akibat keegoisan dan keserakahan perekonomian menyakiti hati-Nya. Kelima, merasa diri sendiri pandai, bijaksana dan merasa tidak membutuhkan TUHAN (self-sufficient) menyakiti hati-Nya. Akhir kata, murka Allah menunjukkan kita apa yang membuat Dia sakit hati (Yer. 25:6). God’s wrath helps us see what breaks His heart.
Murka Allah menegakkan keadilan ilahi (Roma 12:19), mencakup didikan (Roma 2:8), menyatakan kesalahan (Ayub 42:7) dan memulihkan (Roma 1:18). TUHAN juga dapat menggunakan pemerintah untuk menyatakan murka-Nya (Roma 13:4). Murka Allah akan ditumpahkan menjelang kedatangan Kristus, "Pergilah dan tumpahkanlah ketujuh cawan murka Allah itu ke atas bumi” (Wahyu 16:1).
Apakah setiap orang yang terinfeksi COVID-19 adalah orang yang sangat berdosa sehingga mereka sedang dihukum Allah? Tidak! Bukan seperti ini cara memahami murka Allah. Murka Allah selalu mencakup didikan dan kasih sayang. TUHAN pernah murka terhadap Musa (Ul. 1:37), Bileam (Bil. 22:22), Uza (1 Taw. 13:10), Israel (2 Raj. 13:3), Yehuda (Ezra 5:12), Asyur (Yes. 10:5-10), Babel (Yer. 50). Nah, contoh kehidupan orang-orang yang hidup di tengah murka Allah, seperti Yeremia, Yehezkiel, Daniel, Ezra, Nehemia dan Ester. Saudara dapat membaca bagaimana TUHAN mencintai dan memelihara anak-anak-Nya sekalipun di tengah murka-Nya.
Nah, bagaimana kita dapat memahami hati Allah dalam pandemi COVID-19 ini? Pertama, spiritualitas atau keagamaan yang munafik menyakiti hatinya. Kedua, konflik keluarga dan kesibukan yang merenggangkan relasi antar anggota keluarga menyakiti hati-Nya. Ketiga, prioritas tinggi pada kesuksesan karier dan bisnis sehingga melalaikan pelayanan kemanusiaan dan merendahkan sesama menyakiti hati-Nya. Keempat, kerusakan bumi akibat keegoisan dan keserakahan perekonomian menyakiti hati-Nya. Kelima, merasa diri sendiri pandai, bijaksana dan merasa tidak membutuhkan TUHAN (self-sufficient) menyakiti hati-Nya. Akhir kata, murka Allah menunjukkan kita apa yang membuat Dia sakit hati (Yer. 25:6). God’s wrath helps us see what breaks His heart.