Hujan gerimis merintik! Bapa mengajak Tiffany dan Juvenus mendaki bukit yang berada di belakang kampung mereka. Mereka berjalan memgikuti jalan setapak yang sempit dan berkelok-kelok. Tibalah mereka di puncak bukit. Sang bapak mengambil sepotong kayu dan menuliskan kata, “Paham.” Kedua anaknya tidak memahami dan segan bertanya.
Juve dan Fany bertaya, “Papa, bolehkah kami bermain air hujan?” Sang Bapa tersenyum. Maka mereka berdua asyik bermain air hujan gerimis sambil senyum bahagia.
Kemudian Sang bapa memanggil Juve dan Fany ke dalam pondok kayu kecil. Di meja makan bundar berbahan kayu sudah tersedia Cheese Cake yang sudah dipotong-potong. Setelah makan, Sang Bapa berkata, “Jika kalian terjerat oleh perkataan kalian, sesegera mungkin lepaskan diri darinya (Amsal 6:1-5). Sang Bapa melanjutkan, “Jangan bermalas-malasan dan tidur-tiduran terus di kasur (Amsal 6:9-10), tetapi belajarlah dari semut yang bekerja dengan rajin (Amsal 6:6-8). Hindarilah tipu muslihat dan lidah yang jahat (Amsal 6:12-15) sebab dusta termasuk salah satu hal yang dibenci TUHAN, selain kesombongan, penumpahan darah orang tidak bersalah, kejahatan, saksi dusta dan kebohongan (Amsal 6:16-19).
Bapa mengatakan, “Nak, tahukah kalian bahwa menulis jurnal rohani itu sangat penting?” Manusia belum benar-benar merenungkan sesuatu jika dia belum menuliskannya. Mengapa? Menulis memaksa kita menata pikiran kita. Menulis memaksa kita berpikir secara mendalam dan sistematis. Sang Bapa mengatakan, “Tambahkanlah semuanya itu pada JARIMU, dan tulislah itu pada loh hatimu” (Amsal 7:3).
Banyak orang Kristen mengatakan mereka tidak belajar apa-apa selama 10 tahun kehidupan iman mereka. Ketika didorong untuk membimbing orang lain, mereka mengatakan bahwa mereka tidak sanggup. Seandainya mereka mencatat setiap khotbah maupun renungan yang mereka dengar, sudah berapa banyak bahan yang mereka pelajari dan dapat dibagikan? Seandainya mereka menulis jurnal rohani dari SAAT TEDUH mereka, sudah berapa banyak bekal yang dapat mereka gunakan untuk membimbing orang lain? Terlebih lagi, jurnal mempermudah mereka melihat pekerjaan TUHAN dalam hidup mereka dengan lebih jelas. Untuk memperoleh hikmat, kita mesti merindukannya, mencintainya, mencarinya, dan berjuang demi mendapatkannya.
Kecuali kita mencintai dan mencari hikmat, kita tidak akan mendapatkannya (Amsal 8:17). Kecuali seseorang menghargai hikmat sebagai harta yang sangat berharga, dia tidak akan memeliharanya dengan erat (Amsal. 18:21). Firman TUHAN mengajarkan, “Apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah…hendaklah ia meminta dengan iman” (Yak. 1:5-6).