The Bucket List (2007) disutradarai oleh Bob
Reiner dan ditulis oleh Justin Zackham. Film ini bercerita tentang pertemuan seorang mekanik, Carter
Chambers (Morgan) dengan seorang kaya sekaligus pemilik rumah sakit Edward Cole
(Jack Nicholson). Kedua orang ini sama-sama didiagnosa menderita kanker dengan
waktu mereka yang hanya sisa 6 hingga 12 bulan.
Pada masa mudanya, Carter bercita-cita menjadi
seorang professor sejarah akan tetapi cita-citanya sirna ketika istrinya
mengandung sehingga ia mendefinisikan kondisi dirinya saat itu dengan 3 B – black, broke and with a baby on the way.
Sebenarnya ia ingin kembali studi tetapi tanpa disadari waktu berlalu dengan
cepat. Hobinya adalah menonton acara Jeopardy.
Edward adalah seorang yang sangat kaya yang sudah
4 kali cerai. Kesukaan Edward adalah kopi luwak. Salah satu hal yang suka ia
lakukan adalah mengubah nama orang. Ia selalu memanggil asistennya Thomas
padahal asistennya bernama Matthew. Menurut Edward, Matthew terlalu
“alkitabiah” sehingga ia gantikan dengan Thomas. Sikap Edward yang menyebalkan
membuat dirinya tidak disukai banyak orang bahkan ketika ia menjalani operasi
besar di rumah sakit, tidak ada satu orang pun yang mengunjungi dia.
Menyadari
waktunya yang terbatas, Carter menulis sebuah daftar yang ia ingin kerjakan
sebelum ia meninggal dunia yang disebut dengan “The bucket list” (a to do list before someone kicks the
bucket). Carter menulis di Bucket list –
-
Witness something majestic.
-
Help a complete stranger for
the good
Daftar
tersebut kemudian dibaca oleh Edward dan ia menambahnya dengan hal baru
seperti, skydiving, kiss a beautiful girl…
Edward mendesak Carter untuk melaksanakan apa yang sudah tertulis di Bucket
Lists maka mulailah perjalanan ke Eropa, India, Mesir dan China.
Film
yang sederhana ini dibungkus dengan dialog yang menarik dan mendalam untuk
direnungi. Pada saat mereka membicarakan tentang TUHAN dan iman Edward berkata, ”I envy people who have faith,
I just can’t get my head around it.” Dan Carter
menjawab, “Maybe because your head’s in
the way.”
Ungkapan
Carter tentang mendengarkan suara gunung sangat menarik perhatian saya. Carter
mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang pendaki yang membagikan
pengalamannya ketika mencapai puncak gunung Himalaya. Ia mendengarkan suara
keheningan “profound silence” yakni “the sound of the mountain” seolah-olah
ia mendengarkan suara TUHAN.
Berikut
ini isi surat Carter kepada Edward..
”Dear Edward, I’ve gone back and forth
the last few days trying to decide whether or not I should even write this. In
the end, I realized I would regret it if I didn’t, so here it goes. I know the
last time we saw each other, we weren’t exactly hitting the sweetest
notes-certain wasn’t the way I wanted the trip to end. I suppose I’m
responsible and for that, I’m sorry. But in all honestly, if I had the chance, I’d
do it again. Virginia said I left a stranger and came back a husband; I owe
that to you. There’s no way I can repay you for all you’ve done for me, so
rather than try, I’m just going to ask you to do something else for me-find the
joy in your life. You once said you’re not everyone. Well, that’s true-you’re
certainly not everyone, but everyone is everyone. My pastor always says our
lives are streams flowing into the same river towards whatever heaven lies in
the mist beyond the falls. Find the joy in your life, Edward. My dear friend,
close your eyes and let the waters take you home.”
Klimaks
film ini terjadi pada saat sharing Edward di sebuah gereja pada kebaktian
penghiburan/pemakaman Carter. Edward berkata, “
“I hope that it doesn’t sound selfish
of me, but the last months of his life were the best months of mine. He saved
my life, and he knew it before I did. I’m deeply proud that this man found it
worth his while to know me. In the end, I think it’s safe to say that we
brought some joy to one another’s lives, so one day, when I go to some final
resting place, if I happen to wake up next to a certain wall with a gate, I
hope that Carter’s there to vouch for me and show me the ropes on the other
side.”
Di dalam narasi Carter di akhir film,
penonton dikabarkan bahwa Edward mengalami perubahan hidup dan menjadi seorang yang beriman. Edward
menyelesaikan apa yang ditulis di Bucket List seperti mencium cucunya, “kiss
the most beautiful girl in the world”. Berikut ini narasi Carter di akhir film…
“Edward Perryman Cole died in May. It
was a Sunday in the afternoon and there wasn’t a cloud in the sky. He was 81
years old. Even now, I can’t claim to understand the measure of a life, but I
can tell you this: I know that when he died, his eyes were closed and his heart
was open..”.
Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu
dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh
kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan (Roma 15.13)