Mark
10.17-31
Seorang
pemimpin (Luk 18.18) muda (Mat 19.20) dan kaya berlari-lari mendapatkan Yesus.
Ia begitu antusias untuk memperoleh jawaban dari Yesus. Ia sudah
memiliki apa yang diidamkan oleh banyak orang yakni ia adalah seorang pemimpin yang
kaya dan masih muda. Di zaman yang sangat mengutamakan penampilan “age of image”, penampilan adalah
segalanya. Setiap orang ingin selalu tampak muda seperti yang didemonstrasikan di film The
Surrogates (2009) dengan pemeran utama Bruce Willis. Manusia ingin tampil muda dan menawan dengan robot
pengganti. Manusia tidak keluar rumah dengan dirinya melainkan dengan
menggunakan robot pengganti. Jadi seorang pria bisa menggunakan robot perempuan
yang cantik dan seksi. Dengan kata lain, setiap orang mempresentasikan dirinya yang
palsu. Film In Time (2011) yang
disutradarai oleh Andrew Niccol juga menceritakan hal yang serupa yakni di
dalam plotnya, manusia berhenti menua pada umur 25 tahun. Umur dapat dijualbelikan,
jadi hanya orang-orang kaya yang bisa panjang umur. Di dunia realita, produk-produk
kecantikan, operasi plastik, produk anti-penuaan sudah menjadi tren.
Berpenampilan muda dan kaya merupakan target yang dikejar orang-orang. “Muda,
kaya & sukses” merupakan kata kunci zaman sekarang. Muda, kaya dan sukses
juga menjadi kriteria yang dicari-cari orang. Dengan kata lain, orang yang muda, kaya
dan sukses merupakan produk yang paling dicari di pasar (the most desirable product in the market).
Orang
muda ini menyapa Yesus, “Guru yang baik”.
Ia mengenal Yesus sebagai seorang Guru yang baik, yang mengajar, yang
berhikmat, yang memahami, yang mengayomi. Anak muda ini tidak menjawab
pertanyaan Yesus, “Mengapa kaukatakan Aku
baik?” Padahal Yesus memberikan dia “petunjuk” atau hint “Tak seorang pun yang baik selain daripada Allah saja”, tetapi
anak muda ini tidak ngeh. Ia tidak
memahami karena ia terlalu berfokus pada dirinya sendiri. Ia mengalihkan
perhatiannya dari Yesus, ia terlalu ego sentris. Ia terlalu berfokus pada
pencapaian dan perbuatan pribadi sehingga ia memandang kekekalan sebagai
sesuatu yang dapat ia raih. Ia tidak dapat melihat kekalahan sebagai anugerah.
Mungkin ia termasuk tipe craving yang
selalu ingin menangkap dan enggan melepaskan.
Kemudian
Yesus bertanya apakah ia sudah menuruti hukum Taurat (tentang sesama manusia) dengan memposisikan hukum ke 5 ke posisi
terakhir. Mungkin karena ia sangat ego sentris sehingga Yesus ingin ia
memperhatikan sesama. Ia menjawab, “Semuanya
telah kuturuti sejak masa mudaku”. Sekali lagi ia terlalu penuh untuk
belajar. Ia memandang hidupnya telah mencapai banyak termasuk pencapaian
standar moralnya yang tinggi. Ia merasa tidak kurang apa-apa. Hidupnya bagaikan
cangkir yang sudah terisi penuh. Dan beginilah bahaya gelas yang terlalu penuh.
Tepat seperti yang dikatakan Bruce Lee yang mempromosi “Chinese Kungfu” hingga
ke Amerika Serikat dan mempopularkannya melalui Hollywood bahwa “seseorang mesti terlebih dahulu
mengosongkan cangkirnya sebelum ia dapat diisi”. Anak muda ini sudah
terlalu penuh, ia mempunyai “strong sense
of self-completion”. Cangkirnya sudah terlalu penuh.
Maka
Yesus mengatakan, “Pergilah, juallah apa yang
kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan
beroleh harta di sorga, datanglah ke mari dan ikutlah Aku”. Orang ini perlu
dikosongkan, dirinya terlalu penuh, terlalu lengkap. Dirinya telah melekat dan
menyatu dengan harta kekayaannya. Ia tidak hanya kaya secara materi, tetapi
pikirannya, pengetahuan dirinya juga terlalu kaya. Ia memandang hidupnya
sebagai seorang “pencapai, peraih” atau “achiever”.
Ia tidak dapat membuka dirinya dan menyerahkan dirinya untuk diisi oleh TUHAN,
untuk menerima pemberian TUHAN. Inilah persoalan dengan orang yang sudah
terlalu kaya dengan dirinya sendiri (being
too rich of oneself).
Maka
Yesus mengatakan, “Alangkah sukarnya
orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah”. Parafrase Eugene
Peterson di dalam The Message
menulis, “people who have it all”.
Orang yang merasa sudah penuh, cukup, berkemampuan, berkompetensi sulit untuk
bisa memasuki Kerajaan Allah. Masih lebih mudah bagi seekor unta melewati
lubang jarum daripada seorang yang “have
it all” memasuki Kerajaan Sorga. Sebab memang tidak mungkin apabila manusia
mengandalkan kemampuan diri sendiri kecuali biar TUHAN yang mengerjakan baginya.
Oleh sebab itu kita perlu mengosongkan diri dan belajar berserah. Ingatlah akan
bahaya cangkir yang sudah terlalu penuh!