Saturday, 13 October 2012

THE FLOWERS OF WAR (2011)




The Flowers of Wars (2011) atau 金陵十三(Jīnlíng Shísān Chāi)merupakan film yang disutradarai oleh Zhang Yi Mou dengan Christian Bale (pemeran Batman) sebagai pemeran utama. Zhang Yi Mou merupakan salah satu sutradara terkenal di China yang juga menyutradarai banyak film, diantaranya seperti Hero (2002) dan House of Flying Daggers (2004). Beliau jugalah yang menyutradarai acara pembukaan dan penutupan Olimpiade 2008 yang diadakan di Beijing, China. Dalam filmnya The Flowers of Wars, penonton dapat mendengarkan dialek Nanking di dalam dialog yang digunakan film ini. (Dialek Nanking agak berbeda dengan bahasa Mandarin). Seperti biasanya, film-film Zhang Yi Mou selalu memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri.

Film ini mengisahkan serangan tentara Jepang pada tahun 1937 yang kemudian berhasil menduduki Nanking. Peristiwa 1937 di Nanking merupakan peristiwa yang sangat menyakitkan yang juga dikenal dengan istilah “The Nanking Massacre” atau “The Rape of Nanking”. Dilatarbelakangi dengan peristiwa holocaust yang sangat menyedihkan, film ini menceritakan perjuangan anak-anak remaja di Cathedral setelah kematian pastor mereka yang meninggal dunia akibat dibom tentara Jepang.  Bagi yang tertarik untuk mengetahui lebih banyak dari sejarah yang sangat menyakitkan ini dapat membaca buku karya Iris Chang yang diberi judul “The Rape of Nanking”


Saya menyukai film-film yang menggunakan “sejarah” sebagai latar belakang untuk menyampaikan sebuah “pesan” secara eksplisit maupun implisit. The Flowers of Wars mempresentasikan karakter-karakter di dalam film dengan sangat jelas. John Miller (Christian Bale), seorang yang mengurus pemakaman yang juga pemabuk. Para pelacur juga dihadirkan untuk dikontraskan dengan anak-anak remaja yang polos di Cathedral. Shu yang diperankan oleh Zhang Xin Yi yang juga sebagai narrator dalam film ini didepiksikan bahwa dia tidak menyukai ayahnya yang bekerja bagi orang Jepang, tidak menyukai Miller dan tidak menyukai Yu Mo, si pelacur. Walaupun tidak menyukai para pelacur, Shu tidak membongkar persembunyikan mereka kepada tentara Jepang pada saat beberapa tentara Jepang mendobrak masuk ke dalam gereja.


Insiden pemerkosaan terhadap anak-anak remaja di dalam gereja oleh beberapa tentara Jepang yang kemudian berhasil dihentikan oleh Kolonel Hasegawa mengubah Miller yang pada mulanya bersikap acuh tak acuh sehingga ia kemudian mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk menyelamatkan anak-anak remaja tersebut. 

Kolonel Hasegawa digambarkan sebagai seorang tentara yang sepertinya peduli pada anak-anak remaja tetapi ia memilih untuk menjalani tugas ketimbang menyelamatkan anak-anak. Ia memerintahkan bawahannya untuk melindungi anak-anak dengan berjaga-jaga di sekitar Cathedral. Dan ternyata anak-anak diminta untuk mempersembahkan pujian di acara perayaan tentara Jepang. Karakternya digambarkan dengan ambigu yakni apakah ia melakukannya demi tugas, demi kenaikan pangkat atau demi menyelamatkan anak-anak. Sepertinya ia mengalami inner-conflict antara mendengarkan suara hati nurani dan menunaikan tugas sebagai seorang tentara.

Pada mulanya, putri-putri remaja tersebut tidak menyukai para pelacur yang dianggap bahwa kehadiran mereka telah menodai bait suci. Yu Mo tersentuh oleh tindakan Shu yang tidak membongkar persembunyian mereka kepada tentara Jepang sehingga mereka terlindung. Melihat para remaja yang hendak membunuh diri bersama, Yu Mo menawarkan diri untuk menggantikan mereka bernyanyi bagi tentara Jepang dalam rangka merayakan kemenangan angkatan bersenjata Jepang menguasai Nanking. Kemudian Miller menggunakan keterampilannya mendandani penampilan para pelacur sehingga mereka kelihatan seperti anak-anak remaja. Kemudian Miller menggunakan surat izin dari Mr. Meng untuk mengeluarkan anak-anak remaja dari Nanking (menyembunyikan mereka di dalam truk yang diisi penuh dengan botol anggur).

Pengorbanan (self-sacrifice) menjadi tema penting dalam film tersebut. Film tersebut diawali dengan pengorbanan para tentara China demi menyelamatkan anak-anak remaja dan kemudian dilanjutkan dengan pengorbanan para tentara demi menghancurkan tank tentara Jepang. Dan dilanjutkan dengan pengorbanan Major Lee, pengorbanan Miller, pengorbanan Mr. Meng, ayah Shu, pengorbanan para pelacur, pengorbanan George Chen demi menyelamatkan putri-putri remaja. George Chen (anak yatim piatu) sebenarnya bisa menyelamatkan dirinya sendiri akan tetapi ia memilih untuk mengorbankan dirinya demi melindungi anak-anak remaja seperti yang telah dipesankan oleh pastornya. Sutradara tidak memaparkan apa yang terjadi pada para pelacur dan George di acara perayaan tentara Jepang. Tetapi bisa diprediksi mereka semua akan diperkosa massal dan kemudian dibunuh. 

Selain pengorbanan, penilaian orang juga menjadi tema penting dalam film ini. Shu meminta maaf pada Miller dan Yu Mo dan berkata bahwa sebelumnya ia menganggap mereka tidak baik tapi kemudian persepsinya berubah. Manusia dapat berubah menjadi baik oleh sebab itu berikanlah kesempatan bagi seseorang untuk berubah. Mari kita tidak memojokkan seseorang dengan sikap penghakiman kita melainkan bersikap terbuka dan menerima. Memahami “alasan” seseorang penting bagi kita untuk tidak langsung mengambil kesimpulan dan bersikap menghakimi. Seringkali “telinga Farisi” kita menolak mendengarkan dan “hati ahli Taurat” kita menolak untuk memahami. Oleh sebab itu, jangan menilai seseorang dari tampak luarnya atau don’t judge a book by its cover dan tidak menyimpulkan seseorang dengan cepat atau don’t quickly jump into conclusion on anyone.

Karakter-karakter di dalam The Flowers of War didepiksi secara tajam oleh Zhang Yi Mou. Pergumulan, nilai-nilai dan karakteristik setiap karakter digambarkan dengan jelas oleh Zhang Yi Mou.

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12