Apakah
Anda takut tua? Apa yang kita takuti tentang penuaan? Rambut berubanan, wajah
semakin keriput, gerakan fisik semakin lambat, penglihatan semakin kabur,
langkah semakin pelan dan harus mengandalkan bantuan orang lain. Penuaan
menjadi sesuatu yang sangat menakutkan. Kultur Image menekankan bahwa kita
harus selalu tampak muda alias “forever
young”. Penuaan menjadi sesuatu yang
harus ditolak dan dilawan sehingga bermunculan berbagai metode “anti aging” atau anti penuaan.
Di
zaman yang berkarakteristikan efektivitas dan efisiensi setiap waktu harus
diisi dengan kegiatan produktif yang mendatangkan keuntungan keuangan dan
kemudian mesti diisi dengan mengkonsumsikan waktunya untuk bersenang-senang.
Seringkali ketika mengunjungi orangtua yang menghabiskan kebanyakan waktu
mereka duduk di depan televisi (entah
mereka menonton atau ditonton TV) saya sering bertanya kepada mereka, “Apakah Saudara bosan?” Dan biasanya
jawaban yang saya terima adalah mereka tidak merasa bosan. Saya baru menyadari
ternyata saya merupakan “generasi cepat bosan” sehinggga harus mengisi waktu
dengan berbagai aktivitas. Nah, kepadatan waktu kita mempercepat berlalunya
waktu sebab kita akan berteriak bosan apabila waktu berlalu dengan lamban.
Namun dengan cepatnya waktu berlalu maka hidup kita pun cepat menua. Jadi
apakah kita semestinya berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa agar waktu
berlalu dengan lambat? Tentu saja tidak. Persoalan diri kita adalah kita mengisi
diri kita sendiri dengan banyak aktivitas tetapi kehilangan diri kita sendiri.
Kita dekat dengan banyak hal kecuali dengan diri kita sendiri. “We attach ourselves to too many things but
yet we are very detached from ourselves.”
Ironisnya,
manusia selalu terjebak dalam dua extrems yakni orang-orang tua ingin tampil
muda dan remaja ingin tampil dewasa. Kadangkala, manusia lebih cepat tua dari
fisiknya yakni hatinya tua lebih dulu. Merasa sudah terlalu tua untuk
mengerjakan ini dan itu. Berhenti belajar dan menghindari hal-hal baru dan
lebih menyukai hal yang bersifat, “biasanya,
lazimnya, umumnya”. Mulai menghabiskan banyak waktu untuk mengenang masa
lalu dan mendengarkan lagu-lagu lama. Secara fisik seseorang mungkin tampil
muda tetapi jiwanya menjadi tua dan bahkan sangat tua. Di sisi lain, jiwa yang
takut tua menjadikan seseorang merasa sangat tertekan apabila mendengarkan
komentar, “kamu sudah kelihatan tua” dan
menemukan uban bertambah, wajah semakin keriput, kulit semakin kasar. Takut tua
menjadi beban psikis yang sangat menekan manusia modern di tengah kultur image.
Pada
masa kanak-kanak kita dipersiapkan untuk remaja, dan pada masa remaja dan
dewasa kita dimotivasi untuk menjadi sukses. Tetapi sangat jarang dan bahkan
hampir tidak pernah kita dididik untuk mempersiapkan diri buat mempersiapkan
penuaan diri kita. Penuaan kita hanya disoroti dari segi jaminan ekonomi dan
jaminan kesehatan. Telepon-telepon menyebalkan dari agen asuransi yang terus
mempresentasikan (dengan sedikit memaksa)
dan memberikan iming-iming biaya penggantian yang besar mulai dari 1 miliar
rupiah hingga 100 miliar rupiah. Persiapan masa tua hanya disoroti dari sisi
tabungan dan kesehatan. Bagaimana dengan persiapan jiwa?
Persiapan jiwa untuk menghadapi
masa tua dilupakan dan ditinggalkan seolah-olah tidak penting atau tidak
diperlukan. Diasumsikan bahwa setiap orang dapat menua dengan baik. Benar bahwa
penuaan secara fisik ternyata begitu saja tetapi proses penuaan dari sisi jiwa
tidak terjadi begitu saja. Ada orang-orang tua yang semakin tua semakin
menyebalkan. Mereka menghabisi hidupnya untuk menggosipi dan menjelek-jelekkan
orang lain. Mereka mempublikasikan persoalan rumah tangga mereka, bercerita
tentang anak, menantu bahkan hingga ke cucu. Anjing tetangga pun tidak luput
dari topic gossip mereka. Inilah akibatnya apabila seseorang tidak bertumbuh di
dalam hikmatnya. Alkitab mencatat bahwa Yesus bertumbuh besar dalam fisik dan
hikmat (Baca Lukas 2.52). Dengan kata lain “growing
old” harus dibarengi dengan “growing
up”. Ayub menegaskan bahwa “Konon hikmat ada pada orang yang tua, dan
pengertian pada orang yang lanjut umurnya.” (Ayub 12.12) Apabila seseorang bertambah hikmat di dalam masa
tuanya maka hidupya akan menjadi berkat bagi banyak orang. Perkataan, nasihat,
motivasi, berkat dan doa mereka menjadi pemberian yang terindah bagi banyak
orang. Hidup mereka menjadi bagaikan “hadiah” bagi banyak orang. Inilah yang
dialami oleh Timotius sebab neneknya adalah seorang tua yang berhikmat yang
sangat berdampak pada diri Timotius. Dalam suratnya, Paulus menulis “Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus
ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam
ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu” (2 Tim 2.5).
Yahweh tidak bertambah tua seiring
dengan bertambahnya usia kita. Yahweh yang menyelamatkan dan memimpin hidup
kita tetap sama baik pada saat kita masih bayi, menjadi dewasa maupun pada masa
tua. Yahweh bersabda, "Dengarkanlah Aku, hai kaum keturunan Yakub,
hai semua orang yang masih tinggal dari keturunan Israel, hai orang-orang yang
Kudukung sejak dari kandungan, hai orang-orang yang Kujunjung sejak dari rahim.
Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong
kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul
kamu dan menyelamatkan kamu.” (Yesaya 46.3-4). Bersedia mempersiapkan diri untuk menghadapi
penuaan? Bersedia menjadi seorang tua yang berhikmat, yang disayang Yahweh dan
dihormati sesama manusia?