Nebukadnezzar
tidak dapat menampilkan dirinya di Youtube, Facebook maupun Myspace. Ia juga
tidak dapat menyebarkan berita kehebatannya melalui BBC ataupun CNN. Akan
tetapi ia memperoleh inspirasi dari mimpi sebelumnya. Ia mendirikan sebuah
patung yang tinggi di dataran Dura di propinsi Babel dan memerintahkan para
menteri, pajabat, anggota militer kerajaan untuk menyatakan kesetiaan mereka
pada dirinya melalui penyembahan pada patung yang telah ia buat.
Setelah
kenaikan jabatan, Daniel sudah berpisah dengan ketiga sahabatnya. Kemungkinan
besar posisi Daniel jauh dari Dura atau karena tugas kerajaan sehingga ia tidak
perlu hadir dalam acara besar tersebut. Sadrakh, Meshakh dan Abednego yang juga
setia pada raja Nebukadnezzar, walaupun sudah mengetahui akan perintah raja,
mereka tetap saja menghadiri upacara tersebut untuk menyatakan kesetiaan mereka
terhadap raja. Namun demikian, loyalitas mereka terhadap Yang Mahatinggi tidak
dapat diragukan lagi ketika mereka tidak menyembah patung raja. Perbuatan
mereka seharusnya bisa berlalu begitu saja sebab raja tidak mengetahui bahwa
mereka tidak sujud menyembah. Tetapi seperti biasanya ada orang-orang yang iri
hati yang kemudian melaporkan ketiga orang ini kepada raja Nebukadnezzar. Akan
tetapi sepertinya raja lebih percaya kepada mereka daripada orang-orang yang
melaporkan mereka sehingga raja bertanya, “Apakah
benar, kalian tidak menyembah…?” Raja mengenal mereka dan memberikan mereka
kesempatan kedua. Mungkin raja mengingat bahwa ketiga orang ini adalah sahabat
baik Daniel dan sekaligus asset yang sangat berharga bagi kerajaannya oleh
karena kebijaksanaan, integritas dan loyalitas orang-orang ini. Namun raja juga
terdesak dan dipojokkan oleh perintahnya sendiri. Inilah kenapa sebagian besar
para pemimpin juga seringkali terjepit oleh kebijakan atau sistem mereka
sendiri. Maka satu-satunya solusi untuk menyelamatkan mereka adalah memberikan
mereka kesempatan kedua untuk sujud menyembah dan kemudian mereka dapat
dibebaskan.
Sadrakh,
Meshakh dan Abednego menganut spiritualitas “tetapi
seandainya tidak”. Sebab mereka berkata, “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan
melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja,
bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan kami tidak akan menyembah patung
emas yang tuanku dirikan itu.” (ayat 18). Spiritualitas “tetapi seandainya
tidak” adalah tetap setia walaupun tidak ditolong, tidak sembuhkan, tidak lulus
ujian, tidak mendapatkan pasangan hidup, tidak memperoleh apa yang diinginkan.
Pemimpin
yang egonya kuat cenderung mudah marah dan mudah tersinggung. Karena marah,
raja memerintahkan perapian dipanaskan hingga maksimal, mengikat ketiga orang
ini dan melemparkan mereka ke dalam perapian. Raja terheran-heran karena tiga
orang yang dimasukkan ke dalam perapian tetapi kenapa terlihat empat orang di
dalam perapian? TUHAN tidak menyelamatkan mereka dari perapian, TUHAN tidak
menghentikan kekejian para orang yang melapor maupun kekejaman raja yang
narsis. Tetapi TUHAN “hadir” bersama mereka di dalam perapian. TUHAN tidak
meniadakan penderitaan. TUHAN tidak menghabisi orang-orang yang berniat jahat.
TUHAN tidak membuang ancaman tetapi TUHAN “menyertai” di tengah penderitaan, di
tengah dukacita, di tengah kekecewaan, di tengah sakit hati.