Friday 19 October 2012

PERGERAKKAN MENURUN




MARKUS 10.35-45
Dikagumi memberikan perasaan eksis sehingga tidak heran manusia suka merasa dikagumi. Orang-orang yang mengagumi diri sendiri cenderung melihat diri sendiri lebih superior dari orang-orang lain. Keinginan untuk merasa istimewa dan diperhatikan menjadi pendorong utama untuk memperoleh kekaguman dari orang-orang. Sehingga tidak heran mottonya menjadi “Look at me for I am very special”. Didorong oleh hasrat yang kuat untuk dikagumi manusia pun menjadikan dirinya sebagai manusia pajangan “the displayed-self”. Kerinduan untuk dikagumi merupakan akibat dari kehampaan diri (self-emptiness) yang secara konstan mencari pengisian. Penekanan yang berlebihan pada keistimewaan diri menjadikan diri sendiri sebagai pusat perhatian sehingga memanipulasi dan mengeksploitasi orang lain sebagai alat untuk merasa baik (to feel good). Cornelius Platinga menulis…
“People hungry for love, people want to ‘connect,” will often open up a sequence of shallow, self-seeking relationships with other shallow, self-seeking persons and find that at the end of the day they are emptier than when they began.”[1]
Keinginan untuk dikagumi menjadi kompetisi yang kemudian menimbulkan kecemburuan dan iri hati. Semangat “takut kalah” atau “kiasuism” menjadi pendorong yang kemudian menghasilkan amarah, ketidakpuasan dan sikap menghakimi. Keinginan untuk menjadi besar merupakan sikap “mentuhankan diri” oleh karena hasrat yang kuat untuk mendominasi sesama. Mendominasi memberikan perasaan superior dan berkuasa (in power). Mentalitas menyaingi dan mengalahkan berkuasa di dalam diri. Kekalahan dianggap sebagai kegagalan yang kemudian menimbulkan amarah, ketidakpuasan, luapan emosi negatif yang mencari kepuasan dengan menghina, mengecilkan dan meremehkan.

Manusia tidak menyadari realita akan betapa kecil dirinya. Tidak ada yang bisa dibanggakan oleh karena terbatasan manusia. Bahkan manusia tidak sanggup menjamin nasib (destiny) dirinya sendiri. Mungkin hari ini kita menjadi pelari tercepat, berpenghasilan terbesar, tetapi berapa lama itu akan bertahan? Mungkin hari ini kita dapat mengalahkan 10 orang sekaligus dalam sebuah pertarungan. Bukankah nantinya ketika umur bertambah kekuatan kita juga berkurang? TUHAN bertanya, “Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!” (Ayub 38.4). Siapa sich kita ini? Seberapa kompeten, seberapa hebat sich kita?

Ketika manusia berjuang untuk mendaki tangga kehidupan, Yesus mengajarkan pergerakkan menurun. Ia tidak mengambil kehormatan bagi dirinya (baca Ibrani 5.4). Ia tidak memuliakan Diri-Nya Sendiri (baca Ibrani 5.5). Ketika orang-orang bergerak ke atas Yesus mengajarkan “Pergerakkan Menurun” atau “Downward Mobility”. Ia berkata,
"Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. (Markus 10.42-44)

Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Mark 10.45)



[1] Platinga, Cornelius Jr, Not the Way It is Supposed to Be: A Breviary of Sin, (UK: William B. Eermands Publishing Company, 1995), p.123

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12