Thursday 17 January 2013

LES MISERABLES (2012)



Les Miserables (2012) diangkat dari Novel Perancis 1862 karya Victor Hugo. Film ini mengundang banyak pujian sekaligus kritik. Ada yang mengkritik bahwa film ini menghadirkan pemeran yang berpura-pura menjadi penyanyi sehingga film ini pantas disebut sebagai “singing miserable”. Umumnya, orang-orang berpendapat bahwa nyanyian Russel Crowe mengecewakan mereka. Saya sendiri memilih untuk merenungkan lirik lagu daripada memperhatikan apakah mereka bernyanyi dengan baik atau tidak.

Film tersebut dipenuhi dengan tema-tema Kristen seperti kasih karunia, anugerah, pengampunan, keadilan dan kasih. Salah satu kalimat dari film tersebut sudah menyimpulkan semangat Kekristenan yakni “to love another person is to see the face of God”. Semangat mengasihi sesama dapat dibaca di Matius 25.31-46. Yakub pernah berkata kepada Esau, “melihat mukamu adalah bagiku serasa melihat wajah Allah” (Kejadian 33.10).

Film musikal tersebut berfokus pada seorang yang bernama Jean Valjean (Hugh Jackman) yang dipenjara selama 19 tahun akibat mencuri sepotong roti pada masa kecilnya demi menolong adik perempuannya yang sakit. Demi memerankan Jean Valjean pada masa perbudakannya, Hugh Jackman harus menguruskan badan dan kemudian harus menambah berat badan untuk memerankan Jean Valjean sebagai walikota. Jean Valjean hidup dalam kepahitan selama di penjara. Lagu “look down” yang dinyanyikan sangat pesimis – sebagian dari liriknya menyanyikan,

”Look down, look down, don’t look them in the eyes, you’re here until you die…, sweet Jesus doesn’t care. They have all forgotten you. How long o, Lord before you let me die? You will always be a slave. You are standing on your grave.”
Sebuah lagu yang menyanyikan keputusasaan, hidup tanpa arti, sebab hidup ini bagaikan budak yang tidak mempunyai kebebasan. Tuhan tidak peduli, sudah dilupakan dan ditinggalkan. Tiada kebebasan sebab manusia sudah berdiri di dalam kuburannya sendiri. Lihatlah ke bawah, sudah tidak berpengharapan lagi. Sekali pencuri, selamanya pencuri. Sekali berdosa, selamanya pendosa, tidak ada anugerah, tidak ada pengampunan, tidak ada penebusan, tidak ada pengampunan. Setelah melewati satu hari kita hanya menjadi lebih tua sehari. Inilah hidup sebagai seorang miskin, seorang pendosa. Tidak ada yang memperhatikan, tidak ada yang mengasihi, tidak ada yang peduli. Lewat sehari berarti mengurangi penderitaan sehari. Hasil jerih payah tidak cukup untuk membiayai hidup. Manusia tidak berharga apabila mereka miskin. Inilah teriakan orang yang menderita.

Fantine (Anne Hathway) menyanyikan “I dream a dream” bahwa hidupnya telah dirampas, bahwa hidup ini telah membunuh impiannya. Anaknya sakit, ia tidak diterima semua rekan kerjanya, ia dipecat dari pekerjaannya. Kini ia harus melacurkan diri demi membiayai hidup anaknya.  Dan di tengah penderitaan, ada saja orang-orang yang mencari kesempatan dalam kesempitan untuk merusak kehidupan orang lain dan meraup keuntungan dari orang lain. Bahkan Santa Clause pun dirusak oleh mereka.

Javert (Russel Crowe) merupakan seorang penegak hukum yang tegas. Hidupnya mewakili hukum dan dirinya adalah hukum. Menurut Javert “jalanku merupakan jalan Tuhan”. Ia bekerja keras untuk menangkap Valjean dan menjatuhkan hukuman padanya. Ia juga ingin menangkap dan menghukum Fantine. Inilah dirinya sebagai penegak hukum. Bagi dirinya Javert hanya seorang narapidana yang bernomor 24601. Bagi dirinya manusia hanya berupa sebuah objek, sebuah label, sebuah angka. Ia membaca Alkitab dan melakukan kebenaran tetapi ia tidak melihat wajah Tuhan di dalam diri sesama sebab ia telah mengobjektivasi manusia. Manusia telah menjadi seperti barang bagi dirinya. Dia mencari yang jahat, yang berdosa, yang tidak adil, yang bersalah untuk diserang, dibenci, diperbudak dan bahkan dibunuh dan kemudian menyimpulkan bahwa ia sudah melaksanakan tugas sucinya bagi Tuhan (baca Yoh 16.2).

Anugerah dan kasih mengubah kebencian dan kepahitan. Pada saat ditolak dimana-mana seorang uskup menerima Valjean. Namun demikian, Valjean mencuri berbagai peralatan dari gereja dan melarikan diri. Pada saat ditangkap ia berbohong kepada polisi bahwa barang-barang yang ia bawa dihadiahkan oleh uskupnya. Uskup pun menjawab bahwa apa yang dikatakannya memang benar. Valjean tersentuh dan berkomitmen mengubah hidupnya. Tetapi tidak demikian menurut Javert, apabila seseorang pernah melakukan kesalahan dalam hidupnya, ia cenderung akan mengulangi kesalahannya dan tidak mungkin dapat memperbaiki diri. Ketika seseorang tertangkap dan hendak dihukum oleh Javert karena ia mirip dengan Valjean, Valjean terjebak dalam dilemma apakah menyelamatkan orang yang tidak bersalah ini atau menyelamatkan dirinya sendiri.

If I speak, I am condemned.
If I stay silent, I am damned!

Who am I?
Can I condemn this man to slavery
Pretend I do not feel his agony
This innocent who bears my face
Who goes to judgement in my place
Who am I?
Can I conceal myself for evermore?
Pretend I'm not the man I was before?
And must my name until I die
Be no more than an alibi?
Must I lie?
How can I ever face my fellow men?
How can I ever face myself again?
My soul belongs to God, I know
I made that bargain long ago
He gave me hope when hope was gone
He gave me strength to journey on

Who am I? Who am I?
I am Jean Valjean!

And so Javert, you see it's true
That man bears no more guilt than you!
Who am I?
24601!

Ketika memperoleh kesempatan untuk menghabisi Javert, Valjean memilih untuk melepaskan dia dan hanya berkata bahwa Javert tidak bersalah, ia hanya menjalani tugasnya. Inilah Anugerah dan Kasih yang menjadi tema utama dalam Les Miserables. ~ what we have, we share – to love another person is to see the face of God. Who are you? You are not “24601” but you are who you are.

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12