Monday, 2 January 2012

Cermin Hati

Pagi-pagi benar, ahli-ahli Taurat dan  orang-orang Farisi sudah membawa seorang perempuan yang kedapatan berzinah ke hadapan Yesus. Ternyata, pagi sekali orang-orang sudah mencari-cari kesalahan orang lain bagaikan kamera pelacak kesalahan. Pandangan mata mereka secara terus-menerus mencari-cari kesalahan orang lain. Mereka menikmati momen untuk melihat orang dihakimi. Mereka merasa bahagia jika bisa menyeret seseorang yang melakukan kesalahan ke tengah-tengah keramaian untuk dihukum.  Kesukaan manusia di dalam mencari-cari kesalahan juga dapat dilihat dari diri anak-anak kecil. Anak-anak suka mencari-cari kesalahan-kesalahan temannya dan kemudian dilaporkan kepada guru ataupun orangtua anak yang bersangkutan. Anak-anak sejak kecil sudah suka melihat temannya dimarahi oleh guru atau orangtua mereka. Anak-anak akan melapor, “Bu Guru, Denny berbahasa kotor, William lupa buat PR, Hendry mendorong saya, Sarah makan sarapan saya.” Kita orang-orang berfokus pada kesalahan orang lain, kesalahan kita jadi luput dari perhatian orang-orang maka kita akan merasa semakin tenang.

Seperti memperhatikan kesalahan orang lain sudah menjadi hal yang sangat lazim. Sebagai contoh, ketika seorang anak kecil pulang sekolah dengan nilai 90 untuk pelajaran bahasa Inggris, orangtua mereka akan bertanya, mengapa pertanyaan yang begitu mudah tidak bisa kamu jawab? Kenapa kamu tidak bisa soal tersebut, bukankah sudah sering dikerjakan? Orangtua akan lebih berfokus pada 1 jawaban yang salah daripada 9 jawaban yang benar.

Dalam pencarian kesalahan orang lain, pengelompokan menjadi hal yang krusial sebab dapat menguatkan identitas kolektif.  Ketika sekelompok orang bersama-sama menyalahkan satu orang, mereka akan merasa semakin benar dan yang salah semakin salah sama seperti ketika para pemimpin gereja di abad pertengahan menyalahkan Kopernikus dan Galileo. Dengan berkelompok, orang-orang akan merasa lebih yakin dengan diri mereka, sebab ini adalah uniformisme (keseragaman). Sebab mereka ingin melempar batu, sembunyi tangan, sambil cuci tangan dan sekalian mengeringkan tangan. Manusia suka menghakimi dan mempermalukan orang lain. Ini merupakan sebuah pelampiasan. Manusia suka membuat dirinya benar dengan cara menyalahkan orang lain. Dan moralitas merupakan standar yang paling mudah diimplementasi oleh sebab moralitas diterima oleh kebanyakan orang tanpa harus diperdebatkan serta lebih kasat mata.

Yesus Sendiri berfokus pada level yang lebih mendalam, melampaui moralitas yakni ‘pengampunan’. Seseorang yang melanggar aturan moral akan dinyatakan bersalah oleh hampir setiap orang tetapi seseorang yang tidak mengampuni tidak akan dipersoalkan. Karena tidak mengampuni masih dapat diterima dan dianggap fair-fair saja. Yesus bertanya, “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?” (Mat 7:3). Yesus menyarankan kita untuk bercermin, hati kita perlu bercermin. Lebih mudah bagi kita untuk melihat, menggali dan mencari kesalahan orang lain daripada melihat kesalahan kita yang ada di dalam diri kita. Hati batu yang keras perlu digantikan dengan hati kristal yakni hati yang jernih dan bersih.

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12