Tuesday 27 December 2011

Rumah yang didirikan dengan hikmat

Amsal 24.1-12
Rumah tempat tinggal yang nyaman merupakan impian kebanyakan orang sehingga orang-orang akan berusaha bekerja keras, menabung untuk membangun atau mendapatkan sebuah rumah. Tetapi umumnya orang berhenti membangun rumah setelah fisik rumah selesai dibangun. Salomo mengajarkan kita untuk membangun rumah dengan hikmat. Hikmat merupakan fondasi rumah dan pengertian merupakan perabot utama di dalam rumah (ayat 3). Rumah yang didirikan dengan hikmat pasti adalah rumah yang nyaman dan tenang untuk didiami. Untuk mengimplementasikan, suami dan istri harus menjadi satu tubuh. Sebab yang menjadi fondasi pernikahan adalah suami istri yang dipersatukan oleh TUHAN menjadi satu tubuh. Mereka tidak lagi adalah dua orang, tetapi mereka menjadi satu (sehati). Satu berarti tidak saling bertentangan, tidak saling menjatuhkan melainkan saling melengkapi, saling menghibur, saling menasehati, saling mengingatkan. Satu berarti adanya harmonisasi di dalam jiwa dan pikiran. Anak-anak yang adalah berkat akan menikmati berkat dari kehidupan yang tenang dan nyaman. Rumah harus menjadi tempat yang lebih nyaman dari Mall. Setelah itu, dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik (ayat 4). Sehingga rumah menjadi sebuah tempat yang mencerminkan kepribadian keluarga. Rumah bukanlah tempat untuk menunjukkan status dan prestasi. Seseorang tidak perlu merasa sombong karena memiliki rumah yang lebih besar dan menjadi sedih dan malu karena memiliki rumah yang lebih kecil. Jikalau mau membicarakan ukuran rumah, mungkin sebagian besar kita mendiami rumah yang jauh lebih besar dari sebagian besar orang Jepang.

Sebenarnya yang dicari-cari manusia adalah kebahagiaan, damai sejahtera dan ketenangan. Namun yang menjadi permasalahan adalah definisi dari kebahagiaan itu sendiri. Dunia memiliki definisi kebahagiaan yang sangat menipu. Kesedihan masa lalu dan kekuatiran masa depan telah merampas kebahagiaan dan ketenangan jiwa manusia. Berdasarkan riset psikologi, bagian otak yang bekerja untuk mengingat masa lalu adalah juga bagian yang memikirkan masa depan sehingga setiap kali seseorang memikirkan masa depan, mereka akan memikirkannya dengan menggunakan pengalaman masa lalu, begitu juga sebaliknya. Hal ini menyebabkan, jiwa manusia menderita akibat masa lalu dan masa depan. Manusia menghabiskan banyak energi dalam dirinya untuk bersedih atas apa yang sudah terjadi dan mengkhawatirkan apa yang belum terjadi sehingga tidak ada lagi sisa tenaga untuk masa kini. Ini merupakan pemborosan waktu dan hidup. Ini merupakan kebodohan, ingat bahwa hikmat tidak memikirkan kebodohan sebab kebodohan adalah dosa dan hikmat tidak mencemooh sebab pencemooh adalah kekejian (ayat 9).

Setelah rumah didirikan dengan hikmat, rumah harus dilindungi dengan hikmat. Salomo mengajarkan bahwa hikmat tidak iri hati. Tidak iri hati karena orang jahat lebih berhasil atau lebih baik daripada kita (ayat 1 & 19). Yang dipikirkan orang jahat adalah penindasan yaitu bagaimana mengalahkan, menghabisi, mengeksploitasi, membuat sengsara seseorang. Yang mereka bicarakan adalah bencana. Perkataan mereka berisi kutuk, emosi dan amarah. Orang jahat bisa lebih berhasil, lebih terkenal, lebih hebat dan lebih berprestasi. Jika sebuah keluarga selalu iri hati kepada orang lain, maka kerukunan serta kedamaian di dalam keluarga akan pasti terganggu. Pikiran mereka akan menjadi sangat kompetitif, mereka bekerja keras dengan tujuan untuk mengalahkan.

Hikmat merupakan wibawa dan kekuatan seseorang (ayat 5). Ayah, ibu dan anak saling menghormati sebab mereka berwibawa. Mereka bersama dan juga memiliki waktu dan ruang untuk menyendiri. Ada waktu untuk berkumpul dan ada waktu untuk bersolitusi. Mereka menangis bersama dan tertawa bersama. Hubungan mereka tidak bersifat artificial melainkan genuine sebab mereka tidak berpura-pura. Kebenaran ada bersama mereka sehingga mereka berwibawa.

Hikmat tidak tawar hati (ayat 10). Ketika menghadapi kesulitan mereka tidak menyerah. Walaupun jatuh 7 kali (jatuh sampai berkali-kali) mereka akan bangkit kembali (ayat 16). Dengan kata lain mereka tidak sempurna, mereka tetap akan jatuh dan gagal namun mereka selalu bangkit kembali. Tidak ada kata ‘menyerah’. Mereka tidak bersukacita karena kejatuhan atau kegagalan orang lain. Mereka tidak bersukacita karena kejatuhan musuh mereka (ayat 17). Sebab mereka sadar bahwa ini merupakan kejahatan dalam pandangan TUHAN.

Keluarga tidak bersifat ekslusif, setelah rumah didirikan dengan hikmat, keluarga memiliki misi kemanusiaan. Salomo mengajarkan hikmat menolong dan membebaskan (ayat 11). Ada banyak jiwa-jiwa yang menderita secara diam-diam. Mereka sudah putus asa dan bahkan berpikir dan mencoba untuk mengakhiri hidup mereka dengan cara bunuh diri. Mereka berpikir bahwa sudah tidak ada solusi yang terbaik lagi selain membunuh diri. Jiwa mereka sudah kelelahan sehingga mereka tidak sanggup bertahan hidup lagi. Mereka sudah menyerah dan tidak sanggup bangkit lagi. Dengan hikmat kita dapat menolong mereka. Keluarga yang didirikan oleh hikmat akan mengulurkan tangan untuk memberikan pertolongan.

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12