Friday 31 August 2012

RUT 1 : MANIS & PAHITNYA HIDUP


Kitab Rut dilatarbelakangi oleh kalimat “setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri” (Hakim-hakim 21.25). Peperangan, perampokan, penculikan dan pemerkosaan merajalela sehingga orang-orang hidup di dalam ancaman bahaya dan digerogoti oleh rasa takut. Ancaman yang dihadapi keluarga Naomi pada masanya mungkin tidak kalah berat dengan ancaman yang kita hadapi di zaman ini. Umumnya, keluarga di zaman kini memiliki berbagai tanggungan disertai dengan tekanan pikiran dan emosional. Dengan adanya teknologi yang lebih canggih, manusia bekerja dengan jauh lebih efektif dan efisien sehingga ada banyak waktu yang dihematkan, akan tetapi waktu yang diperoleh diisi dengan kegiatan yang lebih banyak lagi. Teknologi tidak menjadikan manusia memperoleh lebih banyak waktu tetapi justru membuat manusia semakin sibuk. Biaya properti yang semakin melonjak mengharuskan keluarga kecil untuk menyicil rumah, biaya pendidikan yang semakin mahal, belum lagi ancaman gejolak ekonomi yang tidak dapat diprediksi karena sistem ekonomi yang abstrak dan kompleks, ditambah ancaman terrorisme, bencana alam maupun ancaman kesehatan. Di satu waktu seseorang menikmati manisnya hidup akan tetapi di lain waktu seseorang akan mengalami kepahitan hidup.

Karena ancaman kelaparan, Elimelek memimpin keluarganya ke tanah Moab. Elimelek pasti berharap kehidupan akan membaik di tanah Moab. Di luar duga anggota keluarga, Elimelek (Tuhan adalah Raja) sang kepala keluarga meninggal dunia, Naomi (manis) bersama kedua anak laki-lakinya, Mahlon (penyakit, lemah) dan Kylion (korupsi/gagal). Mahlon menikahi Rut (sahabat terbaik) dan Kylion menikahi Orpa (leher/keras kepala). Setelah 10 tahun, Mahlon dan Kylion meninggal dunia maka tinggallah 3 janda yang berduka. Karena sudah kehilangan pengharapan Naomi memutuskan untuk kembali ke Betlehem (kota roti). Naomi memberkati kedua menantunya dan meminta mereka untuk tinggal di Moab agar mereka dapat menikah lagi sedangkan Naomi memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Kedua menantunya meminta agar mereka dapat mengikuti Naomi ke Betlehem tetapi Naomi bersikeras meminta mereka untuk tetap tinggal di Moab. Oleh karena desakan Naomi, akhirnya Orpa berpisah dengan Naomi dengan berat hati sedangkan Rut bertekad mengikuti Naomi, Rut berkata, “Janganlah desak aku meninggalkan engkau, dan pulang dengan tidak mengikuti engkau, sebab kemana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam; bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku” (1:16).

Naomi memiliki alasan yang kuat menolak kedua menantunya ke Israel sebab orang-orang Moab dibenci oleh bangsa Israel karena latar belakang historis. Moab adalah keturunan yang haram (Kej 19.30-38). Orang-orang Moab terkenal karena penyembahan berhala dan pelacuran yang pernah mereka lakukan (Bilangan 25.1-9). Bahkan orang-orang Moab dilarang memasuki jemaah Yahweh (Ulangan 23.3). Tekad Rut untuk mengikuti Naomi ke Betlehem, merupakan tantangan yang sangat besar bagi dirinya, ia harus menghadapi masa depan yang tidak jelas dan penghinaan karena dia adalah seorang perempuan Moab.

Naomi berhenti berkata-kata dengan Rut karena hatinya yang sangat berat, ia tidak hanya merasa berat untuk dirinya sendiri tetapi dia juga merasa berat hati untuk Rut. Dua orang janda menempuh perjalanan yang penuh bahaya dari Moab ke Betlehem. Tanpa mereka sadari, TUHAN melindungi perjalanan mereka berdua. Selama perjalanan mereka hanya berdiam diri, karena diliputi dengan perasaan pedih yang berat. Setiba di kota Betlehem, masyarakat kota kecil tersebut langsung gempar dan saling berkata, “benarkah ini Naomi?” Bukankah mereka berangkat dengan penuh sukacita dan penuh harapan? Apa yang telah terjadi dengan keluarga ini?” Naomi berespon, “Jangan lagi memanggil aku Naomi tetapi panggillah aku Mara (pahit) sebab TUHAN telah melakukan banyak yang pahit kepadaku”.

Sepertinya berbagai ancaman kehidupan tidak kondusif untuk membangun kehidupan spiritual karena persoalan-persoalan hidup sudah banyak menyita energi seseorang. Tetapi di dalam kondisi yang berat di mana TUHAN tampak tidak hadir, Rut ditampilkan sebagai seorang ibu muda yang beriman. Naomi tenggelam di tengah kepahitan sedangkan Rut menghadapi kepahitan. Naomi kembali kepada masa lalunya, dia akan menghadapi pandangan sinis, cercaan, penghinaan dari orang-orang yang ia kenal di Betlehem. Sebab ia meninggalkan Betlehem dengan penuh pengharapan sedangkan kembali ke Betlehem dengan tangan kosong.

Rut menuju Betlehem “masa depan yang tidak pasti” dengan penuh perjuangan. Dia harus menghadapi pandangan-pandangan mata yang sinis karena dia adalah seorang perempuan Moab. Tetapi Rut bertekad melakukan perubahan sebab Rut memiliki keindahan batin “inner beauty”. Ia tidak tenggelam di dalam kepahitan, ia juga tidak menyerah kepada persoalan sosial. Ia menjalani hidup ini dengan tegar, penuh pengharapan dan berjuang mengubah persepsi orang lain terhadap dia. Tanpa disadari, Rut sedang menciptakan sebuah masa depan bagi dirinya sendiri oleh karena imannya dan sikapnya yang kokoh dan tegar. Kita dapat berkonklusi bahwa “bukan kesulitan yang menjatuhkan seseorang tetapi persepsilah yang menentukan sikap hidup”.




Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12