Tuesday 16 June 2015

PERISTIWA KENAIKAN YESUS MENGANGKAT HARKAT DAN MARTABAT MANUSIA

Mazmur 47 merupakan nyanyian Israel di Perjanjian Lama. Kemungkinan nyanyian Mazmur 47 ini dinyanyikan dalam ibadah-ibadah mereka. Di masa itu, umat TUHAN bernyanyi sambil berjalan menurut Bait Suci. Saya tidak tahu apakah di masa sekarang masih ada orang yang bernyanyi dalam perjalanan untuk beribadah di gereja. Yang pasti kita mayoritas orang Kristen hanya bernyanyi ketika berada di dalam gereja itupun ber-NKB - Bernyanyi Kalau Bisa.

Mazmur 47 menganggungkan Yahweh sebagai Raja semesta alam. Nyanyian tersebut menyerukan Yahweh Yang Mahatinggi dan dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi (ayat 3). Raja yang menaklukkan bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa (ayat 4). Raja yang naik ke tempat yang tinggi (ayat 6), Raja atas seluruh bumi (ayat 8), Raja atas bangsa-bangsa dan bersemayam di takhta kudus (ayat 9). Bermazmurlah bagi Dia (ayat 7). Nyanyian ini dinyanyikan bukan dalam keadaan di mana bangsa Israel sebagai kerajaan yang terkuat. Kerajaan Mesir, Asyur, Babel, Persia jauh lebih kuat baik secara politik, ekonomi dan militer dibanding dengan Israel yang hanya sebuah kerajaan kecil. Ketika kita melihat permasalahan-permasalahan di dunia ini, kita merasa sangat kecil karena tidak mampu memperbaiki kondisi yang ada.

Tadkala kita merenungkan kehidupan kita dan menyaksikan penderitaan di sekitar kita, kita menyimpulkan bahwa hidup ini penuh dengan kesengsaraan. Hidup ini sepertinya bagaikan sebuah perlombaan dengan waktu. Tidak jarang juga, manusia memperlakukan sesama sebagai “objek” atau “alat” demi mencapai tujuan pribadi. Tidak sedikit juga keadaan dimana ketika Saudara berpenampilan “berduit” Saudara dihargai dan dihormati tetapi kalau berpenampilan “tidak berduit” Saudara diremehkan dan tidak dianggap. Kita hidup di dunia yang menegaskan kebebasan beragama tetapi dalam prakteknya melarang kebebasan beragama, membongkar simbol-simbol agama, menghina dan melakukan kekerasan terhadap pemeluk agama yang berbeda. Kita hidup di masa kebebasan individu digembar-gembor tetapi toleransi terhadap perbedaan menipis.

Sejak kecil saya belajar di sekolah negeri dan tidak jarang saya merupakan satu-satunya orang suku Tionghoa di kelas. Ketika SMP saya senang karena terpilih sebagai anggota PKS, bukan Partai Keadilan Sosial tetapi Patroli Keamanan Sekolah. Di PKS bisa belajar ilmu bela diri, pengibaran bendera merah putih dan gerak jalan. Namun bagaimanapun, karena saya bersuku Tionghoa tetap dianggap sebagai masyarakat “kelas rendah” seolah-olah tidak berbangsa Indonesia. Dalam Perjanjian Lama, penataan kemah suci terdiri dari:
  1. Pelataran (untuk semua orang)
  2. Ruang Kudus (untuk sebagian orang)
  3. Ruang Mahakudus (untuk satu orang)

Pemisahan tersebut untuk mengingatkan bahwa dosa itu memisahkan. Kematian Kristus di atas kayu salib telah menyatukan kembali keterpisahan tersebut sehingga setelah karya penebusan Yesus, keterpisahan 3 area ini sudah tidak lagi dibutuhkan, setiap orang dapat langsung mengakses kepada Yahweh. Dalam kehidupan nyata, apakah ketiga area ini masih berlaku? Ya, masih. Di Rumah Sakit terdapat ruang kelas I, ruang kelas II dan ruang kelas III dengan biaya dan service yang berbeda. Begitu juga dengan pesawat dan kereta api yang terdapat kelas Executive, Business dan Economy. Kristus telah menyatukan, Di dalam Kristus tidak ada perbedaan orang Yahudi dan Yunani, pribumi dan non-pribumi, Barat dan Asia. 

Ketika melihat banyaknya pasien penyakit kanker di sekeliling kita, kita juga getar-getir jangan-jangan kita juga mendapatkan piala bergilir tersebut. Sampai kita berpikir, “kapan tiba giliran gue, kalau bisa janganlah”. Dalam kehidupan yang semakin konsumtif, obesitas juga menjadi persoalan. Ada orang bijak yang mengatakan, kita tidak perlu ikut seminar diet, cukup rajin-rajin berkunjung ke rumah sakit maka secara otomatis kita akan belajar untuk menjaga kesehatan. Baik diri kita maupun saudara kita juga bisa dalam keadaan dimana kita terus berdoa memohon penyembuhan, bagaimana jika Tuhan tidak berkehendak memberikan kita kesembuhan dan ingin kita menerima kondisi tersebut? Kita hidup di dunia dimana hak orang miskin diperkosa dan keadilan ditinggalkan. Saat ini orang-orang berteriak, “semua naik, semua mahal! Harga barang kalau sudah naik, tidak bakal turun.” Kita hidup di dunia yang mengumumkan “Tuhan sudah mati!”

Dalam kondisi seperti ini kita hanya bisa menatap ke langit dan bertanya, “Kapan ini semua akan berakhir?” Kapan kondisi kehidupan manusia bisa membaik? Kapan masyarakat yang madani bisa terwujud?” Kepada murid-murid yang menatap langit, malaikat sorgawi bertanya, “Mengapakah kamu sendiri melihat ke langit?” (Kis 1:11). Yesus naik ke sorga dan duduk di sebelah kanan Bapa? Pertanyaan kita adalah dimanakah sorga itu? Ketika para astronot tidak melihat sorga di luar angkasa maka orang-orang menyimpulkan bahwa sorga itu tidak ada dan begitu juga dengan Tuhan, Dia tidak ada. Sebenarnya pertanyaan yang lebih tepat adalah apa sorga itu? Jurgen Moltmann mengatakan, “Heaven is the sphere of creation which already totally corresponds to God because it is totally pervaded by his glory”. Karl Barth mengatakan, “He (Jesus) returns to heaven, which is the dwlling of God in His creation.” Singkat kata, sorga merupakan dimensi Allah, kediaman Allah dalam kemuliaan-Nya (shekinah glory). Dan apa yang dimaksud dengan Yesus duduk di sebelah kanan Allah? Yesus bersama dengan Bapa dan Yesus merupakan tangan kanan Allah yang bekerja. Sorga merupakan sebuah dimensi yang berbeda. Hidup kita tidak sebatas rindu naik ke sorga tetapi juga menghadirkan sorga di bumi.

Kenaikan Yesus ke Sorga berkaitan dengan Kerajaan Allah (Kis 1:3) yakni kepenuhan Kerajaan Allah di bumi pada saat kedatangan Yesus kembali. Peristiwa kenaikan Yesus juga tidak terlepas dengan kedatangan Roh Kudus yang akan kita rayakan 10 hari kemudian. Kita diperlengkapi dengan Roh Kudus - kekuatan dari tempat tinggi (Luk 24:49). Roh Kudus merupakan Roh Hikmat yang memampukan kita untuk mengenal Kristus dengan benar (Efesus 1:17). Mengenal Kristus dalam tubuh kebangkitan-Nya, tubuh yang mulia. Mengenal Kristus sebagai Raja semesta alam. Mengenal Kristus yang peduli pada manusia, mengasihi yang lemah dalam memulihkan harkat dan martabat manusia.


Dalam hal ini, peristiwa kenaikan Yesus mengimplikasikan bahwa kehidupan manusia bukanlah tidak berpengharapan. Suatu hari kelak, kita akan menjadi sama seperti Kristus dengan tubuh yang mulia. Peristiwa kenaikan Yesus memanggil kita untuk melihat dunia ini dengan “kacamata” yang berharap pada pemerintahan Yahweh, Raja semesta alam. Peristiwa kenaikan Yesus mengangkat harkat dan martabat manusia yang terpuruk kepada kemuliaan. Dengan penuh pengharapan kita menantikan kedatangan Yesus dalam kemuliaan-Nya. Amin.

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12