Tuesday 16 April 2013

DUA STRUKTUR YANG BERBEDA


 
Makamah Agama yang telah menjatuhkan hukuman mati atas Yesus dengan memobilitasi orang banyak karena merasa terancam oleh ajaran-ajaran para pengikut Yesus. Mereka merasa takut (Kis 5.26), iri hati (Kis 5.17) dan cemas (Kis 5.24). Mereka gelisah karena ada pengajaran yang berpotensi membongkar “kepalsuan” mereka. 



Mereka bagaikan orang-orang yang berteriak “Aku tidak mendengar” sambil menutupi telinga mereka rapat-rapat. Gempa bumi, kubur kosong, tirai dalam Bait Suci yang terbelah menjadi dua, para nelayan yang tidak berpendidikan tiba-tiba menjadi berhikmat dalam mengajar serta berbagai mujizat yang dilakukan oleh para rasul sama sekali tidak menyentuh hati para petinggi di Makamah Agama. Mereka menolak untuk percaya walaupun berbagai fakta tampak di hadapan mereka.  Sekalipun ada orang mati yang bangkit dari kematian untuk meyakinkan mereka tetap saja mereka tidak akan percaya (Luk 16.31). Mereka benar-benar sesuai dengan apa yang Yesus deskripsikan, “Punya mata tidak dapat melihat, punya telinga tetapi tidak mendengar” (Matius 13.13). Orang yang menjadikan diri mereka “tuhan” akan menjadi seperti “tuhan mereka” yakni punya mulut tidak berkata-kata (tidak mengatakan kebenaran), punya mata tidak melihat (pandangan mereka dihalangi oleh sudut pandang mereka) dan punya telinga tetapi tidak mendengar (tidak mengerti) (Mazmur 135.15-17). Tidak ada penyesalan, tidak ada perasaan bersalah dalam Mahkamah Agama sebab “ego” tidak pernah salah – ego tidak pernah menyesal – ego selalu benar, sekarang dan selamanya.

“Makamah Agama” merupakan contoh terbaik untuk memahami ego manusia. Apa itu Ego? Ego merupakan “individu terpisah”. Ego hidup dalam perasaan takut, takut kalah (kiasu) dan takut mati (kiasi). Ego selalu iri hati, rasa sakit dan kepahitan. Ego akan terancam apabila ada yang lebih baik. Ego membutuhkan status quo. Ego merupakan “manusia lama”, manusia yang belum mengalami “kebangkitan”. Ego masih hidup di dalam “kuburan”, kuburan yang telah dihias dengan indah atau “kuburan yang dilabur putih” (Mat 23.27). Ego hidup di dalam kecemasan dan perasaan tidak aman. Nah, ironinya, manusia menghabiskan banyak waktu untuk membangun ego – diri yang palsu dengan berkonsentrasi membangun “kantong kulit yang tua” (Luk 5:37).  Apa itu kantong kulit yang tua? Kantong kulit tua merupakan “apa yang memberikan perasaan aman yang palsu” untuk seseorang.

Ego membutuhkan kelompok maka ego akan membentuk “kolektif ego”. Ego membutuhkan “amen” alias ego membutuhkan dukungan. Ego juga membutuhkan sebuah struktur. “Mahkamah Agama” merupakan contoh yang baik untuk mendemonstrasikan apa itu kelompok ego dan struktur ego. Struktur ego bisa berbentuk kongrit dan abstrak. Struktur ego bisa berupa sebuah organisasi, instansi, institusi maupun korporasi. Struktur ego juga bisa berupa sebuah “sistem abstrak”. Sistem abstrak yang mengendalikan kehidupan manusia sekarang adalah “ketamakan” dan “pameran”. Agama pun ditelan oleh sistem tersebut sehingga manusia diajarkan untuk menjadi tamak. 

Kolektif ego tidak akan puas sebelum mereka melakukan tindakan kekerasan. Tanpa tindakan kekerasan, hati mereka tidak bisa tenang. Mereka harus melakukan tindakan “penyerangan”. Maka mereka menangkap para rasul, menyesah mereka dan melarang mereka mengajar dalam nama Yesus (Kis 5.40).

Sikap para rasul jelas dan sederhana "Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia” (Kis 5.29).  Mereka menjadi saksi kebenaran. Mereka mengalami “kebangkitan”. Mereka bukanlah hidup dalam sistem yang lama melainkan mereka sudah beralih kepada sistem yang baru – sistem Kerajaan Sorga. Mereka sudah tidak lagi hidup dalam struktur yang lama (kantong kulit yang tua) tetapi mereka sudah berada dalam struktur yang baru (kantong kulit yang baru) dan hidup mereka diisi dengan “anggur baru”.


Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru 
ke dalam kantong kulit yang tua,
karena jika demikian, anggur yang baru itu akang mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itu pun hancur (Lukas 5.37)

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12