Les Miserables (2012) diangkat dari Novel Perancis
1862 karya Victor Hugo. Film ini mengundang banyak pujian sekaligus kritik. Ada
yang mengkritik bahwa film ini menghadirkan pemeran yang berpura-pura menjadi
penyanyi sehingga film ini pantas disebut sebagai “singing miserable”. Umumnya,
orang-orang berpendapat bahwa nyanyian Russel Crowe mengecewakan mereka. Saya
sendiri memilih untuk merenungkan lirik lagu daripada memperhatikan apakah
mereka bernyanyi dengan baik atau tidak.
Film tersebut dipenuhi dengan tema-tema Kristen
seperti kasih karunia, anugerah, pengampunan, keadilan dan kasih. Salah satu
kalimat dari film tersebut sudah menyimpulkan semangat Kekristenan yakni “to love another person is to see the face
of God”. Semangat mengasihi sesama dapat dibaca di Matius 25.31-46. Yakub pernah berkata
kepada Esau, “melihat mukamu adalah
bagiku serasa melihat wajah Allah” (Kejadian 33.10).
Film musikal tersebut berfokus pada seorang yang
bernama Jean Valjean (Hugh Jackman) yang dipenjara selama 19 tahun akibat
mencuri sepotong roti pada masa kecilnya demi menolong adik perempuannya yang
sakit. Demi memerankan Jean Valjean pada masa perbudakannya, Hugh Jackman harus
menguruskan badan dan kemudian harus menambah berat badan untuk memerankan Jean
Valjean sebagai walikota. Jean Valjean hidup dalam kepahitan selama di penjara.
Lagu “look down” yang dinyanyikan sangat pesimis – sebagian dari liriknya
menyanyikan,
”Look down, look down, don’t look them in the
eyes, you’re here until you die…, sweet Jesus doesn’t care. They have all
forgotten you. How long o, Lord before you let me die? You will always be a
slave. You are standing on your grave.”
Sebuah lagu yang menyanyikan keputusasaan, hidup tanpa
arti, sebab hidup ini bagaikan budak yang tidak mempunyai kebebasan. Tuhan
tidak peduli, sudah dilupakan dan ditinggalkan. Tiada kebebasan sebab manusia
sudah berdiri di dalam kuburannya sendiri. Lihatlah ke bawah, sudah tidak
berpengharapan lagi. Sekali pencuri, selamanya pencuri. Sekali berdosa,
selamanya pendosa, tidak ada anugerah, tidak ada pengampunan, tidak ada
penebusan, tidak ada pengampunan. Setelah melewati satu hari kita hanya menjadi
lebih tua sehari. Inilah hidup sebagai seorang miskin, seorang pendosa. Tidak ada
yang memperhatikan, tidak ada yang mengasihi, tidak ada yang peduli. Lewat
sehari berarti mengurangi penderitaan sehari. Hasil jerih payah tidak cukup
untuk membiayai hidup. Manusia tidak berharga apabila mereka miskin. Inilah teriakan
orang yang menderita.
Fantine (Anne
Hathway) menyanyikan “I dream a dream” bahwa hidupnya telah dirampas, bahwa
hidup ini telah membunuh impiannya. Anaknya sakit, ia tidak diterima semua
rekan kerjanya, ia dipecat dari pekerjaannya. Kini ia harus melacurkan diri
demi membiayai hidup anaknya. Dan di tengah
penderitaan, ada saja orang-orang yang mencari kesempatan dalam kesempitan
untuk merusak kehidupan orang lain dan meraup keuntungan dari orang lain. Bahkan Santa
Clause pun dirusak oleh mereka.
Javert (Russel Crowe)
merupakan seorang penegak hukum yang tegas. Hidupnya mewakili hukum dan dirinya
adalah hukum. Menurut Javert “jalanku
merupakan jalan Tuhan”. Ia bekerja keras untuk menangkap Valjean dan
menjatuhkan hukuman padanya. Ia juga ingin menangkap dan menghukum Fantine.
Inilah dirinya sebagai penegak hukum. Bagi dirinya Javert hanya seorang
narapidana yang bernomor 24601. Bagi dirinya manusia hanya berupa sebuah objek,
sebuah label, sebuah angka. Ia membaca Alkitab dan melakukan kebenaran tetapi
ia tidak melihat wajah Tuhan di dalam diri sesama sebab ia telah
mengobjektivasi manusia. Manusia telah menjadi seperti barang bagi dirinya. Dia
mencari yang jahat, yang berdosa, yang tidak adil, yang bersalah untuk
diserang, dibenci, diperbudak dan bahkan dibunuh dan kemudian menyimpulkan
bahwa ia sudah melaksanakan tugas sucinya bagi Tuhan (baca Yoh 16.2).
Anugerah dan kasih
mengubah kebencian dan kepahitan. Pada saat ditolak dimana-mana seorang uskup
menerima Valjean. Namun demikian, Valjean mencuri berbagai peralatan dari
gereja dan melarikan diri. Pada saat ditangkap ia berbohong kepada polisi bahwa
barang-barang yang ia bawa dihadiahkan oleh uskupnya. Uskup pun menjawab bahwa apa
yang dikatakannya memang benar. Valjean tersentuh dan berkomitmen mengubah
hidupnya. Tetapi tidak demikian menurut Javert, apabila seseorang pernah
melakukan kesalahan dalam hidupnya, ia cenderung akan mengulangi kesalahannya
dan tidak mungkin dapat memperbaiki diri. Ketika seseorang tertangkap dan
hendak dihukum oleh Javert karena ia mirip dengan Valjean, Valjean terjebak
dalam dilemma apakah menyelamatkan orang yang tidak bersalah ini atau
menyelamatkan dirinya sendiri.
If
I speak, I am condemned.
If I stay silent, I am damned!
Who am I?
Can I condemn this man to slavery
Pretend I do not feel his agony
This innocent who bears my face
Who goes to judgement in my place
Who am I?
Can I conceal myself for evermore?
Pretend I'm not the man I was before?
And must my name until I die
Be no more than an alibi?
Must I lie?
How can I ever face my fellow men?
How can I ever face myself again?
My soul belongs to God, I know
I made that bargain long ago
He gave me hope when hope was gone
He gave me strength to journey on
Who am I? Who am I?
I am Jean Valjean!
And so Javert, you see it's true
That man bears no more guilt than you!
Who am I?
24601!
If I stay silent, I am damned!
Who am I?
Can I condemn this man to slavery
Pretend I do not feel his agony
This innocent who bears my face
Who goes to judgement in my place
Who am I?
Can I conceal myself for evermore?
Pretend I'm not the man I was before?
And must my name until I die
Be no more than an alibi?
Must I lie?
How can I ever face my fellow men?
How can I ever face myself again?
My soul belongs to God, I know
I made that bargain long ago
He gave me hope when hope was gone
He gave me strength to journey on
Who am I? Who am I?
I am Jean Valjean!
And so Javert, you see it's true
That man bears no more guilt than you!
Who am I?
24601!
Ketika memperoleh kesempatan untuk
menghabisi Javert, Valjean memilih untuk melepaskan dia dan hanya berkata bahwa
Javert tidak bersalah, ia hanya menjalani tugasnya. Inilah Anugerah dan Kasih yang
menjadi tema utama dalam Les Miserables. ~ what we have, we share – to love another
person is to see the face of God. Who are you? You are not “24601” but you are
who you are.