Mazmur 19.8-12 &
Lukas 1.1-4 & 4.14-21
Daud mengatakan bahwa Taurat TUHAN itu sempurna,
menyegarkan jiwa, memberikan hikmat, menyukakan hati, membuat mata bercahaya,
lebih indah daripada emas, lebih manis daripada madu (baca Mazmur 19.8-12). Apakah
sebagian besar orang Kristen menyakini kebenaran tersebut? Jika ya, mengapa
pada umumnya, orang Kristen tidak mempelajari firman TUHAN sendiri melainkan
lebih memilih untuk menyerahkannya kepada para professional untuk menjelaskannya
bagi mereka? Apakah karena takut menghadapi diri sendiri di saat membaca
Alkitab? Di sisi lain, setiap orang membaca Alkitab dengan motivasi yang
berbeda-beda. Ada yang membaca Alkitab demi tantangan intelektual, melakukan
riset dan mendalami Alkitab. Ada juga yang membaca Alkitab demi hal-hal praktis
seperti untuk memperoleh petunjuk untuk hidup sehat, menjadi kaya dan berhasil.
Ada juga yang membaca Alkitab demi inspirasi sebab Alkitab mengandung inspirasi
yang sangat kaya. Yang pasti, membaca Alkitab bukan untuk mengumpulkan
informasi atau menambah pengetahuan. Juga bukan untuk menguasai Alkitab,
menjadi ahli Alkitab atau mempunyai diploma atau master Alkitab melainkan untuk
membaca secara partisipatif untuk melihat ke dalam kehidupan interior kita
melalui interaksi dengan Sang Pengwahyu Alkitab yaitu TUHAN Sendiri.
Ketika TUHAN memilih untuk menggunakan “penulisan”
untuk mengkomunikasikan firman-Nya, Ia sedang mengambil resiko. Bahasa selalu
melekat atau tertanam pada budaya. Saya sering mendengar orang Tionghoa yang
meresponi ucapan 谢谢 (baca xie xie) dengan kata 不用谢 (baca bu yong xie) artinya
tidak perlu mengucapkan terima kasih atau terima kasihnya ditolak. Orang Indonesia sering
meresponi ucapan “terima kasih” dengan “sama-sama” atau “kembali”. Artinya
terima kasihnya tidak diperlukan tetapi di kembalikan kepada pemberi ucapan
terima kasih. Budaya Barat agak berbeda, ucapan “thank you” dibalas dengan “you
are welcome”, ucapan terima kasihmu diterima dengan baik. Begitu juga dengan
budaya Jepang, “Arigato gozaimasu” (terima kasih banyak) direspon dengan “dou
itashimashite” (ini kesenangan saya).
Pernahkah Anda berpikir mengenai etimologi kata
“sate” dan “tahu”? Dalam bahasa hokkien sate (sha teh) mengandung arti “tiga
potong” sebab sate terdiri dari tiga potong daging sehingga disebut (sha teh –
tiga potong). Sedangkan “tahu” (bahasa Tiochiu tao hu), tao berarti kacang dan hu
berarti “busuk” / “fermentasi”. Pada masa kecil saya sering mendengarkan orang
mengatakan “balikut” kepada anak-anak nakal yang terjatuh atau mainan mereka
rusak. Akhirnya saya baru sadar ternyata yang dimaksud dengan “balikut” adalah
“very good”. Pernah ketika saya naik bus bersama dengan teman saya dari Puncak
menuju Bandung, di tengah perjalanan ada seorang anak muda naik ke atas bus dan
berjualan buah salak. Ia berbicara panjang lebar memperkenalkan buah salaknya
dalam bahasa Sunda. Saya hanya mendengar kata “salak”, “manis”, “Garut”, “murah”
dan sisanya asing bagi saya. Saya kira anak muda ini sedang memperkenalkan
salak dari Garut dengan panjang lebar dan setelah saya tanyakan kepada teman
saya yang mengerti bahasa Sunda baru saya sadar bahwa ternyata anak muda
tersebut bukan sedang mempromosi buah salak dari Garut melainkan sedang memarah-marahi
penumpang karena tidak ada yang mau membeli buah salaknya. Karena tidak
mengerti bahasanya, saya jadi salah memahami. TUHAN tidak menggunakan bahasa
sorgawi untuk berkomunikasi dengan manusia melainkan Ia memilih untuk
menggunakan bahasa yang dimengerti oleh manusia namun dengan demikian Ia harus
menghadapi resiko salah interpretasi. Jika mau aman, TUHAN bisa menggunakan ilmu
pasti seperti rumus aljabar, algoritma atau rumus perkalian untuk berkomunikasi
namun rumus matematika tidak dapat menyampaikan pesan tentang kasih TUHAN bagi
umat manusia.
Pepatah bahasa Inggris mengatakan, “one man’s tool is another man’s weapon” (alat
di tangan seseorang dapat menjadi senjata di tangan orang lain). Kalimat
ini juga muncul dalam film The Dark Knight Rises oleh Bruce Wayne. Setiap orang
membaca Alkitab dengan praduga masing-masing. Seorang ilmuwan cenderung membaca
Alkitab dengan sudut pandang ilmiah sedangkan seorang ahli sejarah akan
memperhatikan berbagai unsur sejarah dalam Alkitab. Seorang ahli komputer
mungkin akan membaca Alkitab dari sudut pandang komputerisasi. Diakui atau tidak,
setiap kita mulai dengan sebuah “praduga”. Jadi, tidak heran ketika para Ahli
Taurat dan orang-orang Farisi yang sangat menguasai kitab Taurat menolak dan
bahkan hendak membunuh Yesus. Oleh sebab itu, seseorang dapat membaca Alkitab
dan menjadi semakin rohani sedangkan yang lainnya menjadi semakin berhati keras
dan cenderung mencari-cari kesalahan orang lain dan memanfaatkan pengetahuan
Alkitab yang telah ia kuasai seperti yang dikatakan oleh Yesus, “Kamu akan
dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu
akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah” (Yoh 16.2).
Ada yang pernah mengatakan bahwa BIBLE singkatan
dari “Basic Instructions Before Leaving Earth” yang artinya instruksi
dasar sebelum meninggalkan bumi. Tetapi Alkitab bukan buku magic dan juga bukan
Fortune Cookies (kue keberuntungan). Kita
tidak dapat mengundi ayat firman TUHAN untuk memperoleh petunjuk dari-Nya.
Seseorang mungkin berkata, “TUHAN saya mau bunuh diri, bolehkah? Dan ternyata
ayat yang terundi adalah Yohanes 13.27 “Apa yang hendak kau perbuat, perbuatlah
segera”. Alkitab tidak dapat dibaca dengan sembarangan dipenggal. Pembagian
Alkitab menjadi pasal dan ayat dilakukan dikemudian hari untuk mempermudah
pencarian dan pengutipan. Ada yang karena membaca Wahyu 12:3 kemudian menyimpulkan
bahwa naga itu sama dengan iblis tanpa memperhatikan bahwa naga yang
dimaksudkan oleh Yohanes berkepala tujuh. Bagaimana dengan naga yang memuji
TUHAN di Mazmur 148:7? Alkitab banyak menggunakan bahasa metafora seperti
“TUHAN adalah batu”, bukan berarti setiap batu adalah TUHAN. Yesus adalah Singa
Yehuda, tidak berarti singa itu Juruselamat sehingga kita harus menyembah singa
di kebun binatang. TUHAN juga memerintahkan Yohanes, Yehezekiel dan Yeremia
untuk memakan kitab (Why 10.9-10, Yeh 2.8-3.3, Yer 15.16), tentunya kita tidak diminta
untuk memakan dan mengunyah Alkitab secara harafiah. Alkitab harus dibaca
secara menyeluruh.
Pada tahun 1966, Guinness World records mencatat
Paul Getty sebagai orang terkaya di dunia dengan kekayaan sebesar 2 miliar
dollar AS. Namun demikian, Paul Getty adalah orang yang sangat pelit, ia bahkan
memasang telepon umum di dalam rumahnya sehingga setiap orang yang hendak meminjam
telepon pada saat di rumahnya harus membayar saat menggunakan telepon. Pada
saat anaknya diculik, ia menolak membayar 17 juta tuntutan penculik hingga
telinga cucunya dipotong. Setelah tawar menawar yang cukup lama akhirnya ia
membayar 2,2 juta kepada para penculik. Guinness World Records juga mencatat
Henrietta “Hetty” sebagai orang terkikir di dunia, dengan kekayaan melebihi 100
juta dollar US pada tahun 1700-an (sekitar 2 miliyar US pada saat ini). Pada
saat anak laki-lakinya patah tulang, Hetty menolak membawanya ke rumah sakit,
melainkan ia membawa anaknya ke klinik kesehatan gratis khusus orang miskin.
Sebaliknya TUHAN peduli dan secara ontologis ia hadir bagi umat manusia dan menanggung
malu, derita serta mengorbankan Diri-Nya di atas kayu salib.
Firman TUHAN tidak hanya bersifat abstrak, filosofis maupun konseptual
tetapi juga ontologis “Firman menjadi manusia”. Firman TUHAN memberitakan kabar
baik bagi orang miskin, pembebasan bagi orang tawanan, penglihatan bagi orang
buta, kebebasan bagi yang tertindas dan ini semua digenapi dalam diri Yesus
Kristus melalui Diri-Nya dan karya-Nya. TUHAN hadir bagi les miserables (baca orang-orang yang menderita). Tema besar
Alkitab adalah “kasih” dimana TUHAN bersolidaritas, TUHAN menyamakan Diri-Nya
dengan orang-orang yang menderita. Ia menyimpan air mata kita dalam kirbat-Nya
(baca botol air) (Mazmur 56.9). Barangsiapa
memberikan pertolongan kepada yang lemah, yang terkecil, yang tertindas, yang
terbelenggu telah melakukannya pada Diri TUHAN. Ia mengajak kita untuk melihat
wajah-Nya pada sesama seperti yang diungkapkan oleh Yakub kepada Esau yang
kemudian juga muncul di dalam dialog film Les Miserables. Yakub berkata kepada
Esau, “melihat
mukamu adalah bagiku serasa melihat wajah Allah” (Kejadian 33.10).
Alkitab tidak untuk dipajang di rak buku tetapi
untuk dikonsumsi secara spiritual. Ia lebih berharga dari emas karena ia dapat
menyegarkan jiwa kita dan membuat mata kita bercahaya. Membuka hati untuk
firman TUHAN juga berarti masuk ke dalam Cerita Allah dan klimaks dari Cerita
tersebut adalah Firman menjadi manusia. Cerita tersebut di mulai di taman Eden
dan akan berakhir di kota kudus, dimulai dengan pohon kehidupan dan akan
diakhiri dengan pohon kehidupan. Inilah Cerita Sang Alfa dan Omega. Cerita ini
masih berlangsung…
Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa;
peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak
berpengalaman. (Mazmur 19.8)
"Without
Divine assistance I cannot succeed; With it I cannot fail!" ~ Abraham Lincoln
"There
are more sure marks of authenticity in the BIBLE than in any profane
history." ...
I have a fundamental belief in the BIBLE as the Word of G-D, written by men who
were inspired. I study the BIBLE daily." ~ Sir Isaac Newton
"Suppose
a nation in some distant Region should take the BIBLE for their only law Book,
and every member should regulate his conduct by the precepts there
exhibited! Every member would be obliged in conscience, to temperance,
frugality, and industry; to justice, kindness, and charity
towards his fellow men; and to piety, love, and reverence
toward Almighty G-D ... What a Utopia, what a Paradise
would this region be" ~ John Adams