Kitab Rut
dilatarbelakangi oleh kalimat “setiap
orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri” (Hakim-hakim
21.25). Peperangan, perampokan, penculikan dan pemerkosaan merajalela sehingga
orang-orang hidup di dalam ancaman bahaya dan digerogoti oleh rasa takut.
Ancaman yang dihadapi keluarga Naomi pada masanya mungkin tidak kalah berat dengan
ancaman yang kita hadapi di zaman ini. Umumnya, keluarga di zaman kini memiliki
berbagai tanggungan disertai dengan tekanan pikiran dan emosional. Dengan
adanya teknologi yang lebih canggih, manusia bekerja dengan jauh lebih efektif
dan efisien sehingga ada banyak waktu yang dihematkan, akan tetapi waktu yang
diperoleh diisi dengan kegiatan yang lebih banyak lagi. Teknologi tidak
menjadikan manusia memperoleh lebih banyak waktu tetapi justru membuat manusia
semakin sibuk. Biaya properti yang semakin melonjak mengharuskan keluarga kecil
untuk menyicil rumah, biaya pendidikan yang semakin mahal, belum lagi ancaman
gejolak ekonomi yang tidak dapat diprediksi karena sistem ekonomi yang abstrak
dan kompleks, ditambah ancaman terrorisme, bencana alam maupun ancaman
kesehatan. Di satu waktu seseorang menikmati manisnya hidup akan tetapi di lain
waktu seseorang akan mengalami kepahitan hidup.
Karena ancaman
kelaparan, Elimelek memimpin keluarganya ke tanah Moab. Elimelek pasti berharap
kehidupan akan membaik di tanah Moab. Di luar duga anggota keluarga, Elimelek (Tuhan adalah Raja) sang kepala keluarga
meninggal dunia, Naomi (manis) bersama kedua
anak laki-lakinya, Mahlon (penyakit,
lemah) dan Kylion (korupsi/gagal).
Mahlon menikahi Rut (sahabat terbaik)
dan Kylion menikahi Orpa (leher/keras kepala). Setelah 10 tahun, Mahlon dan
Kylion meninggal dunia maka tinggallah 3 janda yang berduka. Karena sudah
kehilangan pengharapan Naomi memutuskan untuk kembali ke Betlehem (kota roti). Naomi memberkati kedua
menantunya dan meminta mereka untuk tinggal di Moab agar mereka dapat menikah
lagi sedangkan Naomi memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Kedua
menantunya meminta agar mereka dapat mengikuti Naomi ke Betlehem tetapi Naomi
bersikeras meminta mereka untuk tetap tinggal di Moab. Oleh karena desakan
Naomi, akhirnya Orpa berpisah dengan Naomi dengan berat hati sedangkan Rut
bertekad mengikuti Naomi, Rut berkata, “Janganlah
desak aku meninggalkan engkau, dan pulang dengan tidak mengikuti engkau, sebab
kemana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di
situ jugalah aku bermalam; bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku” (1:16).
Naomi
memiliki alasan yang kuat menolak kedua menantunya ke Israel sebab orang-orang
Moab dibenci oleh bangsa Israel karena latar belakang historis. Moab adalah
keturunan yang haram (Kej 19.30-38). Orang-orang Moab terkenal karena
penyembahan berhala dan pelacuran yang pernah mereka lakukan (Bilangan 25.1-9).
Bahkan orang-orang Moab dilarang memasuki jemaah Yahweh (Ulangan 23.3). Tekad
Rut untuk mengikuti Naomi ke Betlehem, merupakan tantangan yang sangat besar
bagi dirinya, ia harus menghadapi masa depan yang tidak jelas dan penghinaan
karena dia adalah seorang perempuan Moab.
Naomi
berhenti berkata-kata dengan Rut karena hatinya yang sangat berat, ia tidak
hanya merasa berat untuk dirinya sendiri tetapi dia juga merasa berat hati
untuk Rut. Dua orang janda menempuh perjalanan yang penuh bahaya dari Moab ke
Betlehem. Tanpa mereka sadari, TUHAN melindungi perjalanan mereka berdua.
Selama perjalanan mereka hanya berdiam diri, karena diliputi dengan perasaan
pedih yang berat. Setiba di kota Betlehem, masyarakat kota kecil tersebut
langsung gempar dan saling berkata, “benarkah
ini Naomi?” Bukankah mereka berangkat dengan penuh sukacita dan penuh
harapan? Apa yang telah terjadi dengan keluarga ini?” Naomi berespon, “Jangan lagi memanggil aku Naomi tetapi
panggillah aku Mara (pahit) sebab TUHAN telah melakukan banyak yang pahit
kepadaku”.
Sepertinya
berbagai ancaman kehidupan tidak kondusif untuk membangun kehidupan spiritual
karena persoalan-persoalan hidup sudah banyak menyita energi seseorang. Tetapi
di dalam kondisi yang berat di mana TUHAN tampak tidak hadir, Rut ditampilkan
sebagai seorang ibu muda yang beriman. Naomi tenggelam di tengah kepahitan
sedangkan Rut menghadapi kepahitan. Naomi kembali kepada masa lalunya, dia akan
menghadapi pandangan sinis, cercaan, penghinaan dari orang-orang yang ia kenal
di Betlehem. Sebab ia meninggalkan Betlehem dengan penuh pengharapan sedangkan
kembali ke Betlehem dengan tangan kosong.
Rut menuju
Betlehem “masa depan yang tidak pasti” dengan penuh perjuangan. Dia harus
menghadapi pandangan-pandangan mata yang sinis karena dia adalah seorang
perempuan Moab. Tetapi Rut bertekad melakukan perubahan sebab Rut memiliki
keindahan batin “inner beauty”. Ia
tidak tenggelam di dalam kepahitan, ia juga tidak menyerah kepada persoalan
sosial. Ia menjalani hidup ini dengan tegar, penuh pengharapan dan berjuang
mengubah persepsi orang lain terhadap dia. Tanpa disadari, Rut sedang
menciptakan sebuah masa depan bagi dirinya sendiri oleh karena imannya dan sikapnya
yang kokoh dan tegar. Kita dapat berkonklusi bahwa “bukan kesulitan yang menjatuhkan seseorang tetapi persepsilah yang
menentukan sikap hidup”.