Monday, 11 February 2013

A CHRISTMAS CAROL (2009)



Christmas Carol (2009) yang diadaptasi dari novel karya Charles Dickens dan dibintangi oleh Jim Carrey ini mengisahkan seorang kaya bernama Ebenezer Scrooge. Sutradara, Robert Zemeckis membuat film tersebut dalam bentuk animasi 3 dimensi. Ketika saya pertama menonton film ini saya teringat dengan Christmas Carol (1983) yang saya tonton bersama putra saya di mana Mickey Mouse berperan sebagai Bob Cratchit dan McDuck sebagai Scrooge.


Ebenezer Scrooge (Jim Carrey) adalah seorang yang telah membangun kariernya dari hasil kerja kerasnya bersama dengan rekan bisnisnya Jacob Marley yang telah meninggal dunia. Scrooge tidak mengizinkan pegawainya yang dibayar dengan gaji sangat kecil untuk pulang lebih awal dan merayakan malam natal bersama keluarganya. Menurut Scrooge perayaan natal merupakan suatu pemborosan. Dia juga menolak untuk makan malam bersama dengan keponakannya. 


Nah, pada malam natal tahun 1843, Scrooge dikunjungi oleh roh Jacob Marley yang diikat dengan rantai-rantai yang berat. Marley mengatakan bahwa rantai-rantai yang mengikat dirinya merupakan akibat dari perbuatan-perbuatannya pada masa hidupnya. Ia meminta Scrooge untuk bertobat jika tidak rantai-rantai yang mengikatnya pasti akan jauh lebih berat yang yang ia harus pikul selamanya. Pengalaman Scrooge mengingatkan saya tentang perumpamaan Yesus mengenai seorang kaya dan Lazarus yang miskin dan menderita dalam kekurangan. Namanya (Lazarus) disebut karena dia dikenal, dihargai dan dikasihi sehingga ia dapat menikmati kehidupan setelah kematian. Sedangkan orang kaya tersebut, namanya tidak disebut menandakan dirinya tidak signifikan, tidak penting, tidak berarti dan tidak dikenal. Dalam hal ini, tidak dikenal sama dengan “disampahkan” alias “dibuang” atau dicampakkan ke dalam api yang menyala-nyala.


Scrooge dikunjungi oleh “roh” masa lalu, masa kini dan masa lalu dalam hidupnya. Hidup manusia bukan hanya terdiri dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dan berlalu begitu saja melainkan setiap peristiwa saling berkaitan dan mengandung makna yang signifikan di dalam keabadian. Sebab TUHAN yang adalah Yang Awal dan Yang Akhir merupakan TUHAN masa lalu, TUHAN masa kini dan TUHAN masa depan hidup kita. Hidup manusia tidak didesain untuk hidup bagi dirinya sendiri tetapi juga memiliki peran bagi sesama.

Menurut saya, Bob Cratchit merupakan tokoh yang sangat istimewa.  Dia telah bekerja dengan setia untuk Scrooge selama bertahun-tahun dengan harga yang kecil. Kehidupan Bob didepiksi sepertinya tidak berarti, tidak penting, tidak berdampak namun sebenarnya hidupnya sangat berarti bagi orang-orang disekitarnya. Memang tokoh seperti Bob tidak berharga di dunia ini sebab dia hanya seorang pekerja bergaji rendah yang bodoh (menurut pandangan dunia), yang harus bekerja keras menghidupi keluarganya. Ia bahkan tidak mampu membiayai pengobatan untuk anaknya yang cacat maupun memberikan makan malam yang lezat untuk keluarganya di malam natal. Ia harus bekerja sepanjang tahun tanpa hari libur. Walaupun demikian ia tetap mempunyai pandangan yang positif tentang bosnya. Ia bahkan mengucap syukur dan berdoa bagi bosnya yang kikir. Menurut orang-orang mungkin hidup Bob sangat pahit tetapi tidak demikian bagi dirinya. Orang seperti Bob merupakan orang yang disaat dilukai oleh orang lain namun ia tidak melukai dirinya sendiri. Seringkali yang membuat seseorang sangat menderita adalah ketika ia dilukai oleh seseorang, pikirannya akan secara terus-menerus menyiksa dirinya sendiri dengan “kepahitan” sehingga ia akan mengalami “luka parah” (berdarah-darah). Mungkin Bob miskin, bodoh, tidak berharga, tidak berguna bagi dunia tetapi dia termasuk orang yang “berbahagia” seperti yang diungkapan oleh Yesus. (Berbahagialah orang yang miskin, yang lemah lembut, pecinta damai). 



Setiap perbuatan kita berdampak pada kehidupan diri kita sendiri dan orang lain. Baik kita sadari maupun tidak, perkataan maupun perbuatan kita dapat mempengaruhi orang lain. Benar bahwa kita tidak mungkin menjadi sempurna dalam segala perbuatan dan perkataan kita tetapi yang patut kita renungkan adalah yang mana yang lebih banyak yakni orang-orang yang hidupnya “dibangunkan” oleh kita atau justru “dihancurkan” oleh kita. Apakah hidup kita membuat orang lebih bersemangat, lebih giat belajar, lebih loyal atau malah menambah kebencian, kedengkian, kejengkelan, kepahitan dan ketakutan pada “uang” dan “kuasa” kita? Apakah kita mengembangkan potensi dan keyakinan pada diri orang lain atau membuat orang lain semakin tidak percaya diri? Apakah diri kita ditakuti atau disegani dan dihormati? Apakah kita berbagi suka, duka dan pujian atau merampas segala suka dan pujian untuk diri sendiri dan membebani orang lain dengan duka?




Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12