Manusia takut pada kebebasan! Memang
terdengar aneh, tidak masuk akal tetapi demikianlah faktanya. Kebebasan
menyebabkan kebingungan – memilih dari sekian banyak pilihan. Kebebasan menimbulkan
kekhawatiran – mengkhawatirkan bahwa manusia tidak dapat mengendalikan diri di
tengah kebebasan. Oleh sebab itu manusia lebih memilih untuk mengurangi
kebebasan bersama dengan aturan-aturan. Hal tersebut mendemonstrasikan
sekaligus membuktikan ketidakpercayaan (distrust) manusia pada kemampuan
manusia untuk hidup di dalam kebebasan. Erich Fromm, seorang humanis menulis
tentang ketakutan manusia akan kebebasan dalam bukunya yang berjudul Fear of Freedom. Ia
menerangkan bahwa setelah dibebaskan dari cengkeraman Firaun, bangsa Israel
ingin kembali ke Mesir. Mereka menyalahkan Musa yang sudah membawa mereka
keluarga dari Mesir. Mereka memilih untuk kembali menjadi budak Firaun.
Ketakutan orang Kristen terhadap
kebebasan terlihat di dalam pertanyaan mereka yang berbunyi, “Apakah ini
berdosa?” “Apakah perbuatan itu dosa?” “Dosa” telah menjadi pusat perhatian
mereka. Mereka tidak bertanya, Apakah perbuatan atau keputusan ini berkenan di
hati TUHAN? Apakah perbuatan tersebut merupakan ekspresi kasih?” Orang yang
bebas seperti Paulus mengatakan, “Segala
sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal
bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun” (1
Kor 6.12). Orang yang bebas tidak membiarkan dirinya untuk diperhamba oleh
suatu apapun. Orang yang tidak bebas selalu diperhamba oleh “rasa takut”. Tidak demikian orang yang hidup bebas di dalam
kasih sebab, “di dalam kasih tidak ada ketakutan” (1 Yoh 4:18).
Di
dalam perjalanan menuju Gerasa, murid-murid Yesus ketakutan karena angin badai
yang menyebabkan kapal mereka hampir tenggelam. Setelah angin badai diredakan
oleh Yesus mereka sangat takut akan kuasa Yesus yang bisa menenangkan angin
badai. Mereka pasti bertanya-tanya, siapakah Yesus yang mereka ikuti? Mengapa
angin pun tunduk pada-Nya? Dengan kata lain, mereka mengalami dua kali
ketakutan. Ketakutan pertama “KETAKUTAN PADA PERSOALAN BESAR” dan ketakutan kedua,
“KETAKUTAN KARENA SOLUSI YANG BESAR”.
Oleh
sebab itu, Confucius mengatakan, 敬鬼神而远之 (Jing gui shen er yuan zi) yang artinya "Respect
ghosts and spirits, but keep them at a distance"
(Analects 6:22). Perkataan ini mendemonstrasikan
ketakutan manusia pada setan-setan dan TUHAN. Confucius juga mengatakan未能事人,焉能事鬼 (wei neng shi ren
yan neng shi gui) "When one is not yet able to serve other people, how can
one serve ghosts?" Dua perkataan Confucius
mendemonstrasikan perasaan terbatas manusia. Maka Confucius menyarankan agar
manusia menghindari roh dan TUHAN.
Lukas mencatat seorang laki-laki yang kerasukan
setan-setan. Ia tidak berpakaian, tidak merasa malu karena ia sudah tidak tahu
diri (tidak sadar diri). Ia tinggal
di dalam pekuburan. Ia tidak takut kecoak maupun ulat. Ia tidur bersama dengan
kocoak dan ulat. Ia tidak takut pada tengkorak. Ia tidur bersama dengan
tengkorak. Inilah gambaran yang menyeramkan tentang seseorang yang tidak
memiliki kebebasan. Jauh lebih menyeramkan daripada hantu dalam kapal anker di
Kepri Mall Batam yang masih perlu istirahat untuk ke WC dan makan.
Walaupun tidak takut pada kecoak, ulat maupun
tenggkorak ia sangat takut pada Yesus. Ia takut disiksa oleh Yesus. “Penyiksa
yang takut disiksa”. Orang-orang membelenggu dia dengan “rantai” tetapi Yesus
mengusir. Orang-orang meminta dengan baik pada roh-roh jahat tetapi Yesus
mengusir. Yesus tidak bersikap baik dan sopan pada roh-roh jahat. Ia mengusir!
Ia tidak permisi, tidak kompromi. Ketika bermain di hutan, anak-anak sering
dididik oleh orangtua mereka untuk permisi sama roh-roh pohon atau roh
semak-semak sebelum buang air kecil. Yesus tidak permisi, Dia mengusir!
Setan-setan ketakutan. Mereka
menyadari kedatangan Yesus. Apakah mereka merupakan penyebab angin ribut yang
diredakan oleh Yesus? Sulit dipastikan, yang jelas, setan-setan ini ketakutan.
Mereka yang biasanya menakut-nakuti orang kini ketakutan. Lutut mereka
berantukkan. Mereka bersujud pada Yesus dan berteriak, “Apa urusan-Mu dengan aku, hai Yesus Anak Allah Yang Mahatinggi? Aku
memohon kepada-Mu, supaya engkau jangan menyiksa aku”. Mereka takut
disiksa, mereka takut menderita. Mereka suka menguasai orang lain, mereka suka
membelenggu orang lain. Mereka tidak suka melihat orang hidup bebas. Mereka
suka orang hidup di dalam belenggu dan ketakutan tetapi mereka sendiri takut.
Setan-setan menghalau orang itu dari komunitas ke
tempat yang sunyi. Ia mengisolasikan diri tetapi ia tidak sendiri. Roh-roh
jahat menyiksa dia siang dan malam. Tubuhnya pasti penuh dengan luka-luka sebab
ia sering diseret. Seringkali manusia juga suka menyiksa sesama dengan “rantai emosi negatif”. Menyiksa orang
lain dengan emosinya yang tidak stabil. Menyiksa orang lain dengan “rantai
ngambek”, “rantai dendam”, “rantai kebencian”, “rantai kekesalan” untuk
mengikat dan membelenggu. Tidak jarang juga, kita mengizinkan diri kita untuk
diikat dengan “rantai emosi negatif”.
Hal ini terbukti melalui “reaksi emosi negatif” di dalam diri kita. Jika
ini terjadi maka kita akan diseret-seret oleh rantai emosi. Semestinya ini
merupakan hal yang patut kita takuti sehingga kita tidak dirantai dan tidak
diseret-seret oleh emosi-emosi negatif dari orang lain maupun dari diri kita
sendiri.
Legion merupakan Legio Romawi yang biasanya
terdiri dari 6,000 prajurit. Legion berarti tidak sendiri, tidak seorang diri
melainkan bersifat kolekif. Legion juga bisa diartikan memiliki “banyak wajah”.
Kini manusia dirasuki oleh “legion
membuktikan kehebatan”, “legion emosi negatif”,
“legion menyalahkan orang lain”, “legion pura-pura rendah hati”. Legion
pura-pura rendah hati suka menjinjing salib emas, mengenakan jubah ungu dan
mahkota batu permata yang berkilau. Legion pura-pura rendah hati tidak menuju
“Bukit Golgota tetapi menuju “takhta Olympus”.
Setan-setan itu takut dikembalikan ke “jurang
maut”. Jurang maut merupakan tempat roh-roh orang mati (Mazmur 107:26 &
Roma 10.7). Juga merupakan tempat akhir
roh-roh jahat dan setan-setan (Wahyu 20.3, 8.30-31). Mereka sangat KETAKUTAN. Mereka
memohon untuk masuk ke dalam babi-babi dan Yesus pun mengabulkan permintaan
mereka. Maka keluarlah mereka dari orang itu dan memasuki babi-babi. Kawanan
babi itu terjun bebas dan mati lemas.
Aneh! Setelah melihat seorang yang dirantai, yang
dirasuki setan-setan dibebaskan duduk di kaki Yesus, sudah berpakaian, sudah
waras. Mereka tidak bergembira, berbahagia atau bergirang. Mereka juga tidak
berteriak “Haleluya”. Melainkan mereka sangat “KETAKUTAN”.
Penduduk di daerah Gerasa SANGAT KETAKUTAN. Bukan
menjadi percaya dan memohon pertolongan Yesus, mereka malah mengusir Yesus.
Mereka tidak “WELCOME” Yesus. Sebab Yesus telah menyebabkan kerugian ekonomi
yang besar. 2,000 ekor babi baru saja mati. Sistem ekonomi mereka dirusak oleh
Yesus. Mereka tidak menginginkan Yesus yang bisa membebaskan orang dari
setan-setan. 2,000 ekor babi alias sistem ekonomi mereka merupakan juruselamat
mereka. Motto mereka adalah Pax ekonomia
bukan Pax Christi. Yesus tidak
melakukan mujizat lain untuk bisa tetap memberitakan Injil di sana. Yesus
berangkat meninggalkan Gerasa.
Orang
yang sudah dibebaskan memohon untuk bisa mengikuti Yesus. Tetapi Yesus menyuruh
dia pergi untuk kembali ke rumahnya. Orang ini diutus sebagai penginjil di
tengah-tengah keluarganya. Ia pergi mengeliling seluruh kota dan menceritakan
apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya. Dia
yang tidak bebas, kini bebas. Dia bisa pergi ke mana saja. Tidak lagi dirantai,
tidak lagi menyendiri. Tidak lagi terisolasi. Ia kembali kepada komunitas.
Yesus tidak hanya memperhatikan keselamatan individu tetapi juga keselamatan
komunitas.
Perbedaan besar antara dipenuhi
dengan Roh Kudus dan dirasuki oleh setan adalah orang yang dirasuki setan
kehilangan dirinya sendiri. Setan mengambil alih hidupnya. Orang itu tidak
dapat memilih maupun memutuskan sendiri. Ia tidak bebas. Bahkan suaranya
berubah di saat setan menyatakan dirinya baik dalam suara laki-laki maupun
suara perempuan. Tetapi orang yang dipenuhi Roh Kudus memperoleh kebebasan.
Kebebasan untuk memilih. Ia bisa memilih untuk mendengarkan nasihat Roh Kudus
ia juga bisa memilih untuk menghujat Roh Kudus. Roh Kudus memimpin dengan
menjadikan orang yang dipimpinnya sebagai “manusia bebas”.
Orang yang takut memiliki jiwa
yang tidak bebas. Kebebasan membutuhkan ketenangan jiwa. Jiwa yang mantap dapat
memilih di dalam kebebasan. Tidak takut, tidak bingung dan tidak kehilangan.
Jiwa yang bebas tidak menuntut perasaan dibutuhkan. Tidak membelenggu orang
lain dengan “rantai-Anda membutuhkan saya”. Manusia bebas adalah manusia yang
dipimpin oleh Roh. Mereka tidak bisa dirantai dengan rantai emosi. Diri mereka
bebas, mereka tidak bisa diikat dengan rantai gossip maupun rantai tuntutan
manusia. Ketika orang-orang ingin disembuhkan Yesus, Yesus pergi begitu saja.
Ketika diminta meninggalkan Gerasa, Yesus pun langsung beranjak. Ia juga tidak
dirantai oleh rantai penghakiman orang. Ia makan bersama dengan orang berdosa,
Ia mengampuni dan membebaskan. Dia tidak takut bebas!