Thursday, 13 June 2013

TUHAN MEMPERKENALKAN DIRI



Manusia tidak sanggup mengenal TUHAN oleh sebab keterbatasan manusia tidak sanggup mengenal TUHAN yang tidak terbatas. Walaupun mengkerahkan segala upaya dan kemampuan, kita tetap saja tidak mampu mengenal Allah. Apabila seseorang mempertanyakan keilahian Allah, misteri Allah, inkarnasi maupun karya keselamatan maka Dietrich Bonhoeffer akan mengatakan “Pertanyaan Anda salah!” Maksud Bonhoeffer adalah sebagai manusia, sebagai makhluk ciptaan Sang Pencipta kita tidak pantas mempertanyakan pengwahyuan-Nya. Pertanyaan yang bersifat epistemologis yang diajukan untuk mempertanyakan ontologis pengwahyuan merupakan pertanyaan yang telah melampaui batas kemampuan kita. Kita akan menemukan diri kita dipertanyakan TUHAN seperti yang dialami oleh Ayub, Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian! “ (Ayub 38.4).

Kita hanya bisa mengenal TUHAN apabila TUHAN memperkenalkan Diri-Nya Sendiri. Dan TUHAN memilih untuk tidak hanya memperkenalkan Diri-Nya melalui perkataan-Nya (logos) atau melalui nabi-nabi saja melainkan memperkenalkan Diri-Nya Sendiri secara ontologis di dalam sejarah manusia. Melalui inkarnasi (Firman menjadi Manusia) TUHAN memperkenalkan Diri-Nya sendiri. Apakah ada cara yang lebih baik daripada memperkenalkan Diri secara ontologism yang ingin Anda sarankan kepada TUHAN? TUHAN di dalam Kristus memperkenalkan Diri-Nya Sendiri (God’s Self introduction). TUHAN di dalam Kristus memperkenalkan Diri-Nya Sendiri sebagai Sang Bapa secara ontologis. Kemudian Ia terus memperkenalkan Diri-Nya secara spiritual melalui Roh-Nya Sendiri.

Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya. (Yoh 14.9-10)

Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu. (Yoh 14.16-17)

Kristus merupakan “gambar Allah yang tidak kelihatan (Kol 1.15 & 2 Kor 4.4) yang merendahkan Diri dengan “mengosongkan diri” (kenosis) dengan mengambil rupa seorang hamba (Filipi 2.5-8). Tindakan heroic TUHAN ternyata sangat berbeda dengan “superheroes” di komik maupun di film-film blockbuster. Heroicness TUHAN tidak dipahami oleh manusia. Mengapa menjadi manusia? Mengapa “Anak”? Mengapa disalib seperti seorang kriminal? Mengapa memposisikan diri dalam posisi yang tampak sangat lemah? Sehingga “salib” selalu dianggap sebagai “kebodohan” bagi yang akan binasa (1 Kor 1.18). Maka tidak heran apabila “salib” selalu menjadi “batu sandungan” dan “kebodohan” (1 Kor 1.23).

TUHAN menggunakan metafora “induk ayam” yang mau mengumpulkan anak-anak-Nya tetapi banyak yang menolak (Mat 23.37). Dia adalah Bapa yang mengasihi dan memelihara anak-anak-Nya (Mat 6.26) yang menantikan kepulangan anak-anak-Nya (Mat 18.12-24) dan berkenan untuk memberikan Kerajaan-Nya (Luk 12.32).
Secara pastoral, apabila kita memperhatikan apa yang Yesus lakukan, Ia tidak menjadikan Diri-Nya Sendiri sebagai pusat perhatian melainkan Ia selalu mengorientasikan pengikut-pengikut-Nya kepada Sang Bapa. Apabila kita menyimak bagian ini maka tantangan terbesar kita sebagai ayah kandung maupun ayah rohani adalah memimpin anak-anak kita (termasuk anak-anak rohani) kepada Sang Bapa. Sebab sebagai manusia, kita terlalu terbatas bahkan kita tidak sanggup menjamin kehidupan kita sendiri. Kita tidak sanggup mengalahkan maut. Kelak kematian akan memisahkan kita dengan anak-anak kita. Kita membutuhkan “Sang Bapa”. Apabila kita tidak memimpin anak-anak kita kepada Sang Bapa maka secara tidak langsung kita akan menjadi “tuhan pengganti” atau “The Surrogated-god”. Manusia suka menjadi “juruselamat” karena dengan menjadi juruselamat ia dapat menambah kepercayaan dirinya. Manusia juga suka merasa “dibutuhkan” dengan demikian ia menjadi “lebih superior”. Pola pikir akan menumbuhkan sikap untuk memanipulasi pelayanan yakni melayani orang lain demi melayani ego diri sendiri. Maka motto pelayanannya pun berupa “I serve in order to feel good”. TUHAN dijadikan sebagai “simbol” atau “logo” untuk kepentingan diri sendiri.
Kristus memberikan teladan melalui sikap kehambaan-Nya. Ia merendahkan Diri dan mengosongkan Diri. Ia tidak menjalani agenda pribadi-Nya sebab Ia hanya melaksanakan agenda Bapa. TUHAN Sendiri telah memberikan teladan seperti demikian kepada kita, bagaimana dengan kita? Sebagai ayah dan ibu, kita dituntut untuk memimpin anak-anak kita kepada Sang Bapa melalui relasi kita dengan Sang Bapa seperti yang telah dilakukan Kristus.

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12