Thursday, 18 July 2013

TABLET DAN SALIB



Komputer Tablet merupakan produk teknologi zaman sekarang yang berpotensi menggantikan laptop di masa depan dengan kecanggihannya yang bersifat user-friendly. Ukurannya yang kecil dan tipis, mudah disimpan dan dibawah dengan daya tahan baterai yang jauh melampaui kemampuan laptop. Sudah tidak jarang kita menyaksikan orang-orang menggunakan smartphone dan tablet di tempat-tempat umum seperti cafĂ©, restoran, MRT maupun bandara. Seringkali, tablet dijadikan alat untuk menghilangkan rasa suntuk atau bosan dengan bermain game maupun berelasi menggunakan jejaring sosial seperti Myspace, Facebook, Twitter, Line, Wechat dan pasti akan terus bertambah. Dengan kata lain, tablet (baca obat) digunakan untuk mengobati rasa bosan dan kesepian. Tablet juga memiliki kemampuan lainnya seperti berfungsi sebagai agenda kegiatan/kerja, mengelola data, mengakses informasi maupun alat komunikasi. Dengan kata lain, tablet telah menjadi simbol kecerdasan dan efektivitas. Tablet sebagai produk teknologi juga merupakan simbol pengendalian (control). Tablet dengan kemampuan layar sentuh (touch screen) telah menjadi jendela untuk menyentuh dunia. Menurut Michael Foley, layar telah menjadi penguasa zaman kini bahkan “realita” telah berpindah ke dalam layar (Foley 2010, 135). Sehingga segala sesuatu harus difoto atau difilmkan untuk menjadi realita (Foley 134).

Para Sosiolog Amerika membagikan jenjang generasi dengan sebutan Generasi Baby Boom (1946-1964), generasi X (1965-1976), generasi Y (1977-1997) dan generasi Z (Next) (1998-sekarang). Generasi Baby Boom tumbuh besar bersama dengan televisi dan umumnya merupakan penonton pasif (Tapscott 2009, 31). Teknologi internet masih termasuk hal baru bagi generasi Baby Boom maupun generasi X, tetapi tidak demikian bagi generasi Z yang bertumbuh bersama dengan teknologi internet. Coco Conn, pendiri proyek Cityspace mengungkapkan bahwa bagi generasi Z, “teknologi bagaikan udara” (Tapscott 2009, 29). Bagi mereka, email itu jadul sebab mereka menggunakan Facebook, Twitter, Skype, Line maupun Wechat. Mereka juga sering membroadcast via bbm dan Youtube serta menulis di blog pribadi. Mereka meng-upload proses membuka bungkus gadget terbaru mereka ke Youtube. Mereka tidak membaca koran, mereka bertanya, “Untuk apa boros uang membeli koran?” sebab mereka membaca google news ataupun yahoo news. Mereka tidak perlu mempelajari bagaimana menggunakan handphone maupun tablet sebab mereka bisa menggunakannya secara alami. Generasi X bisa membuat meriam dari kaleng dan ketapel dari dahan pohon, generasi Y dan Z bisa mengedit foto, blogging, unduh film, upload video, edit lagu dan multi-tasking, tetapi akan bingung jika diminta untuk membuat ketapel atau meriam kaleng. 

Bagaimana dengan salib? Salib yang dimaksud Yesus di sini tentunya bukan kalung salib yang kecil dan ringan juga bukan kayu salib yang digantung di dinding rumah yang bisa dijinjing. Tetapi salib yang besar dan berat yang harus dipikul. Kita tidak bisa berlari dengan salib tersebut. Salib tersebut hanya membungkukkan tubuh kita oleh karena beratnya. Mengapa Yesus memilih untuk menggunakan metafora seperti ini untuk mengungkapkan jalan para pengikut-Nya? Bukankah membawa Ipad atau Samsung Tablet akan jauh lebih efektif, efisien dan keren? 

Memikul salib di zaman pemerintahan Romawi merupakan hal yang memalukan sebab salib merupakan simbol hukuman mati. Salib tidak memiliki tombol On / Off. Tidak seperti layar sentuh Ipad maupun Samsung tablet yang halus, salib berpermukaan kasar. Ukurannya yang besar dan berat membuat salib sangat sulit dibawa maupun dikendalikan, berbeda dengan tablet dengan layar sentuh yang sangat mudah digunakan. Memikul salib bagaikan seorang yang berjalan menuju kematian. Yang tampak kuat belum tentu kuat dan yang tampak lemah belum tentu lemah. Salib merupakan simbol kekuatan di balik kelemahan.

Yesus berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat 16:24). Pikul salib merupakan simbol penyangkalan diri. Yesus berkata, “Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Mat 16:25).  Penyangkalan diri termasuk menyangkal agenda pribadi, impian, cita-cita dan ego. Menyangkal diri berarti diri sendiri tidak menjadi “pusat referensi”. Apabila diri kita menjadi pusat referensi maka kebenaran absolut dianggap ada pada diri kita. 

Bagi saya “memikul salib” bukan seperti yang dimaksudkan oleh kebanyakan orang Kristen yakni hidup sederhana (seringkali hanya bersifat berpura-pura padahal hatinya berkompleksitas tingkat tinggi), hidup pas-pasan, menahan hawa nafsu. Memikul salib seperti ini membuat seseorang merasa sudah “sangat menderita” bagi Kristus, bahkan berpotensi merasa “benar”alias “self-righteousness”. Bagi saya, memikul salib berarti menyadari “momento mori” yakni setiap kita akan mati. Memikul salib merupakan simbol seorang narapidana menuju hukuman mati. Hal ini mengingatkan kepalsuan diri kita harus menuju kematian. Memikul salib bukan untuk merasa lebih hebat, lebih kudus, lebih pietis atau lebih pintar tetapi merasa lemah, tidak layak, tidak mampu dan hanya bisa mengandalkan pertolongan dari Sang Pencipta langit dan bumi. Salib juga merupakan simbol kelemahan, tidak ada yang dapat kita banggakan dalam hidup ini. Paulus mengatakan, “Tetapi sekali-kali aku tidak bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia” (Gal 6:14).  Bagi dunia, salib merupakan kebodohan (1 Kor 1:18).

Mengikut Yesus mendemonstrasikan bahwa Yesus berjalan di depan kita. Pandangan kita berorientasi pada Yesus. Memikul salib dan mengikuti Yesus berarti berorientasi pada TUHAN yang merupakan “Pusat Referensi” (Kehendak Bapa). Mengikut Yesus berarti “kehidupan” merupakan destinasi akhir sebab Yesus merupakan “Jalan, Kebenaran dan Hidup”. Walaupun salib kita tidak disertai dengan wifi atau broadband tetapi selalu terkoneksi dengan Salib Kristus. Hanya dengan menyangkal “ego” atau kepalsuan diri kita dapat mengikut Kristus. Kita dapat berlari di depan Yesus apabila kita membawa tablet, tetapi tidak dengan membawa salib. Salib terlalu berat, terlalu tidak efisien dan tidak efektif. Kita hanya bisa berjalan di belakang Yesus. Ketika mengalami disorientasi dan merasa bingung dengan berbagai penderitaan dunia ini, cukup menatap Yesus dan salib-Nya.

Bagaimana dengan Ipad dan Samsung tablet kita? Apakah kita dapat membawa Ipad dan Samsung Tablet sambil memikul salib? Ipad dan Samsung sebagai “sumber daya” (resourcefulness menurut Koyama) atau bekal juga perlu disalib (tablet crucified). Tablet sebagai simbol kecerdasan, efektivitas, efisiensi, pengetahuan, pengalaman, manajemen informasi, talenta, kemampuan, kebajikan tidak ditolak tetapi perlu disalib. Bagaikan seorang anak kecil yang menyerahkan 5 roti dan 2 ikan kepada Yesus dan menjadi berkat buat dirinya dan sesama. Atau bagaikan seorang yang setia mengelola talenta dari TUHAN dan menyerahkan hasil talenta itu kembali kepada TUHAN tidak kehilangan talenta malah ditambahkan talentanya sebab Yesus bersabda bahwa “Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya” (Matius 25:29).  Menggunakan “tablet” dengan penuh hikmat dan penuh tanggungjawab justru akan memperluas atau mempermantap “tablet” kita. Ingatlah, kebanggaan kita bukan pada tablet tetapi pada salib.


Referensi

Foley, Michael. 2010. The Age of Absurdity: Why Modern Life Makes It Hard to be Happy. UK: CBS Company.

Koyama, Kosuke. 1977. No Handle on the Cross. Oregon: Wipf and Stock.

Tapscott, Don. 2009. Grown up Digital. Jakarta: Gramedia.



Batam, 18 Juli 2013
Johan Newton Crystal

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12