Makamah Agama yang telah menjatuhkan hukuman mati
atas Yesus dengan memobilitasi orang banyak karena merasa terancam oleh
ajaran-ajaran para pengikut Yesus. Mereka merasa takut (Kis 5.26), iri hati
(Kis 5.17) dan cemas (Kis 5.24). Mereka gelisah karena ada pengajaran yang
berpotensi membongkar “kepalsuan” mereka.
Mereka bagaikan orang-orang yang berteriak “Aku
tidak mendengar” sambil menutupi telinga mereka rapat-rapat. Gempa bumi, kubur
kosong, tirai dalam Bait Suci yang terbelah menjadi dua, para nelayan yang
tidak berpendidikan tiba-tiba menjadi berhikmat dalam mengajar serta berbagai
mujizat yang dilakukan oleh para rasul sama sekali tidak menyentuh hati para
petinggi di Makamah Agama. Mereka menolak untuk percaya walaupun berbagai fakta
tampak di hadapan mereka. Sekalipun ada
orang mati yang bangkit dari kematian untuk meyakinkan mereka tetap saja mereka
tidak akan percaya (Luk 16.31). Mereka benar-benar sesuai dengan apa yang Yesus
deskripsikan, “Punya mata tidak dapat melihat, punya telinga tetapi tidak
mendengar” (Matius 13.13). Orang yang menjadikan diri mereka “tuhan” akan
menjadi seperti “tuhan mereka” yakni punya mulut tidak berkata-kata (tidak mengatakan kebenaran), punya mata
tidak melihat (pandangan mereka dihalangi
oleh sudut pandang mereka) dan punya telinga tetapi tidak mendengar (tidak mengerti) (Mazmur 135.15-17).
Tidak ada penyesalan, tidak ada perasaan bersalah dalam Mahkamah Agama sebab
“ego” tidak pernah salah – ego tidak pernah menyesal – ego selalu benar,
sekarang dan selamanya.
“Makamah Agama” merupakan contoh terbaik untuk
memahami ego manusia. Apa itu Ego? Ego merupakan “individu terpisah”. Ego hidup
dalam perasaan takut, takut kalah (kiasu) dan takut mati (kiasi). Ego selalu
iri hati, rasa sakit dan kepahitan. Ego akan terancam apabila ada yang lebih
baik. Ego membutuhkan status quo. Ego merupakan “manusia lama”, manusia yang
belum mengalami “kebangkitan”. Ego masih hidup di dalam “kuburan”, kuburan yang
telah dihias dengan indah atau “kuburan yang dilabur putih” (Mat 23.27). Ego
hidup di dalam kecemasan dan perasaan tidak aman. Nah, ironinya, manusia
menghabiskan banyak waktu untuk membangun ego – diri yang palsu dengan
berkonsentrasi membangun “kantong kulit yang tua” (Luk 5:37). Apa itu kantong kulit yang tua? Kantong kulit
tua merupakan “apa yang memberikan perasaan aman yang palsu” untuk seseorang.
Ego membutuhkan kelompok maka ego akan membentuk
“kolektif ego”. Ego membutuhkan “amen” alias ego membutuhkan dukungan. Ego juga
membutuhkan sebuah struktur. “Mahkamah Agama” merupakan contoh yang baik untuk
mendemonstrasikan apa itu kelompok ego dan struktur ego. Struktur ego bisa
berbentuk kongrit dan abstrak. Struktur ego bisa berupa sebuah organisasi,
instansi, institusi maupun korporasi. Struktur ego juga bisa berupa sebuah
“sistem abstrak”. Sistem abstrak yang mengendalikan kehidupan manusia sekarang
adalah “ketamakan” dan “pameran”. Agama pun ditelan oleh sistem tersebut
sehingga manusia diajarkan untuk menjadi tamak.
Kolektif ego tidak akan puas sebelum mereka
melakukan tindakan kekerasan. Tanpa tindakan kekerasan, hati mereka tidak bisa
tenang. Mereka harus melakukan tindakan “penyerangan”. Maka mereka menangkap
para rasul, menyesah mereka dan melarang mereka mengajar dalam nama Yesus (Kis
5.40).
Sikap para
rasul jelas dan sederhana "Kita harus
lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia” (Kis 5.29). Mereka menjadi
saksi kebenaran. Mereka mengalami “kebangkitan”. Mereka bukanlah hidup dalam
sistem yang lama melainkan mereka sudah beralih kepada sistem yang baru –
sistem Kerajaan Sorga. Mereka sudah tidak lagi hidup dalam struktur yang lama
(kantong kulit yang tua) tetapi mereka sudah berada dalam struktur yang baru
(kantong kulit yang baru) dan hidup mereka diisi dengan “anggur baru”.
Demikian
juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru
ke dalam kantong kulit yang
tua,
karena
jika demikian, anggur yang baru itu akang mengoyakkan kantong itu dan anggur
itu akan terbuang dan kantong itu pun hancur (Lukas 5.37)