Monday, 1 April 2013

TUHAN MENANGIS



 TUHAN menangis, meratapi Yerusalem. Ketika Yesus mendekat kota Yerusalem, ia melhat kota itu dan meratapinya (Luk 19.41).Mengapa Yesus meratapi Yerusalam?



Yesus berkata,
“Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari degan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi engkau tidak mau” (Luk 13.35).

Andrew Sung Park, seorang teolog Korea Selatan memperkenalkan teologia Han. Menurut Park, Han merupakan kata yang sulit diterjemahkan. Kata ini berarti membenci, marah atau terluka. Dalam bahasa Mandarin kata yang sama dibaca Hen yang artinya membenci. Park merasa sayang karena doktrin dosa gereja hanya berkonsentrasi pada pendosa dan melupakan korban penindas. Park melihat adanya keterkaitan yang erat antara dosa dan han. Park menunjukkan tentang pentingnya rekonsiliasi dengan korban penindas melalui perintah Yesus tentang pengampunan dosa yang dicatat oleh Matius.

Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. (Mat 5.23-24)
Park menekankan bahwa pembenaran seseorang terletak pada rekonsiliasi dengan korban. Teologia Han yang dikembangkan oleh Park sangat menarik untuk dipelajari. Dan saya setuju dengan Park, hanya saya tidak akan berhenti di situ melainkan menurut saya teologia Han harus dilengkapi dengan teologia Teng. Teng dalam bahasa Mandarin mengandung arti sakit dan sayang. Kaki ku sakit (teng), aku menyayangimu (teng). Menurut saya, teng merupakan obat yang paling tepat untuk mengobati hen (kebencian), atau Han dalam bahasa Korea.

Setiap orang memiliki sisi yang sulit dalam hidupnya. Setiap orang menghadapai tantangan dan kepahitan hidup. Mungkin juga setiap orang pernah dilukai? Pertanyaannya adalah, “apa yang kita lakukan dengan penderitaan kita?” Dalam film Les Miserables, Anne Hathaway yang berperan sebagai Fantine menyanyikan, “life has killed the dream I dream” (hidup telah membunuh mimpi yang aku mimpikan). Seperti yang terkandung di dalam kisah novel Les Miserables karya Hugo, Fantine mengalami hidup yang sulit. Ia dihamili oleh seorang pria yang kemudian meninggalkan dirinya. Kemudian ia bekerja di sebuah pabrik dan ketika orang-orang pabrik mengetahui bahwa dia punya seorang anak kecil di luar nikah, ia pun dipecat. Ia terpaksa menjual rambut dan bahkan melacurkan diri demi menebus putrinya dari perbudakkan.

Gereja seringkali menjadi ahli-ahli Taurat yang mengusir para pendosa. Gereja menjadi terlalu kudus untuk dapat menerima orang-orang yang jatuh. Tidak ada yang dapat menjadi bagian dari gereja kecuali menjadi seperti “gereja” itu sendiri yakni menjadi seorang ahli Taurat juga. Bahkan TUHAN Sendiri tidak dikenal, ditolak dan dibunuh oleh gereja sendiri “Mahkamah Agama” di zaman Yesus. Gereja senang melakukan pendakwaan. Apakah karena gereja telah menjadi budak atau pengikut Si Pendakwa (Wahyu 12.10)? Mengapa gereja tidak menjadi pengikut Kristus yang mengampuni?

TUHAN menyayang dan menderita rasa sakit demi manusia. Salib merupakan jalan TUHAN “menghadapi kebencian tanpa menjadi kebencian” (Rohr 2001, 33). Rohr mengingatkan bahwa apabila kita tidak mentransformasi rasa sakit maka kita akan menyebarkan rasa sakit (Rohr 2001, 23). Yesus merupakan teladan menghadapi kebencian tanpa menjadi kebencian, menghadapi rasa sakit tanpa ditaklukkan oleh rasa sakit. Oleh sebab itu Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Luk 23.34).

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12