Monday, 1 April 2013

NARSIS: AKU ISTIMEWA!

“I am narcissistic, therefore I exist” mungkin sudah menjadi slogan yang tidak disadari dalam kehidupan manusia modern.  Kata “narsis” sudah bukan lagi kata yang asing di dalam kehidupan modern. Dalam dunia psikologi, NPD atau narcissistic personality disorder merupakan salah satu penyakit jiwa manusia dengan gejalag-gejala seperti:
  • Bereaksi terhadap kritikan dan masukan dengan marah dan merasa terhina.
  • Memanfaatkan atau mengeksploitasi orang lain demi keuntungan pribadi.
  • Membesar-besarkan kemampuan, pencapaian dan kehebatan diri sendiri.
  • Berfantasi membayangkan kesuksesan, kecantikan, kecerdasan, pencapaian maupun romantisme pribadi
  • Sangat mudah irihati maupun tersinggung
  • Pujian, penerimaan dan perhatian orang lain menjadi “nafas hidup”nya
  • Terobsesi dengan dirinya sendiri
  • Mudah terluka dan merasa ditolak
  • Emosional
  • Tidak berempati, berempati pun demi memperoleh perhatian, pujian maupun empati kembali
  • Tidak minta maaf, karena mereka tidak pernah salah.
Menurut definisi Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders III – Revised..

  • Seorang yang narsis menampilkan fitur grandiosity (kebesaran atau sifat muluk) dalam berfantasi dan bersikap.
  • Hypersensitive terhadap kritikan dan evaluasi orang lain
  • Menjadikan diri sangat istimewa dan penting secara berlebihan untuk menutupi perasaan tidak berharga.
  • Asyik dengan sukses (fantasi), kecerdasan, kecantikan dan kemampuan diri
  • Merasa diri sendiri lebih berhasil dari orang lain
  • Cemburu, iri hati dan marah apabila ada orang yang lebih berhasil dari dirinya
  • Suka pamer
  • Tidak peduli pada sesama (hanya peduli pada diri sendiri)
  • Suka memancing pujian
  • Memanipulasi dan mengeksploitasi sahabat (bersahabat demi tujuan pribadi).
  • Suka berpura-pura dan senang mengesankan orang lain.
  • Tidak mampu memahami kompleksitas emosi orang lain
  • Senang dikagumi
  • Tidak mempercayai dan tidak menghargai orang lain
  • Menjalin hubungan secara superficial (permukaan saja)
Sejak kecil, anak-anak sudah dibentuk untuk menjadi narsis. Anak-anak dipanggil dengan sebutan “tuan putri, bos, pangeran.” Perayaan-perayaan ulangtahun dengan karpet merah. Acara “Supermodel” digelar. Ibu-ibu mempunyai program “mommy makeover” agar menjadi cantik kembali. Definisi cantik ditetapkan oleh media – “hitam itu jelek, putih itu cantik. Gemuk itu jelek, kurus baru cantik.” Kecantikan, operasi plastik, self-branding (diri yang bermerek) menjadi fitur-fitur yang sangat dibutuhkan untuk mempresentasi diri. Mentalitas “Ayo, Lihat Saya!” secara bertahap menjadi wabah global. Kekaguman terhadap diri sendiri dipromosi dimana-mana.

Salah satu contoh kepribadian narsistik dalam Alkitab adalah ibu yang anaknya meninggal dunia kemudian ingin merebut anak temannya. Oleh karena dirinya sendiri kehilangan anak, dia senang apabila temannya juga kehilangan anak. Kasus ini kemudian ditangani oleh raja Salomo (1 Raja-raja 3.16-27). Prinsip ibu yang narsis itu adalah, “kalau saya kehilangan anak, kamu juga harus kehilangan anak”. Paulus juga mengingatkan kita akan bahaya narsisme dalam suratnya kepada Timotius. Manusia akan mencintai dirinya sendiri, menjadi hamba uang, membual, menyombongkan diri, memfitnah, memberontak terhadap orangtua, tidak tahu berterima kasih, tidak mengasihi, tidak mau berdamai, suka bertengkar, suka menjelekkan orang lain, tidak dapat mengekang diri, berlagak tahu, menyenangi hawa nafsu (2 Timotius 3.1-5). Yakobus juga memperingatkan hal yang serupa, “jangan iri hati, mementingkan diri sendiri, memegahkan diri dan berdusta melawan kebenaran” (Yakobus 3:14-16). Paulus menegaskan, “pengetahuan membuat orang menjadi sombong” (1 Kor 8:1). Manusia narsis bagaikan manusia balon yang mengembang dan mengempis dan berwarna warni dilengkapi dengan berbagai bentuk yang menarik.

Orang yang narsis selalu berpindah dalam 2 poros yakni “apakah saya mantap?” dan “apakah saya parah?” Orang yang narsis selalu mengenakan slogan “Aku istimewa!” Keistimewaan orang narsis berfondasikan atas dasar apa yang mereka miliki, apa yang telah mereka capai dan apa yang tampilkan. Keistimewaan yang tidak istimewa terus diciptakan untuk mengisi perasaan yang hampa. Teman-teman merayakan ulangtahun di KFC, maka agar lebih istimewa saya merayakan di McDonald. Teman-teman merayakan ulangtahun di McDonald, saya tidak mau sama dengan mereka, saya ingin lebih istimewa, saya mau merayakan di Pizza Hut dengan karpet merah. Pada prinsipnya tidak jauh berbeda, substansi tetap saja sama. Inilah yang disebut dengan keistimewaan yang tidak istimewa. Keistimewaan yang sebenarnya adalah “Anda tiada duanya” dan “Anda dicintai TUHAN” dan bukan pada apa yang Anda miliki atau apa yang telah Anda capai. Menjadi “yang terutama” dijadikan sebagai target dan “yang terakhir” dipandang sebagai kegagalan yang memalukan. Akan tetapi Yesus mengatakan, “Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu” (Matius 19.30).

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12