Friday, 3 February 2012

Ketamakan

Lukas 12.13-21

Ketika Yesus sedang mengajar orang banyak, tiba-tiba salah seorang yang hadir mengajukan pertanyaan yang sangat mengusik. Sebab saudara orang ini tidak mau berbagi warisan dengan dirinya. Mungkin dia sudah melakukan berbagai upaya agar bisa mendapat jatah pembagian warisan tetapi tetap saja gagal. Maka ia berharap agar Yesus dapat menolong dia dengan cara memberikan perintah kepada saudaranya yang kemungkinan besar juga hadir di sana. Permintaan naïf orang ini bagaikan meminta Yesus untuk menegur teman yang nakal, anak yang pemboros, atau ayah penjudi. Yesus berespon, “Siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu? Orang ini tidak salah sebab ia sedang menuntut haknya akan tetapi dia tidak mengenal siapa Yesus. Dia meminta Yesus untuk mengurus haknya untuk memperoleh warisan. Dia sedang menuntut campur tangun Yesus agar ia bisa memperoleh warisannya.

Jawaban Yesus memiliki double impact, secara implisit Yesus menegur orang ini beserta saudaranya. Yesus berkata, “Berjaga-jagalah dan wasapadalah terhadap segala ketamakan sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung dari pada kekayaannya.” Poin Yesus sudah sangat tajam dan jelas bahwa kualitas hidup seseorang tidak ditentukan oleh kuantitas kekayaan. Perumpamaan Yesus menunjukkan kepuasan diri manusia yang dibangun dengan cara menimbun. Manusia merasa dengan menimbun yang banyak, ia memiliki kecukupan untuk seumur hidupnya maka ia akan merasa bahagia. Apa yang salah dengan menabung dan membeli asuransi? Tidak ada salahnya apabila seseorang menabung dan membeli asuransi karena ini bagian dari pengeloaan harta kekayaan yang diberikan dari TUHAN. Inti persoalannya adalah apabila seseorang mengandalkan tabungan dan asuransinya.

Asumsi atau kepercayaan umum adalah hidup ini akan tenang apabila seseorang mempunyai harta yang banyak, ia dapat berisitirahat, makan, minum dan bersenang-senang. “Apakah arti hidup manusia? Hidup itu sama seperti uang yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap” (Yak 4.14). Hidup ini memang sebuah paradoks. Perkembangan peradaban dan teknologi mempermudah dan sekaligus juga memperumit kehidupan manusia. Sebelumnya, manusia hidup secara berpindah-pindah dengan bertenda (rumah temporer). Perlengkapan yang dibutuhkan juga tidak banyak seperti palu, paku, pisau, tombak, panah, beberapa helai pakaian, kendi air, alat masak. Mereka tidak mempunyai lemari untuk penyimpanan bahkan makanan yang didapat harus dikonsumsi dengan cepat karena masalah pengawatan (tidak mempunyai kulkas). Mereka mempunyai beberapa peliharaan seperti kuda, sapi, kambing, domba atau ayam. Ketika peradaban manusia berkembang, perlengkapan pun kian bertambah. Penambahan ruang atau penambahan lemari selalu sama dengan penambahan barang simpanan sehingga sebesar apa pun atau sebanyak apa pun lemari tetap saja tidak mencukupi. Roda ekonomi didorong oleh kemampuan mengkonsumsi. Supermarket, malls, bioskop terus bertambah. Maka pemasaran juga harus semakin giat untuk memikat hati konsumen. Persoalan penyimpanan memicu kreativitas untuk membuka bank penyimpanan berbagai barang. Manusia terjebak oleh karena ketamakan diri sendiri ~ memproduksi dan mengkonsumsi.

Ketamakan adalah keingingan untuk memperoleh lebih. Orang yang tamak adalah orang yang selalu mengingini dan selalu merasa tidak puas. Apa pun ingin diambil dan disimpan, mulai dari tissue, sendok, garpu, kotak, makanan dan masih banyak lagi. Sifat ketamakan yang kurang terdeteksi adalah dengan cara “mengasihani diri” demi memperoleh “belas kasihan” sehingga bisa mendapatkan keuntungan. Dengan berbagai upaya memposisikan diri dalam keadaan kasihan atau kurang beruntung demi memenangkan belaskasihan serta “bantuan/dukungan” yang umumnya bersifat materil maupun moril.

Keinginan dijadikan kebutuhan yakni kebutuhan untuk dipuaskan, kebutuhan untuk memperoleh keyakinan diri, kebutuhan untuk menambah nilai diri. Pada dasarnya kebutuhan bersifat fungsional oleh sebab itu sebaiknya kita memandang “kebutuhan” dari dua sisi yakni kebutuhan fungsional dan kebutuhan non-fungsional. Kebutuhan fungsional adalah kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efisiensi. Paulus mengingatkan, karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka. (1 Tim 6.10). Kaya menurut dunia sekuler adalah dengan cara menumpuk harta di dunia sedangkan kaya menurut Allah adalah dengan cara berbagi. Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya. (1 Tim 6.18-19).

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12