Friday, 9 March 2012

Pertanyakan Pengetahuan!

Pengetahuan adalah kuasa atau “knowledge is power” kata Francis Bacon (1561-1626). Bacon dikenal sebagai pencipta empirisme yaitu suatu metode ilmiah yang menginvestigasi segala sesuatu berdasarkan data ilmiah. Bagi Bacon, ilmu pengetahuan harus menemukan sesuatu yang berguna bagi umat manusia. Pandangan Bacon mendatangkan perubahan pada dunia sehingga terjadi perubahan dari peradaban kontemplatif menjadi peradaban penemuan teknologi. Sejak saat itu hadirlah industrisasi, rasionalisasi, kapitalisasi dan eksploitasi. Manusia menjadi mesin yang berpikir “thinking machine”. Tidak heran, Descartes mengatakan, “I think therefore I am” atau saya berpikir maka saya ada.

Manusia menyanjung tinggi pengetahuan dan mendukung pengetahuan dari sisi ilmiah. Segala sesuatu harus dibuktikan secara ilimiah sebab sebelum dapat dibuktikan secara empiris maka sesuatu itu dianggap tidak ada atau tidak dapat dipercaya. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah DNA belum ada sebelum penemuan DNA atau DNA sudah ada akan tetapi belum bisa dibuktikan keberadaannya sebelum penemuannya? Modernisme sarat dengan “rasionalisme”. Rasionalisme mengutamakan dan mengandalkan “rasio”, “nalar” atau pemikiran manusia. Namun, pernahkah Anda bertanya bahwa apakah rasio manusia selalu benar? Apakah “rasio” merupakan standar tertinggi yang dapat dipertahankan? Apakah manusia memiliki banyak kelemahan dan kekurangan? Bagaimana “rasio” seorang manusia yang tidak sempurna dapat dipertahankan sebagai sebuah kebenaran?

Posmodernisme merupakan reaksi terhadap modernisme yang sudah muak dengan rasionalisme dan beralih pada subyektivitas kebenaran. Posmodernise merupakan ekstrim lain daripada modernisme yang mengklaim “kematian kebenaran absolut”. Untuk posmodernisme tidak saya bahas di dalam artikel yang singkat ini. Saya jadi teringat akan sebuah kisah. Pada suatu hari pada saat melihat ikan-ikan sedang berenang di kolam, Zhuang Zi berkata, “Betapa bahagianya, ikan-ikan di dalam kolam”. Mendengar cetusan Zhuang Zi, Meng Ji pun berespon, “Kamu kan bukan ikan, bagaimana kamu bisa mengetahui bahwa ikan-ikan itu bahagia?” Zhuang Zi berkata, “Kamu bukan saya, bagaimana kamu mengetahui bahwa saya tidak mengetahui kebahagiaan ikan-ikan di dalam kolam?”

Bagaimanapun pengetahuan dan rasionalisme manusia memiliki batas. Kecuali pengwahyuan dan inspirasi dari TUHAN, manusia tidak sanggup memahami kebenaran. Menurut John Frame, manusia hanya dapat memahami kebenaran apabila menerima posisinya sebagai hamba dan memperoleh pengetahuan dari TUHAN sebab Dia adalah Tuan atas segala pengetahuan dan Tuan atas manusia. Menurut John Calvin, manusia mengenal diri melalui pengenalan terhadap TUHAN dan manusia mengenal TUHAN melalui pengenalan diri. Pengetahuan diri dan pengetahuan terhadap TUHAN adalah sebuah interlink yang tidak terpisahkan. Dengan kata lain, pengetahuan (epistemology) harus selalu di dahului oleh ontology (being) dalam hal ini TUHAN Sendiri.

Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran. (1 Timotius 2.3-4)

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12