Pada setiap pergantian tahun, kita berharap kita
dapat meninggalkan yang lama dan memulai yang baru. Pergantian tahun memberikan
kita pengharapan untuk meninggalkan kepedihan di tahun yang lama dan memasuki pembaharuan
di tahun yang baru. Sepertinya di dalam diri kita sudah tertanam “chip” yang
mengharapkan “pembaharuan, pemulihan dan perbaikan”. Seolah-olah chip di dalam
diri kita memanggil kita untuk mengharapkan yang “lebih baik”. Kita pun tidak
memikirkan siapa yang telah menanamkan “chip” tersebut di dalam diri kita. Yang
penting kita selalu mengharapkan yang lebih baik.
Dalam film Mr. Morgan’s Last
Love (2012), mengisahkan seorang professor filsafat emeritus yang tidak sanggup
menjalani hidup setelah istrinya meninggal. Ia bahkan mencoba untuk membunuh
diri tetapi tidak berhasil. Dan ia mengatakan secara medis ia telah kebanyakan
mengkonsumsi obat tidur kemudian ia menambahkan sebenarnya tergantung sudut
pandang kita. Sebab bagi dirinya, ia terlalu sedikit mengkonsumi obat tidur
sehingga ia tidak berhasil membunuh diri.
Ia menempatkan seluruh
orientasi hidupnya pada istrinya. Bagi dia bagian lain dalam hidup ini hanyalah
“gangguan”. Jadi ketika istrinya meninggal dunia, hidupnya bagaikan gedung yang
runtuh. Dia kehilangan motivasi untuk hidup dan dia tidak mampu menemukan
kembali hidupnya yang telah hilang bersama kepergian istrinya. Dengan kata
lain, kehidupannya mati (berakhir) bersama dengan kematian istrinya. Di satu
sisi, kita mungkin diperlihatkan betapa dalamnya cinta Mr. Morgan terhadap
istrinya. Tetapi di sisi lain kita juga diperhadapkan seorang yang kehilangan
tujuan dan makna hidup karena ia membangun tujuan dan makna hidup pada yang sementara
(contemporary). Dia menggambarkan hidup ini dipenuhi dengan kegelapan sehingga
dibutuhkan retakkan dalam hidup ini agar cahaya dapat menembus ke dalam hidup
yang gelap. Benar bahwa hidup ini penuh dengan kekelaman dan benar juga bahwa
hidup ini terdapat banyak retakan. Tetapi kita tidak membutuhkan retakan sebab
kehidupan kita memang sudah penuh dengan retakan. Cahaya TUHAN bagaikan “silver
lining” yang menembus retakan-retakan dalam hidup kita.
Mr. Morgan kemudian bertemu
dengan seorang gadis, seorang guru tari yang bernama Pauline. Ia mengatakan bahwa
Pauline merupakan retakan bagi hidupnya. Dua orang ini sama-sama adalah orang
yang kehilangan. Mr. Morgan kehilangan istrinya sedangkan Pauline kehilangan
ayahnya. Persoalannya adalah Mr. Morgan tidak mengetahui apakah ia menjadikan
Pauline sebagai pengganti istrinya sedangkan Pauline juga tidak jelas apakah
Mr. Morgan dijadikan sebagai pengganti ayahnya. Singkat cerita, akhirnya Mr.
Morgan kembali mengakhiri hidupnya sebab hidupnya sudah berakhir bersama dengan
kematian istrinya.
Kita butuh menemukan titik temu
antara setiap bagian dalam hidup ini dengan keabadian. Setiap pengalaman di
dalam hidup kita bukan merupakan pengalaman-pengalaman yang tidak berarti.
Setiap peristiwa dalam hidup kita, sekecil apa pun itu mengandung makna.
Kehidupan kita selalu terhubung dengan orang lain, perkataan kita, sikap kita,
perbuatan kita berdampak pada orang lain dan alam. Misi Allah adalah untuk
merestorasi ciptaan-Nya dan hidup kita dapat terhubung dengan keabadian dengan
ikut serta di dalam misi Allah di dalam memulihkan ciptaaan-Nya. Penderitaan,
kepahitan, kehilangan, kepedihan merupakan pemulihan. Mari kita terlebih
menyimak beberapa ayat di bawah ini:
Rut
1:21 Dengan tangan yang penuh aku
pergi, tetapi dengan tangan yang kosong TUHAN memulangkan aku. Mengapakah kamu
menyebutkan aku Naomi, karena TUHAN telah naik saksi menentang aku dan Yang
Mahakuasa telah mendatangkan malapetaka kepadaku."
Rut
1:22 Demikianlah Naomi pulang
bersama-sama dengan Rut, perempuan Moab itu, menantunya, yang turut pulang dari
daerah Moab. Dan sampailah mereka ke Betlehem pada permulaan musim menuai
jelai.
Naomi memutuskan untuk meninggalkan Moab
(penderitaannya) dan kembali ke Betlehem (pengharapan baru). Kepahitan Naomi (manis)
begitu mendalam sehingga ia memasuki Betlehem dengan kepedihan (Mara). Kepahitan
Naomi sangat mendalam sebab suaminya dan kedua putranya meninggal di Moab. Naomi
memasuki Betlehem di saat permulaan musim menuai. Secerca cahaya menyinari
kehidupan Naomi. Ada silver lining yang menyinari kehidupan Naomi yang
kelam. Naomi tenggelam di dalam kepedihan dan penderitaannya yang pahit. Kehadiran
Naomi dalam kehidupan Rut merupakan pemulihan bagi dirinya sehingga akhirnya ia
juga mengenal dan beriman kepada Yahweh. Dan kini sebaliknya, kehadiran Rut
dalam masa penderitaan Naomi merupakan pemulihan bagi Naomi di saat yang penuh
penderitaan.
Sebagai
seorang Moab, Betlehem merupakan masa depan yang berat bagi dirinya. Ia bakal
dibenci, diremehkan dan ditolak oleh masyarakat Betlehem. Hanya dengan
memikirkan kemungkinan kebencian sosial pada dirinya saja sudah cukup berat
bagi dirinya. Akankah dia dianggap sebagai “pembawa sial”? Akankah dia akan
disalahkan untuk kematian kedua anak Naomi? Seringkali, memikirkan masa depan membuat
kita merasa gentar. Memikirkan masa depan bisa sangat menakuti kita. Seringkali
kita mengalami dikotomi di dalam memasuki tahun yang baru. Kita berharap tahun
yang baru merupakan tahun yang lebih baik tetapi kita juga takut karena tahun
yang baru juga penuh dengan ketidakpastian.
Naomi berpartisipasi di dalam merestorasi kehidupan
Rut di Moab. Rut berpartisipasi di dalam memulihkan hidup Naomi dalam
perjalanan menuju Betlehem. Dan Boas berpartisipasi di dalam memulihkan
Betlehem dengan menciptakan sebuah budaya yang aman dan penuh damai sejahtera.
Ketiga orang ini sama-sama terlibat di dalam merestorasi ciptaan Allah. Tanpa
mereka sadari mereka memasuki Misi Allah.
Saya yakin dampak iman Naomi dalam diri Rut
sangat besar sehingga ia memutuskan untuk mengikuti TUHAN Naomi. Dan saya juga
yakin dampak keputusan Rut untuk kembali ke Betlehem bersama Naomi sangat besar
dalam kehidupan Naomi. Iman, sikap dan tindakan Rut juga memulihkan image buruk
tentang orang Moab. Boas dan para karyawannya memiliki persepsi yang baik
tentang Rut. Bahkan kemudian, image orang-orang Betlehem terhadap Rut juga
positif karena ia dikenal sebagai menantu yang mengasihi mertuanya. Dampak Boas
dalam membangun budaya shalom di ladangnya juga luar biasa. Nah, orang-orang
yang ikut serta dalam Misi Allah ini tanpa mereka sadari Allah melibatkan
mereka di dalam Misi-Nya yang besar yakni menjadi nenek moyang Sang Mesias.
Mungkin kita seperti Naomi yang meninggalkan
“Moab” yakni tahun 2013 bagi kita. Dan kita memasuki “Betlehem”, tahun 2014.
Kita berharap “Betlehem” yang berarti “kota roti” yakni tahun 2014 kita
merupakan tahun yang lebih baik bagi kita. Apakah kita bersedia ikut serta di
dalam Misi Allah yakni memulihkan ciptaan-Nya?
Jakarta Selatan, 4 Februari 2014