MEMPERBAIKI PRIORITAS
Mengapa investasiku gagal? Mengapa jerih payahku tidak memberikan hasil yang memuaskan? Mengapa keuangan saya bagaikan sebuah tas yang berlubang? Inilah yang dialami orang-orang Yahudi setelah pulang dari Babel (539-520 SM). Kota Yerusalem pada saat itu sungguh sebuah kota yang tidak dapat ditinggali (Yer. 32:42-44). Tingginya biaya hidup membuat mereka patah semangat. Pembangunan kembali Rumah TUHANpun ditinggalkan sekurang-kurangnya 14 tahun. Memandang SITUASI yang sulit, mereka meninggalkan RELASI dengan TUHAN. Oleh karena resesi perekonomian yang parah, mereka memutuskan untuk berfokus pada membangun karier, bisnis dan rumah mereka masing-masing. Mereka datang pada sebuah kesimpulan bahwa BELUM WAKTUNYA untuk membangun kembali Rumah TUHAN. Kitab Hagai mengajarkan bahwa kita harus belajar BERPIKIR dengan benar. Mungkin kita teralu malas berpikir atau salah berpikir. Mereka berkata, “Sekarang BELUM tiba WAKTUNYA untuk membangun kembali Rumah. TUHAN!” (Hagai 1:2). Dalam hal apa kita berkata kepada TUHAN, “BELUM WAKTUNYA!”
Pada 29 Agustus 520 SM, TUHAN mengajukan pertanyaan, “APAKAH SUDAH TIBA WAKTUNYA bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?” (Hagai 1:4). TUHAN bagaikan bertanya, “Apakah sudah waktunya kamu membangun rumah, karier, pendidikan tetapi belum waktunya untuk mencari Aku? Apakah kamu tidak mempunyai waktu untuk-Ku?’ TUHAN memanggil mereka untuk BERPIKIR dengan benar, “Oleh sebab itu, beginilah firman TUHAN semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu! Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang BERLOBANG! Beginilah firman TUHAN semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu! (Hagai 1:5-7). Menurut mereka, karena mereka mengalami banyak kesulitan, maka mereka harus menunda mencari TUHAN. Namun TUHAN menegaskan bahwa justru karena mereka tidak memprioritaskan TUHAN, mereka mengalami banyak kesulitan. “Itulah sebabnya langit menahan embunnya dan bumi menahan hasilnya dan Aku memanggil kekeringan datang ke atas negeri, … atas manusia dan hewan dan ke atas SEGALA HASIL USAHA.” (Hagai 1:10-11).
TUHAN bersabda, “Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN” (Hagai 1:8). Aku ini menyertai kamu (Hagai 1:13). TUHAN mengundang kita datang kepada Dia. TUHAN menjanjikan penyertaan-Nya. Di banding dengan nabi-nabi lain, Hagai termasuk nabi yang sangat berhasil. Misalnya, ketika nabi seperti Yesaya dan Yeremia berkhotbah, umat tidak mau mendengarkan mereka. Namun setelah mendengarkan khotbah Hagai, pada tanggal 21 September 520 SM, pekerjaan pembangunan Rumah TUHAN dilanjutkan. Rumah TUHAN tidak sekadar sebuah “tempat”. Bahkan langit dan bumipun tidak dapat memuat TUHAN (2 Taw. 6:18). Jadi, Rumah TUHAN merupakan sebuah “tempat” di mana kita mencari TUHAN dan mempelajari kebenaran-Nya setiap hari. Nah, dalam hal apa kita berkata, “TUHAN, BELUM WAKTUNYA?” Belum waktunya aku melayanimu, anakku masih kecil. TUHAN belum waktunya aku mencari Engkau setiap hari, masih banyak pekerjaan yang masih berantakan. TUHAN, belum waktunya….” Saudara, bukankah Yesus mengatakan, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan DITAMBAHKANNYA kepadamu” (Mat. 6:33). Mengapa kita mengkhawatirkan masa depan kita? Bukankah kita mesti memprioritaskan TUHAN? Bukankah Dia akan memelihara kita? Sebagai contoh, ketika Daud memikirkan TUHAN (1 Taw. 17:1), maka TUHAN memikirkan Daud dan keturunannya (1 Taw. 17:7-14). Menarik, bukan?
Jika kita tidak mencari TUHAN dengan bermeditasi dengan firman-Nya siang dan malam, Dia belum menjadi PRIORITAS hidup kita. Sesekali kita mencari TUHAN karena merasa terpaksa. Sesekali kita memikirkan Dia sebab tidak tersedia tempat bagi-Nya di dalam hati kita. TUHAN memanggil kita untuk MENCARI KERAJAAN dan KEBENARANNYA. Kita tidak hanya memperoleh pemeliharaan-Nya, tetapi Dia akan MENAMBAHKANNYA kepada kita. Ketika kita berfokus SITUASI, kita berjuang sendiri, tetapi jika kita memprioritaskan RELASI dengan TUHAN, Dia bertindak bagi kita. When situation depletes us, relationship with God flourishes us.