Tuesday 4 February 2014

MENUJU 2014




Pada setiap pergantian tahun, kita berharap kita dapat meninggalkan yang lama dan memulai yang baru. Pergantian tahun memberikan kita pengharapan untuk meninggalkan kepedihan di tahun yang lama dan memasuki pembaharuan di tahun yang baru. Sepertinya di dalam diri kita sudah tertanam “chip” yang mengharapkan “pembaharuan, pemulihan dan perbaikan”. Seolah-olah chip di dalam diri kita memanggil kita untuk mengharapkan yang “lebih baik”. Kita pun tidak memikirkan siapa yang telah menanamkan “chip” tersebut di dalam diri kita. Yang penting kita selalu mengharapkan yang lebih baik.

Dalam film Mr. Morgan’s Last Love (2012), mengisahkan seorang professor filsafat emeritus yang tidak sanggup menjalani hidup setelah istrinya meninggal. Ia bahkan mencoba untuk membunuh diri tetapi tidak berhasil. Dan ia mengatakan secara medis ia telah kebanyakan mengkonsumsi obat tidur kemudian ia menambahkan sebenarnya tergantung sudut pandang kita. Sebab bagi dirinya, ia terlalu sedikit mengkonsumi obat tidur sehingga ia tidak berhasil membunuh diri.

Ia menempatkan seluruh orientasi hidupnya pada istrinya. Bagi dia bagian lain dalam hidup ini hanyalah “gangguan”. Jadi ketika istrinya meninggal dunia, hidupnya bagaikan gedung yang runtuh. Dia kehilangan motivasi untuk hidup dan dia tidak mampu menemukan kembali hidupnya yang telah hilang bersama kepergian istrinya. Dengan kata lain, kehidupannya mati (berakhir) bersama dengan kematian istrinya. Di satu sisi, kita mungkin diperlihatkan betapa dalamnya cinta Mr. Morgan terhadap istrinya. Tetapi di sisi lain kita juga diperhadapkan seorang yang kehilangan tujuan dan makna hidup karena ia membangun tujuan dan makna hidup pada yang sementara (contemporary). Dia menggambarkan hidup ini dipenuhi dengan kegelapan sehingga dibutuhkan retakkan dalam hidup ini agar cahaya dapat menembus ke dalam hidup yang gelap. Benar bahwa hidup ini penuh dengan kekelaman dan benar juga bahwa hidup ini terdapat banyak retakan. Tetapi kita tidak membutuhkan retakan sebab kehidupan kita memang sudah penuh dengan retakan. Cahaya TUHAN bagaikan “silver lining” yang menembus retakan-retakan dalam hidup kita.

Mr. Morgan kemudian bertemu dengan seorang gadis, seorang guru tari yang bernama Pauline. Ia mengatakan bahwa Pauline merupakan retakan bagi hidupnya. Dua orang ini sama-sama adalah orang yang kehilangan. Mr. Morgan kehilangan istrinya sedangkan Pauline kehilangan ayahnya. Persoalannya adalah Mr. Morgan tidak mengetahui apakah ia menjadikan Pauline sebagai pengganti istrinya sedangkan Pauline juga tidak jelas apakah Mr. Morgan dijadikan sebagai pengganti ayahnya. Singkat cerita, akhirnya Mr. Morgan kembali mengakhiri hidupnya sebab hidupnya sudah berakhir bersama dengan kematian istrinya.

Kita butuh menemukan titik temu antara setiap bagian dalam hidup ini dengan keabadian. Setiap pengalaman di dalam hidup kita bukan merupakan pengalaman-pengalaman yang tidak berarti. Setiap peristiwa dalam hidup kita, sekecil apa pun itu mengandung makna. Kehidupan kita selalu terhubung dengan orang lain, perkataan kita, sikap kita, perbuatan kita berdampak pada orang lain dan alam. Misi Allah adalah untuk merestorasi ciptaan-Nya dan hidup kita dapat terhubung dengan keabadian dengan ikut serta di dalam misi Allah di dalam memulihkan ciptaaan-Nya. Penderitaan, kepahitan, kehilangan, kepedihan merupakan pemulihan. Mari kita terlebih menyimak beberapa ayat di bawah ini:

Rut 1:21  Dengan tangan yang penuh aku pergi, tetapi dengan tangan yang kosong TUHAN memulangkan aku. Mengapakah kamu menyebutkan aku Naomi, karena TUHAN telah naik saksi menentang aku dan Yang Mahakuasa telah mendatangkan malapetaka kepadaku."
Rut 1:22  Demikianlah Naomi pulang bersama-sama dengan Rut, perempuan Moab itu, menantunya, yang turut pulang dari daerah Moab. Dan sampailah mereka ke Betlehem pada permulaan musim menuai jelai.

Naomi memutuskan untuk meninggalkan Moab (penderitaannya) dan kembali ke Betlehem (pengharapan baru). Kepahitan Naomi (manis) begitu mendalam sehingga ia memasuki Betlehem dengan kepedihan (Mara). Kepahitan Naomi sangat mendalam sebab suaminya dan kedua putranya meninggal di Moab. Naomi memasuki Betlehem di saat permulaan musim menuai. Secerca cahaya menyinari kehidupan Naomi. Ada silver lining yang menyinari kehidupan Naomi yang kelam. Naomi tenggelam di dalam kepedihan dan penderitaannya yang pahit. Kehadiran Naomi dalam kehidupan Rut merupakan pemulihan bagi dirinya sehingga akhirnya ia juga mengenal dan beriman kepada Yahweh. Dan kini sebaliknya, kehadiran Rut dalam masa penderitaan Naomi merupakan pemulihan bagi Naomi di saat yang penuh penderitaan.

Sebagai seorang Moab, Betlehem merupakan masa depan yang berat bagi dirinya. Ia bakal dibenci, diremehkan dan ditolak oleh masyarakat Betlehem. Hanya dengan memikirkan kemungkinan kebencian sosial pada dirinya saja sudah cukup berat bagi dirinya. Akankah dia dianggap sebagai “pembawa sial”? Akankah dia akan disalahkan untuk kematian kedua anak Naomi? Seringkali, memikirkan masa depan membuat kita merasa gentar. Memikirkan masa depan bisa sangat menakuti kita. Seringkali kita mengalami dikotomi di dalam memasuki tahun yang baru. Kita berharap tahun yang baru merupakan tahun yang lebih baik tetapi kita juga takut karena tahun yang baru juga penuh dengan ketidakpastian.

Naomi berpartisipasi di dalam merestorasi kehidupan Rut di Moab. Rut berpartisipasi di dalam memulihkan hidup Naomi dalam perjalanan menuju Betlehem. Dan Boas berpartisipasi di dalam memulihkan Betlehem dengan menciptakan sebuah budaya yang aman dan penuh damai sejahtera. Ketiga orang ini sama-sama terlibat di dalam merestorasi ciptaan Allah. Tanpa mereka sadari mereka memasuki Misi Allah.

Saya yakin dampak iman Naomi dalam diri Rut sangat besar sehingga ia memutuskan untuk mengikuti TUHAN Naomi. Dan saya juga yakin dampak keputusan Rut untuk kembali ke Betlehem bersama Naomi sangat besar dalam kehidupan Naomi. Iman, sikap dan tindakan Rut juga memulihkan image buruk tentang orang Moab. Boas dan para karyawannya memiliki persepsi yang baik tentang Rut. Bahkan kemudian, image orang-orang Betlehem terhadap Rut juga positif karena ia dikenal sebagai menantu yang mengasihi mertuanya. Dampak Boas dalam membangun budaya shalom di ladangnya juga luar biasa. Nah, orang-orang yang ikut serta dalam Misi Allah ini tanpa mereka sadari Allah melibatkan mereka di dalam Misi-Nya yang besar yakni menjadi nenek moyang Sang Mesias.

Mungkin kita seperti Naomi yang meninggalkan “Moab” yakni tahun 2013 bagi kita. Dan kita memasuki “Betlehem”, tahun 2014. Kita berharap “Betlehem” yang berarti “kota roti” yakni tahun 2014 kita merupakan tahun yang lebih baik bagi kita. Apakah kita bersedia ikut serta di dalam Misi Allah yakni memulihkan ciptaan-Nya?

Jakarta Selatan, 4 Februari 2014

Kekuatan Kelemahlembutan - Bilangan 12